Mohon tunggu...
Ayang
Ayang Mohon Tunggu... Konsultan - None

Just none.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi| Gelisah Gubuk Galau

26 Maret 2017   10:29 Diperbarui: 27 Maret 2017   17:00 861
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
diolah dari KOMPAS.com/IRWAN NUGRAHA

Pecah malam sepi
riuh hujan menari
terbangkan nyali

Butir air deras menghantam
bagai batu bunyikan dentum
atap seng tua berkarat
dinding dendang derit sekarat

“Ayah inikah rahmat?
Mengapa laksana laknat?”
peluk erat tubuh ayah
getar bibir bertanya resah

“Ayah apakah rumah kokoh?
Ayah Yakin tak ‘kan roboh?”
ciut hati bocah kecil
risau nasip gubuk mungil

Ayah belai rambutnya lembut
“Sabar, Nak,  buanglah takut
bukan hujan rumah hancur
siang besok kita digusur
Yang baru kita buat mantap
kaubantu kumpul bahan atap
pilih yang terbaik di bukit sampah
malam ini berdoalah  berserah”

***
Tilaria Padika
Timor, 18/12/2016

Mari berbagi duka, Oom-Tante: HANYA NYAWAMU, SRIKANDI

Arsip: PUISI Padika | CERPEN Padika | CATATAN Padika

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun