Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Revisi UU KPK dan Integritas

18 September 2019   10:45 Diperbarui: 18 September 2019   10:53 251
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sama juga dengan opini Firli sebagai ketua KPK terpilih melakukan pelanggaran etik berat. Semua masih klaim dan selalu tidak ada tindak lanjut. Ini sekelas opini, bukan faktual yang sering menjadi senjata untuk menjatuhkan lawan dan menaikan kawan.

Sama juga dengan kasus Abraham Samad dan BW. Pun kasus Antasari Azhar juga tidak ada kejelasan. Mana yang benar dan mana yang salah. Semua tidak ada kejelasan. Hujat menghujat dan dukung mendukung, aslinya seperti apa, juga tidak paham kok.

Kebenaran, separo benar, atau salah masih sama-sama tidak jelasnya. Ini juga penyakit, saling sandera dan labeling atas opini yang sudah terbentuk itu lekat. Penegakan hukum sumir, lagi-lagi ini soal integritas.

Posisi KPK yang bermasalah itu sejatinya yang bisa menjadi titik poin untuk perbaikan. Angka korupsi yang tidak beranjak jauh dengan anggaran dan masa kerjanya yang sudah demikian lama, itu menjadi fokus utama.

Penyelesaian kasus korupsi yang tidak jelas dan berhenti pada beberapa pihak, bukan menyelesaikan dengan menyeluruh ini  masalah. mengapa malah melebar ke sisi pribadi perpribadi?  Jika demikian akan lagi lahir dalih dan perang opini yang tidak berubah. Akan selalu demikian.

Kapan sih berbicara KPK termasuk pilihan komisioner tidak didahului dengan sikap pesimis, mengulik pribadi mereka dengan berlebihan. Dan ketika ada masalah tidak pernah diselesaikan. Lagi-lagi ini adalah sikap mental, integritas, dan reputasi.

Dewan kebetulan yang mengajukan inisiatif. Lagi-lagi juga menjadi masalah, karena opini publik sudah yakin bahwa mereka tidak memiliki cukup integritas yang bisa dipercaya.  Para pelaku di dalam dewan banyak yang tersandung kasus, mereka potensial berkasus. Kinerja rendah, dan tiba-tiba bisa membuat UU dalam waktu super singkat.

Persoalan itu bukan pada revisi, bukan pada siapa yang berinisiatif, dan bukan pula bahwa ada taliban atau tidak, namun integritas para pelakunya. Semua mengaku beragama, memiliki Pancasila dan UUD 45 sebagai landasan bertindak sebagai lembaga. Pribadi beriman yang percaya akan alam maut dan akherat. Namun perilaku ugal-ugalan, malas-malasan, dan juga mengelabui aturan seolah biasa saja.

Apa yang bisa dilakukan? Kembali kepada profesionalisme, di mana bekerja seturut aturan, tidak menafsirkan seenaknya sendiri. Tidak pula menyampuradukan apapun dengan politik dan agama. Jika ini dilakukan dengan lebih baik, harapan kondisi berbangsa lebih bermartabat lebih cepat tercapai.

Komitmen dan taat azas dalam segala bidang. Eforia reformasi perlu disudahi. Jangan asal waton sulaya saja yang digedein, namun kinerja demi bangsa dan negara juga perlu diupayakan.

Pendidikan kritis bukan semata hapalan perlu menjadi  model dan pendidikan yang mendidik anak bangsa. Keteladan elit yang baik bisa diserap dan meninggalkan contoh buruk dari para elit bisa dilakukan secara spontan oleh generasi muda.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun