Mohon tunggu...
Rifan Nazhip
Rifan Nazhip Mohon Tunggu... Penulis - PENULIS
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Hutan kata; di hutan aku merawat kata-kata.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Paku

8 Maret 2019   12:22 Diperbarui: 8 Maret 2019   13:10 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sakinah tersenyum genit. "Mas ini orangnya setia sama pacar, ya! Maunya selalu satu... saja. Sekali-sekali, dua toh!" Dia menggoda. Aku hanya gelak-gelak. Pssst! Jangan kasih tahu siapa-siapa. Aku mengaku masih bujangan kepadanya, meski di rumah aku telah memiliki Pariyem, istriku, juga tiga orang anak, masing-masing; Panjul, Manaek dan Jobur. Ya, siapa toh yang tak ingin mencicipi rasa lain? Masak harus setiap hari makan ikan asin sambal belacan. Sekali-sekali ayam goreng gemuk kuah asam pedas seperti Sakinah, wajib disatroni.

"Siapa yang punya pacar? Aku kan sudah memberitahu, masih single!" ucapku ketika Sakinah menghidangkan pesananku. Lelaki di sebelahku mendengus. Dia satu gang denganku. Dia tahu aku sudah berkeluarga. Tapi seperti undang-undang yang telah  tertulis, di pabrik tak ada seorang pun yang boleh membocorkan status temannya kepada betina yang sedang diincar si teman. Pamali! Jatah suami dan bapaknya anak-anak hanyalah di rumah. Ke luar dari ambang pintu depan rumah, melajang lagi. Milik orang banyak. 

"Punya pacar, atau sudah punya bini!" celetuk Lateni. Wajahku berubah seperti kepiting rebus. Telingaku pedas bukan main. Ingin marah, tapi urung sudah. Marah, artinya mencari musuh. Memusuhi Lateni, sama saja memusuhi perut, dan mulutku yang selalu mengebukanl asap rokok tak henti. Artinya, berhutang harus distop sepihak!

"Bu Lateni bisa saja! Tak usah didengari. Masak aku sudah berbini! Siapa yang mau!" Aku membela diri. Lateni melengos pergi ke belakang kantin sambil melirik geli ke arahku.

Sakinah tersenyum simpul. Sambil mengunyah pisang goreng, kutanyakan kepastian dari Sakinah tentang rencana pertemuan kami di pasar malam lusa. Aku sudah kebelet ingin mengatakan cinta. Perduli amat dengan Pariyem. Dia bisa kumadu. Aku tak boleh kalah dengan Samadun, sopir truk pabrik kami. Meskipun tua dan bercucu, dia masih sanggup menikahi istri ketiga yang mungkin seumuran dengaku. Padahal penghasilannya senin-kamis. Nota bonnya di kantin Lateni, pun hampir setebal buku agenda. Kabar yang berhembus, dia juga berniat mendapatkan Sakinah untuk dijadikan istri keempat. Dan itu sama sekali terlarang dalam kamus kehidupanku.

"Tapi bajuku buruk semua, Mas. Nanti tak enak berjalan berdua Mas di pasar malam." Sakinah bagai mengajuk. Pelanggan kantin yang mengantri menunggu sapaannya, hanya menggeleng-geleng, dan harus rela dilayani pelayan kantin lain; Bu Karyem yang gemuk segede tong dengan mulut selebar mulut ember. Ngoceh terus! Sedangkan Sakinah mantap duduk di hadapanku. Lateni menggeleng-geleng. Dia tak marah karena seperti kukatakan, hatinya sedang berbunga dengan pelanggan yang berjibun itu.


"Baju hanya pembungkus, Dek. Yang dilihat isinya. Memangnya isi bisa dimakan?"

"Tapi serius kan Mas belum mempunyai pacar?" kejarnya. Aku mengangguk pasti. "Istri?" Kali ini aku mengangguk ragu-ragu.

"Sudahlah! Jangan percaya kepada hembusan angin yang tak berarah. Percayalah hembusan dari mulutku ini." Aku meyakinkannya.

"Aku takut nanti dilabrak!" Dia tertunduk. Ujung bajungan dilipat-lipat.

"Pokoknya, sumpah disambar petir!" Karena terlalu bernafsu aku sampai bersumpah-sumpah tak karuan. Akibatnya aku langsung tersambar petir. Tapi kali ini, bukan petir sungguhan, melainkan teriakan Mandor Kepala.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun