Di tengah upaya global untuk meningkatkan kualitas hidup generasi masa depan, pemberian Air Susu Ibu (ASI) eksklusif selama enam bulan pertama kehidupan bayi menjadi pilar utama yang tidak boleh diabaikan. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menargetkan setidaknya 50% cakupan ASI eksklusif global tercapai pada tahun 2025. Namun, di Indonesia, angka ini masih berada di bawah target, dengan berbagai faktor yang memengaruhi rendahnya tingkat keberhasilan menyusui.
Salah satu faktor yang sering kali luput dari perhatian adalah lemahnya niat dan motivasi ibu dalam menyusui, yang berakar pada tekanan psikologis dan kurangnya dukungan spiritual. Banyak ibu merasa cemas terhadap kemampuan mereka memproduksi ASI, padahal secara fisiologis, sekitar 95–98% perempuan dapat menghasilkan ASI yang cukup. Sayangnya, mitos, stres, dan persepsi negatif membuat banyak ibu memilih menyerah sebelum mencoba secara optimal.
Dari Niat Menjadi Tindakan: Pentingnya Persiapan Mental dan Spiritual
Dalam teori psikologi perilaku, niat adalah akar dari setiap tindakan. Ibu yang memiliki niat kuat menyusui cenderung lebih bertahan dalam proses menyusui, bahkan ketika menghadapi tantangan. Niat ini tidak muncul begitu saja—ia dibentuk oleh pengetahuan, pengalaman sebelumnya, dukungan sosial, dan yang tak kalah penting: kekuatan batin.
Niat menyusui yang kuat dibangun sejak kehamilan. Masa ini merupakan waktu krusial dalam mempersiapkan tidak hanya tubuh, tetapi juga pikiran dan jiwa ibu agar siap menjalankan proses menyusui. Untuk itu, pendekatan yang mengintegrasikan aspek psikis dan spiritual sangat dibutuhkan dalam upaya penguatan ibu menyusui.
Terapi Spiritual Mindfulness: Menyelaraskan Tubuh, Pikiran, dan Jiwa
Terapi spiritual mindfulness adalah bentuk intervensi psikospiritual yang memadukan kesadaran penuh (mindfulness) dengan nilai-nilai spiritual untuk menciptakan ketenangan, penerimaan, dan keyakinan diri. Terapi ini membantu ibu untuk hadir secara utuh dalam proses kehamilan dan menyusui, mengelola kecemasan, serta memperkuat ikatan emosional dengan bayi.
Latihan mindfulness seperti conscious breathing, refleksi diri, doa, dzikir, afirmasi positif, dan meditasi syukur bukan hanya menenangkan pikiran, tetapi juga memberi makna spiritual terhadap peran keibuan. Dalam momen tenang ini, ibu belajar untuk percaya pada tubuhnya sendiri, merasakan kehadiran bayi, dan menerima setiap perubahan sebagai bagian dari proses sakral menjadi seorang ibu.
Praktik spiritual ini juga memperkuat motivasi intrinsik—dorongan batin yang muncul bukan karena imbalan, melainkan karena kesadaran akan pentingnya menyusui sebagai bentuk kasih sayang dan tanggung jawab kepada anak. Ketika motivasi ini diperkuat oleh nilai religius dan mindfulness, maka niat menyusui menjadi semakin kokoh dan tidak mudah goyah.
Dari Komunitas ke Kebijakan: Integrasi dalam Layanan Kesehatan Ibu
Implementasi terapi spiritual mindfulness dapat dilakukan dalam bentuk sesi kelompok ibu hamil dan menyusui yang dipandu oleh tenaga kesehatan profesional dan fasilitator spiritual. Program ini bisa menjadi bagian dari layanan antenatal atau posyandu, terutama di daerah dengan cakupan ASI eksklusif yang rendah. Materi yang diberikan tidak hanya edukatif, tetapi juga transformatif—membantu ibu menyusun strategi mental dan spiritual dalam menghadapi fase menyusui.