Mohon tunggu...
Khrisna Pabichara
Khrisna Pabichara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Penyunting.

Penulis; penyunting; penerima anugerah Penulis Opini Terbaik Kompasianival 2018; pembicara publik; penyuka neurologi; pernah menjadi kiper sebelum kemampuan mata menurun; suka sastra dan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Presiden Jokowi, Kerumunan, dan Antusiasme Warga

24 Februari 2021   17:00 Diperbarui: 24 Februari 2021   20:03 2440
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tangkapan layar kerumunan yang menyambut kedatangan Presiden Jokowi (Gambar: Kompas.com/Fitria Chusna Farisa)

Dalih spontanitas presiden dan antusiasme warga di NTT sesungguhnya tidak patut dilontarkan oleh pihak Istana Negara. Tidak bisa begitu. Jika protokoler istana gagal mengatur dan mengendalikan massa, lebih baik meminta maaf secara terbuka. Berkilah seribu satu alasan malah menimbulkan rupa-rupa praduga.

“Itu spontanitas Presiden untuk menghargai antusiasme masyarakat,” ujar Bey Machmudin, dilansir tirto.id. Lebih lanjut, Deputi Bidang Protokol, Pers, dan Media Sekretariat Presiden itu menyatakan, “Suvenirnya itu buku, kaos, dan masker. Tapi poinnya, Presiden tetap mengingatkan warga untuk menggunakan masker.”

Selaku Presiden RI, Pakde Jokowi tentu menyadari pentingnya menegakkan protokol kesehatan. Spontanitas tidak bisa dijadikan alasan untuk melanggar protokol kesehatan. Apalagi peraturan tentang protokol kesehatan itu diteken sendiri oleh beliau.

Parahnya, spontanitas Pak Jokowi justru makin mengobarkan antusiasme masyarakat. Bupati saja datang ke daerah yang jarang disambangi niscaya disambut dengan penuh sukacita. Apalagi jika yang datang adalah seorang presiden. Warga lagi yang salah. Masyarakat lagi yang salah. Rakyat lagi yang salah. Aih!

Pertanyaannya, mengapa Pak Jokowi memperlihatkan diri? 

Dengan mobil yang disetir pelan, jelas hasrat warga melihat presidennya akan membuncah. Tidak perlu membuka atap mobil dan melambai-lambai, kaca mobil tertutup pun akan dianggap “keberuntungan” oleh warga. Masih pula ditambah dengan membagi-bagikan suvenir.

Apakah suvenir itu juga mendadak atau spontan ada? 

Jelas sudah dipersiapkan sebelumnya. Tak masuk akal jika kaos, buku, dan masker dicetak di dalam mobil yang ditumpangi oleh Presiden. Jangankan bocah, celengan ayam jantan saja tahu bahwa suvenir pasti sudah dipersiapkan jauh-jauh hari. Jaka Sembung pakai kacamata. Kagak nyambung, Kaka.

Jangan sekadar mengatur, cobalah meneladani. Selaku pemimpin tertinggi di republik tersayang ini, selaku pejabat tinggi yang meneken aturan tentang protokol kesehatan, Pak Jokowi mestinya memberi teladan alias meneladani. Bukan malah melanggar sendiri. Celengan ayam saja tahu, tindakan seperti itu tidak patut dilakukan oleh seorang presiden.

Sungguhpun lalai sehingga jarak antarwarga tidak bisa ditata sesuai dengan protokol kesehatan, janganlah sibuk mencari sebab serta mencari alasan. Lebih bijak andaikan pihak istana, terutama Pak Bey selaku penanggung jawab keprotokoleran, meminta maaf setulus-tulusnya. Selalu ada maaf dari masyarakat, Pak Bey, apalagi untuk seorang presiden yang limbung dihantam pandemi.

Jikalau saja Pak Presiden atap mobil tidak dibuka, jikalau saja Presiden tidak berdiri, jikalau saja Presiden tidak melambaikan tangan dan membagikan suvenir, kerumunan akan lekas surut. Toh warga juga tidak akan seharian berdiri di tepi jalan. Begitu iring-iringan Presiden menghilang dari pandangan, satu per satu warga meninggalkan tempat.

Jangan-jangan Pak Bey lupa bahwa ada orang yang ditangkap dan dipenjara gara-gara disangka memicu kerumunan dan melanggar protokol kesehatan. Pak Bey, sekali saja presiden melanggar maka akan banyak orang yang bersikap abai dan apatis. Penegakan protokol kesehatan akan ambyar. Virus korona suka, mereka berdansa di udara, lalu menerjang warga.

Presiden pulang ke istana, warga ambruk dihantam korona. Jika sudah begitu, dapatkah argumen spontanitas presiden dan antusiasme warga dijadikan tameng? Tidak bisa begitu, Pak Bey. Celengan ayam saja paham bahwa kerumunan merupakan tempat favorit virus korona. 

Seluruh aparat di Istana Negara mestinya mencamkan dan mengingat petuah Pak Presiden. Pak Bey, saya ingatkan kalau-kalau Pak Bey sudah lupa. Pada satu hari dalam sebuah rapat terbatas, Pak Jokowi menyatakan bahwa keselamatan rakyat adalah hukum tertinggi.

Beritanya belum basi, Pak Bey. Baru beberapa bulan lalu. Pewarta yang mengabarkan berita itu malah dari pihak sekretariat kabinet. Ini tautannya di setkab.go.id, Pak Bey. Di situ tertera, tidak seorang pun yang saat ini memiliki kekebalan terhadap virus korona. Di situ juga jelas-jelas tercantum, siapa pun bisa menularkan virus korona kepada orang lain di dalam kerumunan.

Sekali lagi, Pak Bey, tolong ingatkan Bapak Presiden untuk menjadi teladan dalam penegakan protokol kesehatan. Kalau terus seperti ini, Pak Bey, lama-lama banyak yang menjadi pembangkang. Ke luar rumah tanpa masker, malas menjaga jarak, dan enggan mematuhi protokol kesehatan.

Sampai kapan kita akan terus begini, Pak? Sampai celengan ayam berkokok?! [kp]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun