Mohon tunggu...
Armita Sofani
Armita Sofani Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cries of Rain

15 April 2018   16:26 Diperbarui: 15 April 2018   16:26 339
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Cries of rain

Hujan adalah anugrah dari tuhan untuk segala mahluk hidup didunia, tapi mengapa aku tidak menyukainya, aku selalu berfikir bahwa hujan datang dengan kegelapan dan tangisan dari langit, kadang terdengar gemuruh yang sangat menyayat telinga, hari ini hujan deras sekali, aku duduk diatas kursi empuk berwarna hitam, menatap keluar jendela yang basah karena rintikan hujan, angin tampak mendorong jendela ingin masuk, untung sudah aku kunci kalau tidak korden kesayanganku basah kataku dalam hati, kadang aku melamun tentang dia sosok yang membuatku menyukai hujan sekarang, lelaki berbaju biru dengan kacamata tebalnya, setiap aku bertemu dengannya selalu ada komik disampingnya, laki- laki pecinta komik tapi bukan komik comedi, melaikan komik dengan cerita menegangkan yaitu detektif konan, aku berfikir kalau dia adalah karaker asli detektif konan didunia nyata tapi sayangnya dia sedikit menyebalkan, dia sangat bertolak belakang denganku tapi dia seperti seseorang yang sudah lama aku kenal tapi siapa seperti mengenalnya tapi lupa, dia sangat menyukai hujan dan aku tidak, sejak itu ditanggal 11 maret 2017 dihari minggu dia memberiku pelajaran yang sangat berharga bahwa hujan bukanlah tangisan dari langit lagi.

Aku adalah gadis berumur 21 tahun, warna kulitku kuning langsat dan aku suka dengan kucing, aku sangat menyukai binatang kecuali ular dan kecoak.. itu menyeramkan, kegiatanku setiap hari selain memandikan liona kucing kecilku, adalah aku harus pergi kekampus setiap pagi, hal itu yang kadang membuatku malas, aku bukan mahasiswa yang disiplin, kadang aku masih bermimpi dikasur empukku dijam masuk kuliah, itu yang membuat ibuku slalu membelikanku jam weker setiap minggu dari yang kecil sampai besar, aku bukan kolektor jam weker, ibukku saja yang terlalu berlebihan agar aku bisa bangun pagi, wajar saja ibu selalu membelikan jam weker untukku setiap minggu karena tanpa sadar aku selalu membanting jam wekerku setiap bangun tidur karena bunyi berisik dari dalam jam itu.

 Namaku, ellensia anita luxsi atau dipanggil lensi, kadang aku heran kenapa nama pangilanku diambil ditengah- tengah kalimat nama depanku, aku lebih suka dipanggil ellen, nama aku sangat barat sekali karena ayahku bukan orang indonesia, iya aku basteran indonesia kanada, ayahku luxsi dan ibuku anita makanya nama belakangku anita luxsi, aku tinggal dijakarta selatan rumah bercat orange yang baru dicat ayah kemarin, aslinya rumahku adalah peninggalan dari nenekku yang super keren karena dia mantan penyanyi jaman dulu, dia sangat menyukai lagu barat, setiap pagi selalu membunyikan lagu dari piringan hitam miliknya kadang aku ingin menjualnya karena sangat berisik dan pastinya kaset- kaset itu mahal karena antik, semenjak nenek meninggal aku tidak ingin menjualnya karena aku sangat merindukannya.

 Hari ini pukul 08: 30 tanggal 20 januari 2017 dihari rabu aku sudah berada dikampus kelas 1D jurusan komunikasi, aku benar -- benar pusing dengan segunung tumpukan buku refrensi yang aku pinjam kemarin untuk tugas makalah, datang teman kampusku yang sekelompok denganku, namanya tia dia sangat cerewet tapi dia adalah sahabat yang baik sejak semester 1 sampai sekarang, dia berkata sambil membawa tas hijau bermerek chanel "lensi ayo kita keperpustakaan lagi sepertinya kita masih membutuhkan refrensi buku, kamu tau sendiri kan pak yoga dosen terseram dikampus ini, dengan kumis tebal seperti pak raden", aku pun menjawabnya dengan wajah lesu tapi dalam hati semangat karena aku bisa bertemu dengan lelaki berkaca mata itu lagi disana "ayo! sekarang kita pergi, aku juga ingin menumpang wifi disana" tia tertawa sambil berkata " kamu sangat lucu sekali, itu alasanmu kan agar bisa bertemu kakak berkaca mata itu lagi", aku tersenyum malu, sesampai disana suasana senyap walau banyak orang hanya suara kertas setiap membalikan satu persatu halaman, aku melihat sekeliling perpustakaan, dari kejahuan aku melihat dia lagi setelah sebelumnya aku melihat dia disini saat buku pinjamanku jatuh dan ia menolongku walaupun sedikit menyebalkan, saat itu aku mengucapkan terima kasih padanya tapi dia hanya terdiam lalu pergi, itu membuatku tidak ingin memperlihatkan hal bodoh lagi kehadapannya, saat aku sedang mengamati dia, tia memanggilku bahwa buku yang kita cari sudah ketemu, ahirnya kita keluar perpustakaan tapi aku tetap mengamatinya dari jauh, ini bukan pertemuan pertama kalinya, aku bertemu pertama kali dengannya di taman kampus, disaat itu hujan deras, aku tidak membawa payung, tiba- tiba dia datang dengan payung yang sudah terbuka, hanya saja saat itu aku kebingungan, seperi biasa dia hanya diam memberikan payung lalu pergi, bodohnya aku seperti patung, tidak tau harus ngomong apa sampai sekarang aku belum tau siapa namanya,.

 Hari mulai sore matahari pun sudah menampakan warna jingga seakan menyapa untuk berpisah berganti dengan cahaya lembut dari bulan. Tepat pukul 05: 00 aku sudah berada diparkiran kampus untuk mencari mobilku yang terparkir, kali ini aku sendirian, tia sudah lupa waktu kalau bertemu pacarnya, aku sangat benci menunggu, ahirnya aku mengirimkan pesen singkat pada tia untuk izin pulang dulu, katanya dia akan mampir dengan pacarnya pergi nonton bioskop nanti malam, oh iya ini malam minggu aku hampir lupa sahutku dalam hati, aku sudah terbiasa sendiri setiap malam minggu, aku selalu datang ke cafe kesukaanku. tempat terahir aku bertemu cinta pertamaku, 8 januari 2015 aku berteman dengan teman waktu SMA, sejak lulus aku selalu bertemu dengannya, menghabiskan waktu dengannya sampai ahirnya ditanggal 14 februari 2015 kita jadian, disitu aku sangat bahagia, dia segalanya bagiku, dia anugerah dalam hidupku, dia perlakukanku bagaikan seorang putri, tapi semenjak dia memutuskan kuliah diluar negeri aku tidak berjumpa dengannya lagi, sampai tiba- tiba dia datang dan ingin pindah saja ke indonesia, dicafe itulah terahir aku bertemu denganya, dia berjanji akan kembali dan memberikan sebuah janji untuk lebih serius lagi denganku, saat itu aku sangat bahagia dia pun pamit untuk pulang katanya besok dia harus kembali kelondon untuk mengurus perpindahan kuliah ke indonesia, aku dan dia pun berpisah ditempat itu juga. tapi suatu kejadian yang membuatku benci terhadap hujan adalah, ketika dia tidak pernah kembali sampai kapanpun itu. kejadian itu Saat hujan deras halilintar menyambar keras sekali, sampai aku ketakutan, suara ponselku berbunyi, tia menyuruhku untuk menghidupkan televisi, aku sangat khawatir " ada apa tia? Kenapa suaramu sangat gugup, apa yang terjadi, tolong bicaralah" tia hanya menyuruhku untuk menghidupkan televisi, aku menghidupakn televisi sambil bertanya- tanya ada apa sebenarnya. Remot yang aku bawa pun terjatuh, pesawat yang ditumpangi cinta pertamaku terjatuh karena hujan yang sangat deras serta halilintar menyambar, korban dipastikan tidak ada yang selamat, selama 2 tahun aku sangat terpukul, ibu selalu mengajakku kesekiater karena aku jarang makan dan sering menangis, hari pun berlalu ibu dan tia lah yang selalu menyemangatiku sampai sekarang walaupu aku sudah lupa dengan kejadian itu, hujan selalu mengingatkanku tentang hal yang membuatku bener- benar hancur, aku selalu menyalahkan hujan, padahal itu sudah takdir tapi aku tidak bisa mengotrol diri untuk selalu menyalahkan hujan, iya bener tidak masuk akal tapi perasaanku selalu berfikir seperti itu, hujan yang membuat dia pergi, tapi semenjak bertemu dengan lelaki berkacamata itu seperti ada yang beda, dia datang disaat hujan walau belum mengenalnya tapi seperti sudah sangat lama aku mengenalnya, seperti tidak asing.

 Sesampai dirumah ibu sudah sangat cerewet hari ini, katanya dia sangat ingin pizza didekat komplek, maklum saja saat ini ibu sedang mengandung adekku, kadang ayah sering bangun tengah malam untuk membelikan makanan yang susah dicari. bergegas aku keluar rumah untuk menuju toko pizza, karena tidak terlalu jauh dari rumah aku memutuskan untuk jalan kaki saja, sekali- kali berolaraga fikirku, sesampai disana aku sangat kaget, lelaki itu ada disini, sepertinya dia bekerja sebagai kasir, aku sangat gugup. Sampai ingin pinsan saja. Rupanya diluar hujan. sambil membayar aku berkata dalam hati "haduh sial aku tidak membawa payung bagaimana dengan pizza ini. Ibu pasti sudah menunggu". Tiba- tiba lelaki itu berkata. Aku sangat kaget pertama kali dia berbicara padaku, aku sangat gugup benar- benar gugup sekali." Tunggu sebentar disini ( tak lama dia memberikan payung berwarna hijau padaku) ini payung untuk kamu pulang ellen" dia tau namaku dalam hati aku sangat ingin meledak ingin rasanya jantungku copot. Aku pun keluar toko dengan payung pemberiannya itu. Ditengah perjalanan pulang tiba- tiba dari belakang ada yang memangilku, rupanya lelaki berkaca mata berlari menghampiriku. Aku terdiam kaku. Tangannya memegang tanganku untuk memberikan pelastik berisi sekotak pizza yang aku pesan, rupanya pizzaku tertinggal, aku sangat ceroboh sambil memukul kepalaku sendiri, ia tersenyum sangat manis, sambil berkata " ahir- ahir ini mungkin kamu banyak fikiran, hati --hati dijalan hujan akan selalu menyejukan fikiranmu" aku hanya menjawab iya. Hari ini sangat spesial sekali. Tapi sayang aku belum menanyakan mananya aku harus bisa berani menanyakan namanya saat bertemu kembali.

 Pagi ini kuliahku sedang libur. Aku masih sibuk dengan tugas yang belum selesai. dering ponselku berbunyi. Tia mengirimkan pesan singkat untuk aku datang kecafe dekat kampus. Katanya ada sesuatu yang ingin disampaikan. Aku bergegas untu menuju kesana. Aku tutup laptopku yang sebelumnya terbuka. Sesampai disana dari kejahuan tia sedang mengobrol dengan seorang lelaki, yang membelakangi pandanganku. Rupanya  lelaki berkaca mata itu menoleh kearahku. Aku sangat gugup, tia hanya tersenyum mengejek. aku pun menanyakan mengapa tia dan lelaki itu bisa bertemu. Tia menjawab dengan senyum lebar " aku tidak sengaja bertemu denganya. Dia rupanya teman pacar aku tio. aku ajak ngobrol saja" aku tampak gugup dan terdiam. Tia memukul pundakku dan berkata" rain ini temanku lensia" lelaki itu pun menjawab " kita sering bertemu tapi kita belum pernah berkenalan" aku pun menjawab dengan bingung. "Sepertinya kamu tau nama depanku ditoko pizza kemarin " dia mengambil sesuatu dari sakunya. Sambil memberikanya kepadaku  ia berkata " ini kartu perpustakaanmu saat kamu jatuhkan buku- bukumu tertinggal dilantai dan aku simpan, tapi aku selalu lupa untuk mengembalikanya" dalam hatiku (makanya kemaren aku cari tidak ada) aku pun mengucapkan terima kasih. Semenjak itu kita mulai ngobrol sampai ahirnya, kita sering jalan, tapi ada yang aneh setiap aku melihat wajahnya dari dekat, dia seperti seseorang yang sebelumnya aku kenal tapi aku tidak tau siapa. Puncaknya ketika berada dicafe kesukaanku dia sangat mengenal kasir dan pekerja disana. Seperti sudah kenal lama. Padahal dia pernah mengatakan padaku kalau pertama kali masuk kecafe ini. Aku pun menanyakan hal itu pada kasir cafe dia hanya berkata " saya tidak mengenalnya tapi dia seperti mengenal kami, dia tau nama saya dan pekerja yang lainnya" aku bener --benar bertanya- tanya siapakah dia sebenarnya.

Keesokan harinya dia menjemputku.ditanggal 11 maret 2017. dia mengajakku kesebuah taman dikota. Sambil memegang tanganku dia berkata " apa kamu tidak mengenaliku ellen." Dalam hatiku ( dia selalu memangilku ellen dan itu sama persis panggilan sayang dari cinta pertamaku, tapi tidak, dia sudah meninggal, tidak mungkin dia disini, wajahnya berbeda, tubunya pun berbeda) aku pun menjawab dengan kebingungan " kamu rain, kita sudah kenalan kan 3 bulan yang lalu. Masak aku lupa". "aku akan berkata sejujurnya" sahut rain " aku orang yang 2 tahun lalu memberikanmu janji". Tiba- tiba hujan turun. Aku menjawab dengan tangis " kamu nino? Cinta pertamaku? Kamu kan sudah enggak ada. pesawat itu? Kabar itu? Kamu berbeda, siapa kamu ? kamu bukan nino?" tangannya pun menutup bibir merahku yang sedang bertanya. Sambil mengusap air mataku, dengan wajah basah karena rintikan hujan dia menjawab " aku akan menjawab semua pertanyaanmu, nama panjangku nino arain saputra, aku rain dan juga aku nino, rain dan nino orang yang sama. Tanpak beda karena aku memakai kacamata (melepas kacamata) aku sedikit kurus karena memikirkanmu, kejadian dulu alhamdullilah aku tidak jadi terbang dengan pesawat itu, karena hujan deras yang membuat jalanan macet dan banjir yang membuatku telat, ahirnya aku ketingalan pesawat. Dulu sempat sebal dengan hujan. Tapi aku sangat bersyukur karena hujanlah yang menolongku dari kecelakaan itu, Aku tidak bisa menemuimu. Karena saat itu aku langsung booking tiket pesawat yang lain. Dilondon membutuhkan waktu lama untuk meminta surat pindah kuliah. Aku sangat menghawatirkanmu. Ponselku tertinggal dicafe saat kita bertemu terahir kali. Aku ganti ponsel baru disana. sialnya aku lupa nomer kamu dan baru bisa balik keindonesia 2017. Sebelum aku mendaftar keuniversitasmu aku mampir ke cafe kita dulu. Untung ponsel itu masih tersimpan. Disitu aku sangat terkejut. Pesan dari ponselku dulu. Kamu mengira kalau aku sudah tiada. Aku takut untuk menemuimu. aku memberanikan diri. Aku melihatmu dari kejahuan kehujanan. Aku membeli payung dari toko sebelah taman untukmu. Tapi kamu tidak mngenali aku. Maafkan aku sudah membuatmu khawatir dan stres selama ini memikirkanku. Aku memutuskan bekerja ditoko dekat komplek agar bisa melihatmu, karena kamu sering melewati toko itu setiap pergi kuliah. Aku sudah 6 bulan mendaftar dikampusmu. Tapi kamu tetap tidak mengenaliku, aku seperti sosok asing dimatamu. Tapi dengan ini aku selalu berada didekatmu. Maafkan aku karena aku kamu membenci hujan" tiba- tiba datang ibu, ayah dan tia ditaman itu. Nino atau juga disebut rain bertekuk lutut dihadapanku. Sambil mengeluarkan kotak kecil berwarna merah, terlihat jelas cincin bermata merah sambil berkata " jangan benci hujan, hujanlah yang menolongku dari kecelakaan itu, hujan juga yang mempertemukan kita lagi, hujan yang menjadi saksi kita sekarang, will you marry me ellensia anita luxsi? " sambil menangis aku memeluknya dan menjawab " iya aku mau" suasana pun riyuh dengan kegembiraan. ayah dan ibu serta tia sudah tau kalau nino masih ada. ini kejutan yang tidak terlupakan. aku belajar sekarang bahwa hujan adalah anugerah perjalanan cintaku. bukan tangisan dari langit tapi intan yang jatuh untuk memberikan cahaya cinta yang aku tunggu. Sekarang dia kembali seperti pelangi yang datang setelah hujan. Terimakasih hujan

.TAMAT.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun