Mohon tunggu...
Hendra Wardhana
Hendra Wardhana Mohon Tunggu... Administrasi - soulmateKAHITNA

Anggrek Indonesia & KAHITNA | Kompasiana Award 2014 Kategori Berita | www.hendrawardhana.com | wardhana.hendra@yahoo.com | @_hendrawardhana

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Keputusan yang Menentukan Nasib

19 November 2018   09:54 Diperbarui: 19 November 2018   19:10 776
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menyalakan api unggu di tengah hutan (dok. pri).

Dalam situasi sulit dan terbatas setiap orang pada dasarnya ingin melawan kesulitan dan keterbatasan itu. Saat itulah setiap orang punya potensi lebih kuat untuk bisa diandalkan.

Delapan orang sedang menghadapi kesulitan. Rombongan yang berisi seorang pemandu dan tujuh orang wisatawan itu terjebak di tengah hutan karena minibus yang ditumpangi mogok. 

Hari pun mulai gelap. Kondisi rombongan membuat situasi bertambah sulit. Ada anak kecil pengidap asma dan ada yang kakinya terkilir. Ada yang meski sudah sering keluar masuk hutan, tapi berusia lanjut dan belakangan ia "hilang" di dalam hutan. 

Demikian pula anggota-anggota lainnya yang saat itu dihimpit keterbatasan sehingga nasib rombongan ditentukan oleh sejauh mana mereka bisa menemukan solusi dan mengambil keputusan tepat secara cepat.

***

Situasi yang dialami rombongan itu membangkitkan ingatan saya tentang situasi-situasi sulit di hutan. Walau tidak sama persis, setidaknya sudah tiga kali saya berhadapan dengan situasi darurat di alam liar. 

Salah satunya terjadi pada Juni 2013 saat mengikuti eksplorasi Anggrek di kawasan hutan Nglanggeran, di Gunungkidul, Yogyakarta. Satu anggota terpeleset saat menuruni lembah yang terjal. Ia mengalami patah kaki sehingga tidak bisa bangkit dan berjalan.

Kecelakaan itu kami ketahui dari isyarat minta tolong yang berasal dari bunyi peluit. Sudah menjadi SOP dalam setiap eksplorasi di alam setiap orang membawa peluit. Kami mengenal isyarat bunyi peluit yang berbeda-berbeda untuk beberapa kondisi, seperti tersesat, bertemu dengan binatang buas, dan mengalami kecelakaan.

Evakuasi korban yang mengalami kecelakaan di hutan pada 2013 (dok. pri).
Evakuasi korban yang mengalami kecelakaan di hutan pada 2013 (dok. pri).
Saya bersama tim sweeper dan penolong segera mengupayakan pertolongan. Singkat cerita, setelah melalui upaya yang menguras tenaga dan perasaan, evakuasi berhasil dilakukan dengan menandu korban menuruni bukit hingga tiba di perkampungan. 

Selanjutnya korban langsung dibawa ke rumah sakit menggunakan mobil. Butuh waktu sekitar empat jam untuk mengatasi situasi mencekam tersebut.

***

Selalu ada kekhawatiran dan kecemasan saat menghadapi situasi seperti demikian. Oleh karena itu, jika menjadi pemandu yang membawa rombongan wisata dan terjebak di hutan, hal pertama yang saya lakukan adalah melawan rasa cemas, bersikap tenang, dan meyakinkan rombongan bahwa jalan keluar akan kita temukan bersama.

Memang situasinya tidak mudah. Makanan terbatas, alat komunikasi tidak leluasa digunakan, dan saat hari gelap potensi kesulitan bisa bertambah. 

Namun, pengalaman menunjukkan bahwa dalam situasi sulit dan terbatas setiap orang pada dasarnya ingin melawan kesulitan dan keterbatasan itu. Saat itulah setiap orang punya potensi lebih kuat dan bisa diandalkan.

Mengingat kondisi rombongan yang sudah kelelahan, pilihan realistis adalah tetap berada di lokasi minibus mogok setelah memastikan lokasi itu relatif aman. 

Berjalan menuju kampung terdekat akan semakin menguras tenaga dan berbahaya karena gelap serta jalurnya dekat dengan jurang. Pergi mencari bantuan dengan meninggalkan rombongan juga berisiko.

***

Menunggu di lokasi bukan berarti tidak berbuat apa-apa. Sementara terlambat mengambil keputusan bisa membuat situasi sulit berubah menjadi bahaya. 

Dengan memanfaatkan ponsel yang masih memiliki daya dan bisa menangkap sinyal, saya menelepon orang-orang yang paling mungkin bisa menolong dengan segera. 

Saat seorang rekan di dekat penginapan sanggup menjemput dengan mobil sedan, saya langsung memintanya berangkat. Memanfaatkan akses internet dari ponsel milik Prita, saya kirimkan titik GPS dan foto lokasi kami. 

Kepada rekan tersebut saya berpesan untuk mengisi bahan bakar secara penuh dan berhati-hati karena jalan menuju lokasi agak rusak.

Tepian hutan (dok. pri).
Tepian hutan (dok. pri).
Saya juga menghubungi penjaga pintu kawasan hutan yang memiliki sepeda motor. Saya memintanya ke lokasi dengan membawa selimut, minuman, dan lampu senter atau alat penerangan lainnya seperti lampu badai.

Usai memastikan pertolongan dari dua orang tersebut, saya meminta rombongan untuk tetap tenang dan menyimak penjelasan saya. Nantinya rombongan saya bagi menjadi dua. Kelompok pertama yakni Anggi, Kanaya, Fred, dan Her, satu persatu akan ikut petugas penjaga hutan ke pondoknya dan menginap di sana. 

Sementara saya, Lukman, Prita, dan Kevin menunggu mobil sedan untuk kembali ke penginapan. Keluarga Lukman perlu diprioritaskan kembali ke penginapan malam itu juga. 

Pertimbangan utamanya karena Kevin memiliki kerentanan penyakit asma. Sembari menunggu pertolongan datang, Lukman dan Prita harus terus bersama Kevin agar anak itu tetap nyaman dan memperkecil kemungkinan asmanya kambuh. 

Lukman membantu saya meyakinkan rombongan bahwa ini adalah cara terbaik. Waktu yang dibutuhkan untuk menjemput dan mengantar satu orang dengan sepeda motor ke rumah penjaga adalah 30 menit, sehingga untuk mengantar empat orang dibutuhkan sekitar 2 jam. 

Sementara mobil sedan diperkirakan akan tiba dalam 2 jam 15 menit. Dengan demikian membagi rombongan menjadi dua kelompok adalah pilihan terbaik karena semua akan bisa dievakuasi dalam waktu yang hampir bersamaan.

***

Saya mengajak Her mengumpulkan kayu dan ranting kering di sekitar lokasi untuk membuat api unggun. Selain untuk menghalau gangguan binatang liar, nyala api unggun juga menjadi penanda keberadaan kami.  

Suara motor terdengar mendekat. Penjaga tiba membawa apa yang saya minta, termasuk selimut untuk Kevin agar tidak kedingingan. Seperti diketahui udara dingin dan kelelahan bisa memicu asma kambuh.

Orang pertama yang harus dihantar ke rumah penjaga adalah Anggi. Sebelum Anggi pergi saya minta sebagian cokelat miliknya. Setibanya di rumah penjaga Anggi harus segera mengobati kakinya yang terkilir agar tak semakin parah.

Saya meminta rombongan yang tersisa untuk beristirahat di dalam minibus dan makan dengan berbagi makanan yang ada, termasuk cokelat dari Anggi. Sementara saya dan Her berada di luar memperhatikan situasi sekitar. 

Kepada Her saya katakan tidak perlu memperbaiki minibus malam itu karena sulit memperbaiki radiator kendaraan tua yang rusak. Lebih baik ia menghemat tenaga dan memulihkan fisiknya yang mulai lemas. Sebagai orang kepercayaan saya, sudah pasti Her menurut.

Penjaga sudah datang kembali dan kali ini saya meminta Kanaya untuk ikut. Gadis itu terlihat semakin takut dan cemas dengan situasi yang ada. Membiarkannya terlalu lama di rombongan bisa mempersulit keadaan. Dengan mengantarnya ke rumah penjaga ia bisa lebih tenang karena di sana ada Anggi sahabatnya.

***

Fred meminta izin masuk ke hutan untuk mencari mencari tempat buang air besar. Saya mengizinkannya pergi seorang diri karena percaya pengalamannya keluar masuk hutan bisa menuntunnya pergi dan kembali lagi. 

Akan tetapi saya mengingatkannya agar tak terlalu jauh masuk ke hutan dan membawa peluit serta senter.

Waktu terus berlalu hingga kami tersadar bahwa Fred terlalu lama pergi. Saat dari arah hutan terdengar bunyi peluit, saya tahu satu masalah lagi sedang menghampiri. Isyarat bunyinya menandakan orang yang tersesat dan itu pastilah dari Fred. 

Berbekal senter yang dibawa penjaga sebelumnya saya menyusul Fred ke dalam hutan melalui jalur yang sama saat pria tua itu pergi. Selama mencari di dalam hutan saya berteriak untuk meminta Fred meniup peluitnya lagi dan mengarahkan senternya ke atas sebagai penanda lokasi keberadaannya. 

Setelah beberapa menit mencari, Fred akhirnya ditemukan. Saat kami kembali penjaga sudah menunggu dan siap membawa seorang lagi. Saya langsung menyuruh Fred untuk ikut ke rumah penjaga.

Betapapun berpengalamannya ia di dalam hutan, Fred yang lanjut usia ternyata cukup tertekan dengan situasi darurat kali ini.

***

Tiga orang sudah dievakuasi ke rumah penjaga. Situasi semakin terkendali. Mobil penjemput diperkirakan satu jam lagi sampai di lokasi. Kepada Lukman saya sampaikan bahwa esok hari ia dan keluarganya akan tetap bisa berangkat ke Jakarta mengikuti Kompasianival sesuai rencana.

Penjaga telah kembali untuk menjemput satu orang lagi, yakni Her. Tapi saya menahan mereka dulu sampai mobil sedan tiba agar bisa dipastikan semuanya tuntas dievakuasi dalam waktu bersamaan.

Hutan, tempat yang indah, tapi juga menyimpan ancaman (dok. pri).
Hutan, tempat yang indah, tapi juga menyimpan ancaman (dok. pri).
Mobil yang ditunggu akhirnya tiba. Kini semuanya siap untuk pergi. Lukman, Prita, dan Kevin berada di belakang. Sementara saya di depan bersama rekan yang mengendarai. 

Kepada Her yang membonceng motor penjaga saya katakan bahwa esok hari setelah mengantar keluarga Lukman ke bandara, saya akan langsung menjemput rombongan di rumah penjaga sekaligus membawa montir untuk memperbaiki minibus.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun