Biasanya saat liburan, ialah saat saya bertemu dengan keluarga besarku. Sejak sebelum tamat S1 tahun 2001-2002, saya telah bekerja sebagai guru. Menjadi guru merupakan profesi yang sudah tidak asing bagi keluarga kami. Sepupuku (yakni saudara kandung ayah) guru Didimus dan isterinya guru Paskalia juga menjadi guru-guru Sekolah Dasar. Selain itu anak sepupuku yang lain guru Benti bersama suaminya ialah guru-guru SD. Anak-anak sepupuku juga ada yang menjadi guru-guru.Â
Saya menyebut sepupu ayah satu kakek yang menjadi guru bertahun-tahun hingga pensiun kini telah berpulang, seperti guru Tobias, guru Elias Mema dan guru Kobus. Saat liburan sekolah, saya menyambangi mereka satu demi satu. Sayang sekali sebagian besar sudah meninggal dunia. Kini tertinggal guru Didi bersama isterinya guru Paskalia, lalu ibu guru Benti dan suaminya guru Ignasius. Waktu bersama mama dan adik, serta Even berkunjung ke Halehebing tahun 2016 lalu, saya bertemu lagi ibu guru Broni bersama suaminya pak guru Ambros. Ibu guru Broni merupakan anak dari sepupuku Tribusius. Keduanya ialah guru-guru SMP, guru PNS. Jadi guru-guru dalam keluarga ayah yang saat ini masih hidup dan masih berkarya ada sekitar 10 orang.
Keluargaku yang lain banyak bekerja sebagai petani, peternak, pedagang dan bekerja di perusahaan sendiri dan perusahaan milik asing. Setahu saya, adik mama, namanya mama Wihelmina memiliki sapi terbanyak dalam keluarga besar. Kata mama, mama Wilhelmina memiliki sekitar 40 ekor sapi-sapi. Ayah saya bekerja sebagai tenaga pembangun terampil di biara, sebelum berhenti dan bergabung di perusahaan CV Samara, selebihnya beliau bekerja sendiri di bengkel kerjanya di rumah. Ayah kadang bekerja berdasarkan pesanan orang. Beliau biasanya mengerjakan sendiri sebuah rumah pribadi sampai selesai, istilahnya borok rumah. Ibu bekerja sebagai ibu rumah tangga, mengasuh kami anak-anak berjumlah 6 putera dan puteri di tambah anak-anak piara yang jumlahnya lebih banyak dari kami anak-anak kandungnya.Â
Saya amat menyukai masakan ibu sejak kecil. Ibu memiliki keterampilan memasak. Beliau dahulu sekolah misi, bagian rumah tangga temasuk menjahit dan memasak makanan. Oleh karenanya sejak masa muda ibu selalu mendapatkan tugas memasak makanan kalau ada pesta-pesta, baik di gereja maupun pesta di rumah-rumah undangan. Keterampilan memasak ibu rupanya ibu wariskan kepada adik saya wanita namanya Yustina. Selain itu ayah dan ibu masih memiliki kesempatan mengolah kebun dan sawah milik sendiri.Â
Keluarga intiku mengolah sawah dengan tenaga mesin traktor. Juga memanen dengan mesin rontok. Semuanya dilakukan dengan tenaga mesin. Termasuk memotong rumput dan membawa ke rumah selanjutnya menggiling padi di mesin penggilangan padi. Sama halnya juga dengan panenan jagung. Kami lebih banyak menggunakan mesin modern. Keluarga guru-guru juga bekerja sebagai petani sawah dan kebun. Kadang-kadang ayah dan ibu berdagang.
Kini Yustina bekerja di dapur asrama paroki Halilulik. Ia bertugas memasak makanan untuk anak-anak asrama paroki. Dari hasilnya bekerja, adikku Yustina kini memiliki mobil mini bus untuk mengantar para penumpang. Dari hasil tarik mobilnya dia bisa membantu menyekolahkan keponakan-keponakannya.Â
Saudara kandungku yang satu bekerja di Perusahaan kelapa sawit Malaysia. Dia pergi sejak anak-anaknya masuk Sekolah Dasar. Setiap bulan dia mengirim anak-anaknya uang untuk keperluan sekolah mereka. Kakak saya itu sudah bercerai dengan isterinya pada tahun 2005 lalu. Â Malam-malam beliau selalu berbiacara dengan anak-anaknya via HP dari tempatnya bekerja di Malaysia. Kaka Frans bukan sendiri berada di Malaysia. Paling kurang ia bersama sekitar 4 sepupu saya: Adik Poli, Adik Nofri, adik Blan. Sedangkan Manuel, Frans dan Yulius sudah kembali dari Malaysia dan kini bekerja swasta di rumah saja. Sepupu-sepupuku umumnya tinggal dekat dengan rumah nenek dan kakakeku baik dari pihak ayah dan ibu saya. Ini amat memudahkan mereka untuk memobilisasi keluarga kalau ada hajatan seperti pernikahan, kematian, kenduri, dll.Â
Saat sepupuku Januarius meninggal dunia, banyak orang berkumpul di rumahnya. Semuanya merupakan anggota keluarga baik keluarga dekat maupun keluarga jauh. Ia memiliki ladang yang luas dan banyak ternak kambing dan ayam di rumahnya. Dari antara keluarga-keluarga itu, hanya keluarga ayah dan ibu yang tinggal jauh dari rumah kakek dan nenek baik ibu maupun ayah. Kami tinggal jauh dari rumah nenek dan kakek karena kami mengikuti ayah bekerja. Liburan atau ada hajatan membuat kami bertemu di rumah kakek/nenek dan saudara-saudari  sepupu.
Sepupu-sepupuku dari ayah yang tidak bekerja sebagai PNS, tinggal di kebun-kebun mereka. Halaman rumah mereka merupakan kebun yang ditanami aneka hasil bumi seperti kelapa, mente, dll. Selain itu halaman rumah mereka sekaligus sebagai kandang ternak utamanya kambing, ayam dan sapi serta babi. Kalau kami berkumpul selalu ada hidangan daging ayam dengan santan kental, lalu ada hidangan moke dan laru. Dengan adanya banyak ternak-ternak, keluarga ayah dan ibu sudah terbiasa menjamu orang sejak dahulu kala. Saya masih menyaksikan hingga ratusan tengkorak babi di makam kakek dan nenek di Kotfrei-Nurobo.Â
Saya masih bersyukur dianugerahi keluarga besar yang aman dan sejahtera serta beriman. Semoga kami semua selalu diberkati Tuhan YME.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI