Peter Drucker (1986:115) menulis bahwa analisa yang cermat harus dilakukan untuk mengetahui factor-faktor apa yang belum tersedia untuk membuat inovasi yang bersangkutan sehingga kita dapat memutuskan apakah factor-faktor yang belum ada (missing) dapat dibuat---sebagaimana Wright bersaudara putuskan berkenaan dengan hitungan matematika yang belum ada---atau apakah inovasi itu sebaiknyan ditunda karena belum layak.
Kesimpulan: selain berbagai macam faktor, banyak inovasi gagal karena tidak dilengkapi dengan missing knowledge tetapi dipaksakan untuk dibuat padahal tidak akan suskes karena tidak efisien, tidak tepat guna dll.
1.3.5.2 Missing link
Scott Witt (1983:120-121) menulis bahwa ketika sebuah soal tidak dapat diselesaikan, itu biasanya karena mata rantai yang belum ada.
Contoh: Sebuah toko pakaian sering mengalami pencurian oleh sebuah gang pencuri yang spesialis mencuri di toko-toko pakaian ketika toko-toko sedang tutup di malam hari. Teknik-teknik polisi tidak berhasil mencegah atau menangkap mereka karena para pencuir bergerak semikian masuk toko dan dengan cepat mengambil semua pakaian di rak-rak sehingga mereka sudah kabur ketika polisi tiba di lokasi. Â Alarm pencurian dan perlelatan canggih lainnya tidak membantu polisi.Â
Kemudian, seorang detektif yang merupakan pemikir mandiri menasihati para pedagang pakaian agar menempatkan dagangan mereka itu di gantungan-gantungan dengan kaitannya berselang-seling, yang satu menghadap dinding dan yang satunya lagi menghadap ke tengah ruangan, semuanya di sepanjang rak-rak mereka. Karena harus mengambil pakaian satu per satu, para pencuri menjadi sedemikian lambat dalam bergerak sehingga setelah alarm pencurian berbunyi, para petugas polisi sudah  tiba di toko pakaian sedangkan para pencuri masih sedang mencoba mengumpulkan barang-barang curian mereka!!! Missing link di pihak polisi adalah kurangnya waktu yang dimulai dengan berbunyinya alarm sampai para pencuri melarikan diri dengan barang-barang curian mereka.Â
1.4.6 Uji inovasi tidak terletak pada kebaruannya, kandungan teknologinya, atau kepintarannya, melainkan pada suksesnya di pasar. (Peter Drucker, 1986:viii)
1.4.7 Kreativitas plus EQ
Suatu hari, Buddha Gautama kedatangan seorang petapa (P) yang langsung mengumpat-umpat beliau di hadapan banyak orang. Buddha Gautama (BG) serius mendengarkan umpatan-umpatan itu dengan sabar. Setelah petapa itu selesai, beliau bertanya," Petapa, bolehkah aku bertanya?" Boleh," jawab si petapa.
BG:" Kalau anda datang menawarkan makanan kepada seorang teman tetapi teman itu menolaknya, apa yang akan anda lakukan?"
P:" Aku akan membawa pulang makanan itu dan menyantapnya sendiri."