Mohon tunggu...
Yuka Langbuana
Yuka Langbuana Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Konservatif tertib nalar. Washington State University Senior majoring in Computer Science and Economics Follow saya di Twitter dan Instagram: @YukaLangbuana

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Tugas Mayoritas: Melindungi Hak Minoritas dengan Supremasi Hukum

13 Juli 2017   20:36 Diperbarui: 14 Juli 2017   17:33 2671
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber ilustrasi: dunavmost.bg

"The accumulation of powers, legislative, executive, and judiciary, in the same hands, whether of one, a few, or many, and whether hereditary, self-appointed, or elective, may justly be pronounced the very definition of tyranny". - James Madison

Pasca reformasi tahun 1998, rakyat Indonesia terus belajar berdemokrasi secara dewasa. Dimulai dengan pengadopsian asas-asas dan tradisi-tradisi demokrasi ke dalam roda pemerintahan, hingga mencabut dan menambahkan undang-undang untuk memastikan keberlangsungan demokrasi untuk generasi selanjutnya. Seperti layaknya seorang siswa yang sedang diperkenalkan dengan materi pelajaran yang baru, ada kalanya kita tersesat dan malu untuk bertanya, hingga akhirnya kita memilih jalan yang di masa depan mungkin kita akan menyesal telah memilihnya.

September 2012
Saya saat itu duduk di bangku kelas 10 SMAN 54 Jakarta. Waktu menunjukan pukul 9:00, saatnya pelajaran agama Islam. Guru kami saat itu masuk ke kelas dan memulai pelajaran tentang hukum qisas dan rajam. Kami semua seperti biasa duduk merebahkan badan mendengar materi pelajaran yang disampaikan bak dongeng.

Setelah beberapa menit kami mendengarkan materi dari guru kami, beliau memberikan pernyataan penutup sebelum mempersilakan kami bertanya:

"Islam sebagai agama yang diturunkan Allah S.W.T sudah lengkap meliputi segala sendi kehidupan manusia. Mulai dari bangun sampai tidur, semuanya sudah diatur. Hukum ini adalah hukum yang lebih lengkap dari hukum buatan manusia yang kita miliki saat ini (hukum di Indonesia). Sudah sepatutnya hukum Islam diterapkan di negara kita, karena mayoritas penduduk kita adalah muslim yang harus tunduk pada hukum Allah".

Termenung saya mendengar pernyataan itu. Saya adalah seorang muslim yang harus tunduk pada hukum agama yang saya anut. Di sisi lain saya memikirkan apakah Indonesia secara keseluruhan rela mengganti ideologi negara dengan hukum syariat? Ah, biarlah saya kesampingkan pikiran ini untuk sementara, ada tugas dan PR yang sudah menumpuk untuk dikerjakan.

Dan layaknya anak SMA pada umurnya, pikiran itu lenyap ditelan keceriaan bermain bola dan pencarian tambatan hati...

Agustus 2016
Satu tahun sudah saya meninggalkan tanah air untuk menuntut ilmu di Amerika Serikat. Tiket pulang menuju Soekarno-Hatta terselip di antara lembar paspor saya dan siap menemani perjalanan pulang. Sesekali saya memandang burung garuda yang terpatri pada halaman depan paspor. Rasa rindu merasuki hati akan SMA saya dahulu. Terbayang wajah-wajah guru yang telah mendidik saya, satu per satu teringat ucapan dan pesan mereka hingga tiba memori saya pada guru agama kelas 10 saat itu.

Bak hari kemarin, terngiang perkataannya tentang hukum syariat yang pernah saya kesampingkan dahulu. Di saat itulah saya terbayang akan diri saya sendiri saat baru memulai perkuliahan. Sendirian dan termasuk kaum minoritas di Amerika, rasa ketidakpastian akan perlindungan sosial perlahan menyelimuti saya. Apakah saya akan mengalami diskriminasi? Akankah asal-usul saya menjadi bahan tertawaan? Apakah keyakinan saya akan dilecehkan?

Amerika Serikat adalah negara dengan mayoritas penduduk Protestan. Saya sendiri pernah melihat pendeta-pendeta dan penceramah Protestan datang ke kampus dan menyebarkan pesan Kristus kepada mahasiswa & mahasiswi di sana. Sebagai keyakinan yang dianut oleh sejumlah besar anggota pemerintahan lokal maupun federal, hukum yang mendiskriminasi kaum minoritas seperti saya sendiri akan dengan mudah diimplementasikan. Tetapi mengapa pengalaman saya menunjukan hal sebaliknya? Mengapa status saya sebagai seorang muslim justru memproteksi saya sendiri dari hinaan dan celaan kaum mayoritas di Amerika Serikat?

Para pendiri Amerika Serikat menyadari kelemahan dari sistem demokrasi langsung yang mereka anut. Dengan keadaan di mana satu orang memegang hak atas satu suara, secara teori, golongan dengan jumlah paling besar akan selalu memenangi kontes perebutan tempat dalam kursi pemerintahan. Para pemenang ini tentu datang membawa tuntutan dan keinginan golongannya. Tanpa hukum yang jelas mencegah mereka menabrak kepentingan golongan-golongan yang jumlahnya lebih kecil, tidak ada jaminan bagi kaum minoritas atas hak mereka sebagai warga negara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun