Mohon tunggu...
Agus Sutisna
Agus Sutisna Mohon Tunggu... Dosen - Lecturer I Researcher IInstagram : @kiagussutisna

Dosen | Pegiat Sosial | Menulis berharap ridho Allah dan manfaat bagi sesama.

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

Lima "Kartu Kuning" DKPP untuk Ketua KPU RI

29 Maret 2024   07:14 Diperbarui: 29 Maret 2024   08:36 293
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto suasana sidang etik dugaan pelanggaran verifikasi faktual partai politik peserta pemilu dengan mengubah data dari tidak memenuhi syarat menjadi memenuhi syarat, di DKPP, Jakarta, Rabu (8/2/2023). (KOMPAS/Hendra A Setyawan)

Mengapa hanya peringatan dan terus peringatan saja, padahal diantara sanksi untuk Hasyim itu ada yang dengan eksplisit berbunyi "peringatan keras terakhir". Ada diksi "terakhir" dalam sanksi teguran ini. Lantas, "terakhirnya" itu kapan? Apakah DKPP memiliki aturan legal sendiri tentang diksi "peringatan keras terakhir" itu?

Sidang DKPP. (detik.com)
Sidang DKPP. (detik.com)

Kewenangan DKPP

Bersama-sama dengan KPU dan Bawaslu, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) merupakan satu kesatuan fungsi sebagai penyelenggara Pemilu, yang misinya adalah menjaga dan menegakan martabat serta kehormatan penyelenggara Pemilu. 

Di dalam Pasal 1 angka 24 dan Pasal 457 ayat (1) UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu disebutkan, bahwa tugas DKPP menangani pelanggaran kode etik Penyelenggara Pemilu.

Kemudian di Pasal 458 UU 7 Tahun 2017 yang sama dijelaskan, bahwa DKPP menetapkan putusan setelah melakukan penelitian dan/atau verifikasi terhadap pengaduan tersebut, mendengarkan pembelaan dan keterangan saksi, serta mempertimbangkan bukti lainnya (ayat 10). Putusan mana bisa berupa sanksi atau rehabilitasi.

Jika putusan tersebut berupa sanksi, didalam ayat (12) dijelaskan sanksi itu secara opsional dapat berupa teguran tertulis, pemberhentian sementara, atau pemberhentian tetap untuk Penyelenggara Pemilu. Dan pada ayat (13) ditegaskan bahwa putusan DKPP bersifat final dan mengikat.

Perihal sanksi terhadap penyelenggara Pemilu yang terbukti melakukan pelanggaran Kode Etik diatur lebih detail di dalam Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilu. 

Di dalam Pasal 21 Peraturan DKPP ini disebutkan, bahwa DKPP berwenang menjatuhkan sanksi terhadap Penyelenggara Pemilu yang terbukti melanggar Kode Etik Penyelenggara Pemilu.

Sanksi sebagaimana dimaksud didalam Pasal 21 tersebut secara opisonal bisa berupa teguran tertulis, pemberhentian sementara, atau pemberhentian tetap (Pasal 22 ayat 1). Kemudian pada ayat 2 Pasal 21 ini disebutkan bahwa teguran tertulis itu berupa peringatan atau peringatan keras. Dan pada ayat 3-nya dinyatakan bahwa sanksi pemberhentian bisa berupa pemberhentian dari jabatan Ketua atau pemberhentian tetap sebagai anggota (komisioner) KPU.

Dari beberapa norma ketentuan tersebut dapat disimpulkan. Pertama sanksi berupa teguran tertulis hanya ada dua kategori, yakni peringatan dan peringatan keras. Entah bagaimana pertimbangannya DKPP kemudian mengintrodusir dan memberlakukan kategori teguran yang ketiga, yakni "peringatan keras terakhir".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun