Mohon tunggu...
Khrisna Pabichara
Khrisna Pabichara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Penyunting.

Penulis; penyunting; penerima anugerah Penulis Opini Terbaik Kompasianival 2018; pembicara publik; penyuka neurologi; pernah menjadi kiper sebelum kemampuan mata menurun; suka sastra dan sejarah.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Artikel Utama

Empat Prosa Lirih tentang Debu Rindu Masa Lalu Kita

29 Juni 2018   09:04 Diperbarui: 29 Juni 2018   16:47 3084
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Rindu membisiki hatiku dengan seruntun pesan. Hanya dua tahun untuk belajar berbicara, tetapi butuh lima puluh tahun untuk belajar tutup mulut. Kata rinduku, itu petuah Hemingway.

Tetapi bagiku, dua tahun atau lima puluh tahun sama saja. Aku selalu sulit menahan diri atas satu hal: Mencintaimu!

Tentang Masa Lalu dan Ketabahan Rasa

Setiap orang punya masa lalu, pahit maupun manis. Namun, bukan itu yang ingin disampaikan cintaku kepadamu. 

Di luar sana, ada orang lain yang merasa berkuasa atau diberi kuasa untuk menerakan cap baik atau buruk karena masa lalu orang lain. Atas masa lalu yang pahit atau manis itu, seseorang--termasuk kamu dan aku, atas nama hidupnya sendiri--berhak terus berjalan, walaupun berkali-kali terbentur dan terjatuh.

Sejatinya orang lain tak usah berpayah-payah mencibir, menghina, atau merisak nasib yang lain. Sebab yang sekarang terlihat manis, besok-besok bisa terasa pahit. Setiap orang punya kehidupan pribadi. Orang lain tidak perlu menjadi hakim atas takdir orang lain.


Yang kutakutkan, kamu menjadikan masa laluku--berdasarkan apa yang kaulihat sekarang dan apa yang kaudengar dari orang lain--sebagai pertimbangan dalam menakar cintaku. Jangankan tabiat, wajah saja bisa diubah. Yang pesek bisa sangat mancung, yang keriput jadi kencang, yang hitam jadi putih, yang temben jadi kisut. Aku bisa berubah, kamu alasannya. Kau juga bisa berubah, akulah alasannya. 

Kenangan mengajari kita cara mengambil jarak dari rasa panik, takut dan kecewa, akibat sekarat masa lalu. Aku mengajakmu, sekarang juga, menjauh dari getir masa lalu.

Tentang Kita yang Moga-moga Abadi Satu Rasa

Banyak hal yang tidak kuasa dituturkan lidah dan mataku, akhirnya disampaikan oleh penaku. Rinduku, misalnya. Dalam perkara menyatakan rindu, penaku lebih lincah dibanding mata dan lidah. Kau tahu itu, meskipun tak pernah kukatakan atau kunyatakan.

Bagaimana denganmu? Jika mata dan lidahmu tak mahir menyatakan perasaanmu kepadaku, kamu punya bunga. Kau bisa menyatakannya lewat bunga. Tak ada yang susah apabila kamu memang mau menyatakan perasaanmu kepadaku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun