Mohon tunggu...
Pical Gadi
Pical Gadi Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan Swasta

Lebih sering mengisi kanal fiksi | People Empowerment Activist | Phlegmatis-Damai| twitter: @picalg | picalg.blogspot.com | planet-fiksi.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | April yang Tidak Pernah Tiba

25 Mei 2017   22:29 Diperbarui: 25 Mei 2017   23:31 599
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
gambar dari: canvas24.wordpress.com

April hampir tiba. April tidak terlalu suka dengan bulan yang menyerupai namanya itu, bahkan cenderung bersedih karenanya. Dia memang akan merayakan ulang tahun pada bulan itu, sesuatu yang mestinya disyukurinya, tapi sekaligus dia harus mengenang kematian saudari kembarnya yang hanya hidup selama beberapa menit, sebelum maut menjemputnya.

April menyisir rambut kuning emasnya lalu mengepangnya menjadi dua. Simetris dan sempurna memantulkan cahaya matahari senja dari luar jendela.

Kalender meja di samping monitor komputernya memamerkan angka 29.

Satu minggu lagi hari besar itu tiba, batinnya.

April lalu mengambil sehelai kertas lalu memenuhinya dengan rangkaian kata. Sepuluh menit kemudian, kertas yang telah menjadi surat itu diletakkan di atas lilin yang menyala terang. Rosa membiarkan api melalap seluruh surat itu, menyulapnya jadi serpihan-serpihan karbon dan abu.

Pintu kamar terbuka dan wajah ceria Mama muncul. Wanita yang tangkas itu melangkah ringan sambil membawa nampan berisi coklat panas dan sepiring biskuit.

“PR kamu sudah selesai, Sayang?” tanyanya. Tapi ekspresinya berubah begitu meletakkan gelas yang masih mengepul itu ke atas meja. “Ada apa ini?”

Rosa buru-buru memadamkan lilin dan membersihkan serpihan yang mengotori meja belajarnya.

“Aku mengirim surat untuk Amber, Ma…”

Ibu terkejut. Tapi hanya sesaat lalu memeluk kepala putri kesayangannya itu,

“Sayang, kamu masih suka menulis surat untuk saudarimu di surga ya? Sudahlah, sudah mama bilang bukan kamu bisa berdoa bersamanya. Memang dia sudah dipanggil Tuhan selamanya, tapi dia masih selalu ada di sini, bukan?”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun