Mohon tunggu...
Rusman
Rusman Mohon Tunggu... Guru - Libang Pepadi Kab. Tuban - Pemerhati budaya - Praktisi SambangPramitra
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

"Hidupmu terasa LEBIH INDAH jika kau hiasi dengan BUAH KARYA untuk sesama". Penulis juga aktif sebagai litbang Pepadi Kab. Tuban dan aktivis SambangPramitra.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

6. Rusman: Raden Sekartanjung, Adipati Tuban yang Terbunuh

18 September 2018   23:49 Diperbarui: 1 Maret 2019   14:51 933
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
badassoftheweek.com

Raden Sunan tertawa tertahan, sambil memandang wajah Ki Guru Ngangsar yang tegang dan berkata, "Kau harus mengakui kenyataan itu Ki Guru Ngangsar."

"Tidak," geram Ki Guru Ngangsar mantap, "aku akan menghancurkan Raden Sekartanjung yang sombong itu."

"Jangan begitu. Jangan memaksa persoalan kecil ini berkembang menjadi persoalan besar," Kata Raden Sunan.

Kini Ki Guru Ngangsarlah yang semakin tegang. Tetapi ketika ia melihat kesungguhan kata-kata Raden Sunan maka iapun harus berpikir ulang. Raden Sunan adalah orang yang sulit dicari bandingnya seperti halnya para Panglima Keraton Demak lainnya.

"Ki Guru, sekali lagi kau tidak perlu penasaran. Lihatlah pertempuran itu telah usai. Orang-orang Ki Ajar telah lari tunggang langgang begitu melihat kedatangan Cucu Adipati. Dan akupun juga akan melanjutkan perjalananku," berkata Raden Sunan, "Tapi ingat, kau adalah orang tua seperti halnya aku yang tentunya tidak sepatutnya ikut dalam permainan ini."

Nampak Ki Guru Ngangsar termangu-mangu mendengar ancaman halus dari orang yang ia segani itu. Ia bahkan terkejut ketika Raden Sunan sempat berpamitan kepadanya.

"Semoga kita selalu dalam lindungan Allah SWT. Aku pamit Ki Guru. Assalamu'alaikum warahmatullah wabarakatuh,"

"Oh, ya baik Raden Sunan. Wa'alaikumssalam warahmatullah wabarakatuh," Jawab Ki Guru Ngangsar tergopoh-gopoh. Kini pandangan matanya seperti terhipnotis oleh sosok yang meninggalkannya itu sampai bayangannya tertelan oleh rimbunnya perdu di sepanjang pantai.

Tiba-tiba Ki Guru Ngangsar kaget untuk kedua kalinya ketika ia rasakan ada tangan yang menggamit lengannya. Diam-diam seorang anak muda telah datang dan berbisik kepadanya.

"Guru, benar kan apa yang telah aku ingatkan. Tidak mudah mewujudkan apa yang menjadi keinginanmu."

"Oh, kedatanganmu mengejutkan aku Ngger, "berkata orang tua itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun