Mohon tunggu...
Cahya Nugraha
Cahya Nugraha Mohon Tunggu... Human Resources - Suka naik gunung, camping, jalan-jalan, makan-makan. @rubikomugglo

Baru menjelajahi 18 dari 17.000 pulau di Indonesia. Blog: rubikomugglo.weebly.com Twitter: @rubikomugglo Instagram: rubikomugglo

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Mencicipi Sate Klathak Mozarella, Perpaduan Rasa Yogya dan Italia

18 Januari 2017   07:59 Diperbarui: 19 Januari 2017   13:52 1054
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sate Klathak Mozarella (dok.pribadi)

Sate Klathak. Siapa yang belum pernah merasakan gurihnya panganan ini? Kalau kalian tinggal di Jogja tetapi belum pernah mencoba, maka sungguh kalian termasuk dalam golongan orang-orang yang merugi. Sate Klathak hari ini telah menjadi ikon kuliner Daerah Istimewa Yogyakarta, sejajar dengan gudeg, angkringan dan oseng oseng mercon. 

Puluhan warung Sate Klathak berdiri dan menawarkan resep khas andalannya sendiri-sendiri. Bagi yang belum mengetahui tentang kuliner ini, Sate Klathak terbuat dari daging kambing muda, ditusuk dengan ruji sepeda lalu dipanggang dengan bumbu yang minimalis. Seporsi Sate Klathak biasanya terdiri dari dua tusuk sate, seporsi nasi dengan teman semangkuk kuah gulai gurih. 

Konon, kuliner ini diberi nama Sate Klathak karena saat dibakar, dagingnya berbunyi "klathak klathak". Uniknya dari Sate Klathak adalah penggunaan ruji sepeda, tidak seperti sate lainnya yang biasanya menggunakan tusuk dari bambu atau lidi. Ruji sepeda dipercaya bisa menghantarkan panas lebih sempurna sehingga daging matang merata.

Nglathak (dok.pribadi)
Nglathak (dok.pribadi)
Nglathak itu nyate kambing ala Jogja (dok.pribadi)
Nglathak itu nyate kambing ala Jogja (dok.pribadi)
Sore itu, saya dan teman-teman berencana untuk mendatangi sebuah warung yang menawarkan menu Sate Klathak yang berbeda dari yang lainnya. Warung Nglathak, adalah nama warung tersebut. Di warung ini hidangan khas Jogja itu disulap sedemikian rupa sehingga menjadi sedikit kekinian tanpa kehilangan nilai otentik dari makanan tersebut. 

Sedikit semi sedikit teman saya pun berdatangan. Sembari menunggu hidangan dan beberapa teman lain yang akan datang, saya menggunakan sedikit waktu itu untuk membaca buku yang disediakan di warung ini. Pengelola warung memang menyiapkan beberapa buku yang bisa kita baca. Buku tersebut ditempatkan disebuah tas kecil yang sangat nyeni dengan handlettering-nya yang sempurna.

Setelah semua berkumpul, kami lalu mengajak Mas To sang owner untuk sharing mengenai sejarah warung Nglathak ini. Berawal dari kesukaan kuliner kambing dan mencoba mengulik resep, beliau akhirnya berani membuka sebuah warung Sate Klathak. Warung ini berlokasi di sebelah utara Fakultas Teknik UNY tepatnya di Jl. Gambiran gg. Seruni. Berbeda dengan warung Sate Klathak lain yang biasanya berada agak jauh dari pusat kota, Nglathak hadir di tengah kota Jogja sehingga tidak perlu jauh jauh lagi kita untuk bisa menikmati kuliner kambing ini.

(dok.pribadi)
(dok.pribadi)
Mas To, owner Warung Nglathak (dok.pribadi)
Mas To, owner Warung Nglathak (dok.pribadi)
Setelah asyik mendengarkan kisah dan pengalaman bisnis kuliner Mas To', saya pun sedikit bergeser untuk melihat proses masak Sate Klathak. Bau harum bakaran menyebar ke seluruh ruangan, membuat semua tak sabar untuk mencicipi. Sate ini dibakar dengan briket batok kelapa, briket ini dipakai karena lebih awet (1 briket bisa sampai 2 jam), dan suhunya tinggi. Setelah matang, Sate tadi di plating, sehingga lebih nyaman dipandang mata dan kamera sebelum disantap.

Menu unik yang saya temui di warung ini adalah Sate Klathak Mozarella. Tak pernah terpikir oleh saya untuk memodif kuliner tradisional ini, namun jujur saya bilang bahwa modifikasi ini berhasil. Sate Klathak dan Keju Mozarella ternyata sangat enak ketika digabungkan. Dagingnya empuk, bumbu meresap sampai dalam dan yang jadi poin plusnya adalah rasa kuah gulai yang tidak hambar dan kental. 

Beberapa kali saya pergi ke warung Sate Klathak mendapati kalau dagingnya enak, namun kuah gulainya tidak mendapatkan perhatian serupa, terasa hambar dan encer. Menu menu andalan dari warung ini adalah Sate Klathak Original, Sate Klathak Mozarella, dan Sate Klathak Manis. Harganya pun terjangkau, seporsi Klathak Original dibanderol Rp. 18.000, cocok untuk mahasiswa bukan? Tak hanya menyuguhkan Sate Klathak saja, warung ini juga menyuguhkan kuliner kambing lainnya seperti gulai, tongseng, dan tengkleng.

Minuman yang ditawarkan disini juga unik, teh bunga telang namanya. Teh ini terbuat dari pucuk sebuah bunga yang ketika diseduh berwarna biru. Dalam penyajiannya, secangkir teh ini didampingi oleh sepotong jeruk limau. Ketika kita tambahkan jeruk tersebut, warna teh berubah menjadi ungu. Proses ini bisa terjadi karena perubahan dari Basa ke Asam katanya. Saya terkagum, hanya bisa melongo saja.

Bumbu minimal, rasa maksimal (dok.pribadi)
Bumbu minimal, rasa maksimal (dok.pribadi)
Siapa yang bisa nolak Klathak + Mozarella (dok.pribadi)
Siapa yang bisa nolak Klathak + Mozarella (dok.pribadi)
Berbagai kuliner kambing (dok.pribadi)
Berbagai kuliner kambing (dok.pribadi)
Teh Biru (dok.pribadi)
Teh Biru (dok.pribadi)
Puas kami menikmati makanan, berkumpul dan saling bertukar cerita, tak terasa malam semakin gelap. Kami lalu memutuskan untuk pulang ke rumah masing masing. Puas sekali rasanya bisa menemukan warung Sate Klathak yang berlokasi di tengah kota, sehingga tidak perlu macet-macetan, menghabiskan banyak bensin dan rasa Satenya juga enak, harganya terjangkau pula. Cocok! Besok kesini lagi !

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun