Mohon tunggu...
Choirul Huda
Choirul Huda Mohon Tunggu... Wiraswasta - Kompasianer sejak 2010

Pencinta wayang, Juventini, Blogger. @roelly87 (www.roelly87.com)

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

Catatan dari Wayang World Puppet Carnival 2013

7 September 2013   01:53 Diperbarui: 24 Juni 2015   08:15 753
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_264234" align="aligncenter" width="491" caption="Salah satu atraksi dari tuan rumah Indonesia di WWPC 2013 (kompasiana.com/roelly87)"][/caption] Karnaval Wayang Dunia atau Wayang World Puppet Carnival (WWPC) 2013 telah memasuki hari keenam pada Jumat (6/9). Sebelumnya, event ini dibuka Wakil Presiden Indonesia, Boediono, di Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Senin (2/9) hingga penutupan, Minggu (8/9). Acara yang diselenggarakan setiap tahun ini bisa dibilang sukses dan mampu mengangkat kekayaan budaya Indonesia di mata internasional. Rencananya, WWPC akan mementaskan 64 pertunjukan dari 46 negara yang terbagi di tiga lokasi, Gedung Kautaman Pewayangan (TMII), Gedung Teater Usmar Ismail, Museum Nasional, Lapangan Monumen Nasional (Monas), dan Epicentrum Walk. Sebagai penggemar wayang yang merupakan salah satu warisan tertinggi dari budaya Indonesia dan diakui secara resmi oleh Organisasi Pendidikan, Ilmu, Pengetahuan, dan Kebudayaan (UNESCO). Saya beruntung di sela-sela rutinitas sehari-hari bisa menyaksikan beberapa pertunjukan WWPC bersama seorang kawan Kompasianer dalam dua hari di dua tempat berbeda. Menonton pementasan wayang kulit semalam suntuk di Monas pada Kamis, dan esoknya (Jumat) berkesempatan melihat empat pertunjukan wayang dari berbagai negara di Museum Nasional dan Monas. Siapa yang tak mengetahui kisah Rama-Shinta dalam epos Ramayana. Selain Mahabarata yang terkenal dengan cerita perang Pandawa versus Kurawa, Ramayana merupakan salah satu cerita rakyat yang sangat populer di nusantara. Tepat pukul 20 WIB, dalang Ki Sigid Ariyanto menggelar pertunjukan di lapangan Monas dengan judul "Brubuh Ngalengka". Bercerita tentang perang Ramayana dengan Rahwana yang berujung pada kehancuran kerajaan Alengka. Meski tidak paham bahasa Jawa yang menjadi dialog dalam percakapan wayang yang menjadi kisah favorit dari mantan Presiden Indonesia pertama, Soekarno ini. Saya cukup terhibur dengan ramainya suasana, baik dari Sinden, Pemusik Gamelan, dan pendukung lainnya. Apalagi saat menyaksikan permainan tata cahaya di depan panggung yang sangat memikat saat wayang Ramayana mengalahkan Rahwana. Esok harinya, terdapat empat pertunjukan dari empat negara berbeda. Theatre Itou dari Prancis mementaskan The Neighbors, Figurentheater Michael Huber (Swiss) dengan Stivalino - Puss in Boots, Timisoara (Rumania) melalui La Lala Dracula di Museum Nasional, dan Heather Henson's Ibex Puppetry (Amerika Serikat) dengan Celebration of Flight di Monas. Sayang, dua nama pada acara pertama gagal diabadikan gambarnya akibat baterai kamera habis. Kendati begitu, untuk dua pertunjukan lainnya saya berhasil mendokumentasikannya. La Lala Dracula berkisah tentang pertunjukan bonek bertema kisah horor berdasarkan legenda di Rumania: Drakula. Namun, Timisoara justru melakonkan drakula dibalut cerita lucu bak humor agar wayang yang berasal dari negeri pemain sepak bola terkenal era 1990-an, Gheorge Hagi itu banyak digemari anak-anak. Sementara, Celebration of Flight yang dipentaskan di lapangan Monas sangat memikat. Awalnya, saya sendiri kurang "ngeh" dengan Heather Henson. Namun saya baru sadar setelah aktif mengikuti perkembangan WWPC di linimasa twitter @wayangcarnival. Itu karena Henson merupakan putra bungsu dari pencipta boneka terpopuler Jim Henson: The Muppet yang pada era 1990-an mewarnai layar televisi Tanah Air. Bercerita tentang migrasi burung yang dikonsep melalui perpaduan boneka dengan layang-layang yang diperankan lima orang. Gerakan boneka Angsa, Ikan, Capung, dan beberapa burung terlihat sangat realistis. Apalagi pertunjukan itu dilaksanakan sore hari ketika udara sedang bertiup sepoi-sepoi menjadikan Celebration of Fight mampu membuat kagum pengunjung yang memadati Monas hingga beberapa di antara mereka menghentikan aktivitas lari santai untuk menyaksikan pertunjukan tersebut.

*      *      *

Dua hari menyaksikan WWPC membuat saya bangga sebagai orang Indonesia karena sukses menjadi tuan rumah yang baik bagi perhelatan akbar ini. Dua jempol untuk kinerja panitia yang nyaris tanpa cela menunjukkan wayang sebagai bagian dari budaya Indonesia yang patut dilestarikan serta memberikan fasilitas memadai seperti Museum Nasional yang dikemas dengan sangat menarik. Hanya, kesuksesan tersebut tidak dibarengi dengan animo masyarakat itu sendiri, khususnya warga Jakarta. Sebab, dari dua tempat dan lima acara yang saya saksikan, tampak sangat minim dikunjungi orang. Terutama remaja yang bisa dihitung dengan jari keberadaannya saat acara di Museum Nasional dan Monas. Justru warga negara asing dan ekspatriat yang saya lihat antusias mendatangi setiap acara hingga berduyun-duyun bersama keluarga. Padahal, event seperti ini hanya berlangsung setahun sekali, dan tahun depan Indonesia belum tentu menjadi tuan rumah. Mungkin, itu akibat sepinya pemberitaan di media, baik cetak, elektronik, hingga online yang kerap saya ikuti. Kecuali Grup Kompas-Gramedia dan Media Group yang rutin mewartakan karena sebagai media partner. Media lainnya jarang sekali memberikan porsi untuk WWPC, bahkan di online sekalipun hanya satu-dua yang mengulasnya pada sesi pembukaan. Setelah itu sepi. Malah, mayoritas lebih antusias memberitakan tentang penolakan acara Miss World dari berbagai ormas di mana Indonesia sebagai tuan rumah. Itu menjadi hal yang sangat miris karena wayang yang justru kebudayaan asli Indonesia justru harus tersingkir dari pemberitaan yang masih menjadi rumor tersebut, namun mempunyai rating tinggi. Saya jadi ingat kalimat yang dilontarkan pelatih Chelsea, Jose Mourinho saat timnya mengalahkan Indonesia All-Star, skor 8-1. Saat itu, Mourinho menyebut pemain Indonesia tidak memiliki kebanggaan saat memakai seragam tim nasionalnya. Apakah yang terjadi dalam sepak bola juga berlaku sama pada kebudayaan asli kita sendiri. Semoga tidak seperti itu dan saya berharap hari ketujuh (Sabtu ini) WWPC akan lebih ramai dikunjungi masyarakat Indonesia.

*      *      *

[caption id="attachment_264236" align="aligncenter" width="491" caption="Panggung megah wayang semalam suntuk di pelataran Monumen Nasional"]

1378476712632608702
1378476712632608702
[/caption]

*      *      *

[caption id="attachment_264237" align="aligncenter" width="491" caption="Pementasan wayang "]

13784767481244208925
13784767481244208925
[/caption]

*      *      *

[caption id="attachment_264238" align="aligncenter" width="491" caption="Gunungan dari balik layar"]

1378476836206013486
1378476836206013486
[/caption]

*      *      *

[caption id="attachment_264239" align="aligncenter" width="491" caption="Sinden memulai ritual nyanyian jelang pertunjukan"]

13784768792057009540
13784768792057009540
[/caption]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun