Mohon tunggu...
Rullysyah
Rullysyah Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis

Belajar dan Berbagi

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Akar Masalah Rohingnya yang Perlu Anda Ketahui dan Jangan Dipolitisasi

9 September 2017   03:16 Diperbarui: 10 September 2017   10:32 34321
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Beberapa tahun Rohingnya dalam ketidak-adilan tidak lama setelah itu muncullah kelompok Gerakan Solidaritas Rohingnya yang dipimpin Atta Ula atau yang dikenal juga dengan nama  Abu Amar.  Kelompok ini (RSO: Rohingnya Solidarity Organization) mulai berseteru dengan pasukan pemerintah Myanmar.

Abu Amar disebut-sebut memiliki  Ibu dari Rohingnya dan Ayah berdarah Pakistan yang ditengarai berhubungan dengan Taliban. Kelompok inilah yang  akhirnya  terlibat dalam  Konflik Rohingnya 2016-2017 yang benar-benar merupakan tragedy.

DEMOKRATISASI MYANMAR, AUNG SAN SU KYII DAN REZIM MILITER YANG ANEH

Memandang Krisis Rohingnya, banyak orang yang salah paham terhadap Aung San Su Kyii.  Mereka pikir Aung San Suu Kyii yang menang di Pemilu Myanmar tahun 2015 dengan perolehan suara 80%, ikut menciptakan Krisis Rohingnya.  Aung San Suu Kyi yang disalahkan banyak pihak atas Krisis Rohingnya karena memang secara de Facto pemimpin Myanmar adalah dirinya.

Tetapi tidak demikian yang terjadi dalam Lingkaran Kekuasaan Myanmar.  Rezim Militer tetap bercokol di puncak kekuasaan meski Myanmar sudah menjadi  Negara Demokrasi dalam beberapa tahun terakhir.

Myanmar adalah salah satu negara dengan Rezim Militer yang berkuasa paling lama. Rezim Militer Myanmar dimulai sejak kudeta militer oleh Jendral  Ne Win pada tahun 1962.   Junta Militer Ne Win membentuk Dewan Perdamaian dan Pembangunan Negara dan mulai memerintah Myanmar sejak saat itu.

Secara resmi  Rezim Militer Myanmar berkuasa sejak tahun 1962 hingga Pemilu tahun 2015 yang dimenangkan Aung San Suu Kyii, tetapi secara realnya  Myanmar tetap dikendalikan oleh militer dibawah komando Jendral  Min Aung Hlaing.

Dalam Sub Judul diatas saya menuliskan Rezim Militer yang aneh. Anehnya disini saya garis bawahi 2 hal yaitu :  Adanya Pasukan Militer yang beranggotakan Etnis tertentu(tentara local)  dan Keberadaan Unsur Militer di Parlemen Myanmar berikut Hak Veto-nya. Hal ini menggambarkan betapa berkuasanya kalangan militer.  Polisi Myanmar juga dibawah komando militer.

Aung San Suu Kyii yang menang Pemilu tidak bisa menjadi Presiden karena salah satu anaknya ber-kewarganegaraan Inggris.  Oleh Rezim berkuasa Aung San Suu Kyi diangkat menjadi  State Counsellor (Penasehat Negara yang setara Perdana Mentri).

Dari gambaran diatas bisa kita bayangkan apa yang akan terjadi bila terjadi suatu konflik di Myanmar.  Yang pertama umumnya yang menangani konflik adalah Militer. Dalam posisinya sebagai State Counsellor, Aung San suu Kyii tidak memiliki akses komando ke militer sehingga semua penanganan bergantung pada Jendral Min Aung Hlaing.

Kita juga bisa membayangkan bagaimana Militer Myanmar yang beretnis tertentu ditugaskan untuk menangani konflik antar Etnis dimana dipastikan militer tersebut akan membela etnisnya sendiri.  Semoga di Indonesia di pulau Jawa tidak ada TNI Jawa, di pulau Sumatra tidak ada TNI Sumatra dan seterusnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun