Mohon tunggu...
Rusman
Rusman Mohon Tunggu... Guru - Libang Pepadi Kab. Tuban - Pemerhati budaya - Praktisi SambangPramitra
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

"Hidupmu terasa LEBIH INDAH jika kau hiasi dengan BUAH KARYA untuk sesama". Penulis juga aktif sebagai litbang Pepadi Kab. Tuban dan aktivis SambangPramitra.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Rusman: Wayang, Asmara di Atas Gelombang (4)

7 Februari 2019   11:52 Diperbarui: 9 Februari 2019   17:12 20
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Sehari setelah pernikahan agung di tengah Sungai Yamuna, Raden Palasara ingin mengajak istrinya berkunjung ke pulau kecil di tengah sungai.

"Bagaimana nimas, apakah kau setuju bila kita berkunjung ke pulau yang indah itu?"

Dewi Durgandini yang merasa dimanjakan oleh suaminya memandang penuh haru. 

Tak terasa beberapa butir air mata jatuh membasahi pipinya. 

Dengan pelan wanita ayu itu merebahkan tubuhnya ke pangkuan Raden Palasara.

"Jangan menangis, sayang. Adakah sikapku yang mungkin tak berkenan di hatimu?" Tanya Sang Pekik sambil mengusap pipi yang basah oleh air mata.

Putri negeri Wirata itu hanya bisa menggeleng, lagi-lagi ia memandang dengan penuh kekaguman pada suaminya. 

Tapi dari jauh nampak sekali warna merah merona di wajah wanita yang sedikit pemalu itu. 

Sekali lagi beberapa butir air mata terjatuh, kali ini membasahi celana Raden Palasara.

"Kau cantik sekali istriku. Mengapa kau diam saja, hemm...?"

Tiba-tiba jemari kanan sang dewi meraba pipi suaminya. 

Diaras-arasnya rambut yang panjang menutupi telinga dan terakhir dia silangkan jari tunjuk di bibir yang sedikit berkumis itu, seolah-olah meminta agar jangan banyak memuji.

Kini pelan-pelan ia berkata seperti orang berbisik.

"Kang Mas Palasara, apa yang harus kukatakan lagi? Bagiku semua ini bagaikan mimpi, "kata Dewi Durgandini sampil mengelus dada suaminya "Bertemu dengan Kang Mas lalu bisa sembuh dari sakitku saja sudah anugrah yang luar biasa dari Tuhan."

"Dan kini dengan penuh kasih pula, kang mas telah memanjakan diriku sepenuh hati."

"Uh...!" Wanita itu tak bisa meneruskan kata-kata lagi, sebab Raden Palasara keburu mendaratkan kecupannya ke wajah istrinya yang cantik itu.

"Augh..! Kang Mas nakal sekali, " katanya lagi sambil memukul-mukulkan tangannya yang ramping ke tubuh suaminya.

Tapi itu hanya sebentar, selanjutnya tangan itu hanya bisa mengusap-usap pundak sang suami ketika pagutan bibir lelaki tampan itu mendarat di bibirnya yang tipis merona.***

(bersambung).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun