Mohon tunggu...
Ingan Pusuh Malem
Ingan Pusuh Malem Mohon Tunggu... Freelancer - Universitas Sumatera Utara

Alumni Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara Kajian Politik Internasional

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Ancaman Kedaulatan Negara Indonesia di Laut Natuna dan Implementasi Kebijakan Luar Negeri yang Diambil Pemerintah Indonesia

25 Januari 2022   15:01 Diperbarui: 25 Januari 2022   15:07 1505
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar China Coast Guard di Laut Natuna Indonesia 

            Illegal, Unreported, and Undregulated (IUU) Fishing merupakan praktik  memancing yang dilakukan berlawanan dengan hukum terkait konservasi dan pembatasan dalam memancing. Illegal fishing disini adalah aktivitas memancing yang dilakukan oleh kapal nasional atau asing di perairan yang terdapat dalam yuridksi suatu negara, tanpa izin atau melanggar hukum dan regulasi negara tersebut. Unreported Fishing disini dapat diartikan sebagai aktivitas memancing yang tidak dilaporkan atau memakai laporan palsu dalam beraktivitas di perairan negara yang bersangkutan. Sedangkan unregulated Fishing adalah aktivitas memancing yang dalam wilayah suatu organisasi pengelolaan perikanan yang dilakukan oleh kapal  tanpa kewarganegaraan atau kapal negara yang tidak termasuk dalam organisasi perikanan tersebut, yang telah berlawanan dengan hukum dan regulasi yang ditentukan  oleh organisasi perikanan yang bersangkutan.

            Lalu, bagaimana perpektif realisme dapat menganalisis  pelanggran Illegal, Unreported, and Unregulated  (IUU) yang dilakukan oleh negara China? Kedatangan  kapal kapal asing yang tidak diizinkan secara legal, seperti kapal kapal China untuk memasuki peraiaran Laut Natuna. Kapal-kapal tersebut bukan  hanya memasuki kawasan perairan Indonesia, tapi  turut juga megambil potensi alam berupa ikan yang ada di perairan  tersebut.  China di dalam kasus tersebut tidak  mau  hengkang dari perairan  Laut Natuna dan juga turut serta mengajukan klaim atas sebagai kawasan perairan Laut natuna. Tentu saja, dari sudut pandang realisme,  yang seperti sudah dijelaskan penulis seperti diatas, bahwa teori realisme mengasumsikan bahwa lokasi/ wilayah geografis suatu bangsa, akan memberikan pengaruh terhadap kemampuan  nasionalnya serta orientasi kebijaksanaan politik luar negerinya. Karena di dalam pendekatan tersebut faktor geografis dan wilayah menjadi  penentu bagi para pengambil kebijakan luar negeri dalam mengimlementasi kebijakan luar negeri yang akan diambil nanti.

            Menurut pandangan penulis , kedatangan kapal China tersebut, tentunya dapan berpotensi menjadi ancaman kedaulatan bagi Indonesia. Sebab para nelayan yang mengambil ikan di perairan Laut Natuna tersebut Juga ditemani atau dikawal oleh kapal militer dan kapal penjaga pantai milik China. Dengan menggunakan pendekatan realisme, seperti  dalam pandangan filosofis (Thucydides, Thomas Hobbes, dan Niccolo Marviavelli) memberikan landasan berpikir  Hubungan Internasional- khususnya perspektif realime untuk mengkaji hubungan Internasional dari sudut pandangan  bahwa hakikatnya manusia yang agresif dan egoistic,Kecendrungan untuk bersaing dalam memperjuangkan kekuasan, dan penggunaan perang sebagai instrument untuk memperjuangkan  kekuasaaan, dan penggunaan perang sebagai instrument untuk menguasai  atau mengontrol pihak lain. Dari pendekatan ini penulis  berpendapat bahwa tujuan China untuk datang ke Laut natuna adalah untuk kepentingan nasionalnya yakni, untuk mengambil ikan yang berada  di perairan tersebut . Kedatangan para nelayan  ini yang di temani  oleh kapal militer dan penjaga  pantai milik  China menunjukkan bahwa tindakan para nelayan  tersebut, memanglah didukung oleh pemerintah negaranya. Kemudian, China yang datang ke perairan Laut Natuna juga bertujuan untuk menunjukkan kekuatan militer dan hegemoni kekuasaan negaranya. Padahal dengan jelas jelas bahwa China juga merupakan salah satu negara yang turut serta menandatangani UNCLOS (United Nations Convention on the lau of Sea), yang sering disebut konvensi PBB tentang Hukum Laut. Hingga saat ini, tak kurang bahwa ada 158 negara yang tergabung dalam konvensi ini. Indonesia sendiri telah meratifikasi Konvensi ini melalui UU No. 17 tahun 1982. Undang-Undang atau konvensi ini tentunya memiliki makna penting bagi Indonesia untuk mendapatkan pengakuan resmi dari masyarakat Internasional, serta undang-undang tersbeut juga mempunyai peran bagi Indoensia dalam mengambil tindakan tegas terhadap  kapal-kapal asing yang secara illegal telah datang ke perairan Laut Natuna.

            Lalu bagaimana bentuk kebijakan  luar negeri yang diilakukan Indonesia dalam meresponi masalah tersebut? Seperti  yang telah dijelaskan di dalam tulisan  saya tersebut, bahwa kebijakan luar negeri  adalah akumulasi dari pengambilan keputusan secara politis melalui berbagai macam pertimbangan. Menurut pandangan penulis, bahwa pemerintah Indonesia dalam mengambil setiap kebijakan luar negeri tentunya akan selalu mempertimbangkan kepentingan nasional Indonesia dan juga aspek keamanan dan kedaulatan negara. Pertama, Klaim China atas sebagian kawasan laut natuna. Oleh pemerintah Indonesia sendiri, menganggapi klaim  itu tidak beralasan, Menteri Luar negeri Retno Marsudi menjelaskan bahwa Perairan Laut Natuna adalah wilayah  kedaulatan Indonesia yang sah berdasarkan Konvensi Hukum Laut (UNCLOS 1982 oleh PBB). Kemudian, ketika kedatangan kembali puluhan kapal nelayan China ke perairan tersebut pada tanggal 24 Oktober 2019. Indonesia dengan  tegas mengambil kebijakan yakni, pemantauan TNI yang berjaga-jaga yang ditambah kapal ,perang dan pemerintah Indonesia dan masih tetap juga mengutamakan diplomasi perdamaian untuk menghindari konflik yang semakin memanas yang  dapat memicu perang.

            Implementasi kebijakan yang diambil oleh pemerintah Indonesia adalah dengan berfokus pada pengelolaan  sumber daya kelautan secara optimal dan berkelanjutan. Indonesia juga berusaha berfokus melakukan diplomasi maritime melalui kerja sama dnegan negara-negara lain dalam bidang kemaritiman dan upaya menangani konflik seperti IUU Fishing, pelanggaran kedaulatan,sengeketa wilayah, perompakan, dan pencemaran laut. Diplomasi maritim yang diambil oleh pemerintah ini merupakan pelaksaan yang bukan hanya sebatas untuk aspek kelautan, tetapi juga pada tingkat bilateral, regional, dan global. Diplomasi ini juga menggunakan aset kelauatan, baik sipil maupun militer unutk memenuhi kepentingan nasional Indoneisa sesuai dengan hukum nasional dan Internasional. Tentunya usaha ini akan  banyak melibatkan lembaga eksekutif yang mengekskusi setiap pertimbangan keputusan yang diambil oleh negara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun