Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Freelancer - Nomad Digital

Udik!

Selanjutnya

Tutup

Foodie Artikel Utama

"All You Can Eat" dalam Sedikit Kesaksian

29 Februari 2020   14:19 Diperbarui: 29 Februari 2020   19:14 945
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Membakar Rasa Lapar/ All You Can Eat (Dok.pri)

KEENAM. Asal kamu makan dengan penuh fokus dan penghayatan akan nikmat dari karya kuliner manusia yakinlah kamu gak akan merasa tak cukup waktu. Tapi jangan juga makan seolah-olah hidupmu tinggal malam ini. Jangan juga makan dengan dendam membara kepada mantan yang tak pernah mampu mengajakmu terlibat AYCE, hiiks.

Makanlah dengan perasaan yang lepas dan penghargaan akan kerja keras. Andaipun kamu cuma ditraktir atau kebetulan diajak saat berpapasan kawan-kawan yang mau menikmati AYCE. Etapi, pas ketemuan itu, kamu juga dalam keadaan lapar. Yakinlah, AYCE memang untuk makan sepuas-semampunya, bukan sekadar-sekadar. 

KETUJUH. Habiskan! Jangan ada sisa. Bukan saja gak menghargai makanan yang terlanjur dibawa. Tapi di dalam konsep AYCE, kamu membayar bukan berarti kamu bebas menyisakan! Ada dendanya. Lebih dari itu, saat keluar resto menuju parkiran, kamu bakal dikejar-kejar kayak maling. Mau kamunya?

Jangan memperbesar kemaluan yang tidak perlu, kawan.

KEDELAPAN. Sesudah mutar-muter pada kesaksian yang mirip-mirip tips, bagaimana dengan rasa sesungguhnya dari sajian AYCE ala "Shabu Pot"? Oh iya, kamu sudah saksikan video ringkas di atas sana? 

Kira-kira begitulah. Ada menu Shabu-shabu Jepang (yang baru saya pelajari bagaimana panduan menikmatinya di sini, hihihi) serta jenis Grill (yang panduannya bisa kamu baca di sini).  

Bagi lidah saya yang dilahirbesarkan oleh citarasa Indonesia Timur dan ditempa oleh tradisi kuliner Minahasa yang cenderung asin dan pedas serta berorientasi seafood (ashiiap), "Shabu Pot" cukup membantu menghadirkan kenikmatan dan menghindarkan diri dari penyesalan. Ingatlah lagi jika saya telah menunda lapar dan pergi dengan niatan makan yang menyala-nyala. Rupiah sejumlah 99.000 bukanlah uang sedikit, kawans.

KESEMBILAN. Bekerjalah dengan baik dan makanlah dengan sepatutnya. Tuhan menciptakan manusia, manusia melahirkan kuliner untuk menjaga hidup dan tradisinya yang sementara itu. Globalisasi menjadi sarana pengangkutnya kemana-mana. Yang menciptakan pertukaran atau pemusnahan. 

Makanlah yang datang dari luar tanpa menjadi orang asing di negeri sendiri. Makanlah yang dilahirkan leluhur sendiri tanpa merasa terancam dengan yang dikirimkan oleh negeri lain. Lhaa, ini kok jadi kayak pamflet Politik Kuliner dan Globalisasi?

Pokoknya makan dengan khidmat dan kenanglah jika tidak semua orang seberuntung kamu. 

Demikianlah penampakan para peserta
Demikianlah penampakan para peserta
Jadi, kira-kira makan besar  apa yang sebaiknya kita pelihara tanpa harus repot dengan formalisme, kongsi, lobi sana, sikut sini dan tetek bengek perebutan yang justru kehilangan hakikat makan sebagai realisasi kebersamaan? 

Tidak ada yang lebih bahagia dari makan karena kerja keras dan keringatmu sendiri. Ahaai.

Tabik!

*** 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun