Mohon tunggu...
Wahyu Sapta
Wahyu Sapta Mohon Tunggu... Penulis - Penulis #Peraih Best In Fiction Kompasiana Award 2018#

Menyatulah dengan alam, bersahabatlah dengan alam, ikuti alirannya, lalu kau rasakan, bahwa dunia itu indah, tanpa ada suatu pertentangan, damai, nyaman, teratur, seperti derap irama alam berpadu, nyanyian angin, nyanyian jiwa, beiringan, dekat tapi tak pernah berselisih, seimbang, tenang, alam, angin, jiwa, mempadu nyanyian tanpa pernah sumbang...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Aku, Pemilik Hati yang Beku #2

9 September 2017   13:34 Diperbarui: 11 September 2017   19:48 1294
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: pixabay.com

Aku terdiam. Duduk di pojok ruangan tanpa jendela. Hanya sebuah ventilasi yang letaknya tinggi sebagai lobang udara. Sebelah kiri ruangan, tersekat sedikit untuk kamar mandi. Benar-benar pengap ruangan ini. 

***

Wajahku penuh jegala. Ini memang disengaja. Atas saran bu Een. Setelah kejadian tersekap di ruangan, kami dikeluarkan, untuk kemudian menempati sebuah ruang yang lebih luas. Ada beberapa kamar yang bisa ditempati. 

Setelah keluar dari penyekapan, beberapa penjaga terlihat cukup ramah. Bahkan ada yang sengaja merias wajah kami agar terlihat cantik. Ada penjaga yang tampak baik hati, mengajak ngobrol dan memuji kecantikan kami. Diajarkan olehnya cara bersolek.

Aku bertemu kembali dengan ibu yang aku temui di stasiun kereta saat itu. Entah kenapa, aku seperti memaafkan kesalahannya, ketika ia sepenuh hati meminta maaf padaku. Katanya, ia melakukan ini karena terpaksa. Ia mendapatkan tekanan dari seseorang yang ia panggil "Bos". Bila ia melawan, maka siksaan yang ia dapatkan. Ia tak berdaya untuk melawan. Anak buah Bos yang siap siaga, menyiutkan nyalinya. Ada banyak sekali anak buah Bos.

Tetapi untuk menebus kesalahannya, ia sengaja, berjanji menjagaku, agar aku tak tersentuh oleh penjaga yang lain. 

"Kamu boleh memanggilku bu Een, nak. Namamu siapa?" 

"Seruni," jawabku pendek.

"Baiklah, aku akan menjagamu, sebagai tebusan kesalahanku. Entah kenapa, kamu berbeda dengan yang lain. Hatiku seperti tersentuh olehmu. Kamu mengingatkan aku pada seseorang,"  

Akhirnya dibuatnya diriku terlihat jelek di mata mereka. Kulitku sengaja dibuat terlihat kusam dan wajahku hitam tak terawat. Aku terlihat jelek dan dekil.

Lalu ketika hatiku telah pias dan beku, mana peduli pada diriku sendiri? Aku biarkan bu Een membuatnya demikian. Aku tak peduli. Bahkan, bila bu Een menyakitikupun, aku tak peduli. Tetapi, saat aku melihat sorot mata bu Een yang tak sengaja bersirobok, terlihat sendu dan kelam.  Seperti membawa beban yang begitu besar. Ada sedikit rasa sayang untuknya. Mungkin ini karena aku yang merindukan sosok seorang ibu. Dan itu ada padanya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun