Mohon tunggu...
Nirmala Alivia
Nirmala Alivia Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik

Dimana Keadilan? Indonesia sedang Kritis!

6 Juni 2017   05:22 Diperbarui: 6 Juni 2017   05:29 1922
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pancasila sebagai dasar negara Indonesia, haruslah mendarah daging diseluruh rakyat Indonesia ini. Sila kelima yang berbunyi Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia ini sekiranya mulai memudar di kalangan masyarakat Indonesia masa kini, terutama para pejabat-pejabat dalam menegakkan keadilan dan hukum di Indonesia. Pada masa kini, orang lemah akan semakin ditindas. Begitulah ironi pada penegakan hukum di Indonesia. Ibarat pisau yang diarahkan untuk menusuk ke bawah, menusuk bagi yang mengenai mata pisaunya dan melindungi bagi yang memegangnya. Maksudnya adalah hukum di Indonesia ini tidaklah sama perlakuannya antara rakyat kecil dan pejabat negara.

Pada Undang-Undang Dasar 1945 jelas tertulis pasal 28D ayat (1) bahwa "Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.” Jelas tertulis bahwa kita semua memiliki hak untuk diperlakukan sama di hadapan hukum, tak memandang bulu, tak memandang status, jabatan, maupun gaji. Tetap kita semua berhak mendapatkan perlakuan yang sama di hadapan hukum. Namun kenapa masih saja di Indonesia ini, uang mengalahkan hukum, kekuatan jabatan mengalahkan keadilan.

Kita ambil contoh saja, nenek yang berusia 72 tahun terpaksa harus berurusan dengan pihak yang berkewajiban dan mengalami proses pengadilan karena nenek tersebut telah mencuri 3 buah mangga karena alasan kelaparan. Dan hasilnya nenek tersebut ditahan selama 2 tahun. Kasus yang lain Nenek Asyani yang harus dipenjara selama 1 tahun 18 bulan dan 500 juta karena mencuri kayu. Sedangkan pejabat tinggi seperti kasus Rajamohanan ditangkap KPK karena diduga melakukan penyuapan kepada Kasubdit Bukti Permulaan Direktorat Penegakan Hukum Ditjen Pajak Kementerian Keuangan, Handang Soekarno sebesar Rp 6 miliar. Uang tersebut diduga untuk menghilangkan kewajiban pajak PT E.K Prima Ekspor Indonesia sebesar Rp 78 miliar. Dan dalam kasus korupsi tersebut tidak ada satupun penjatuhan vonis Undang-Undang yang mengatakan penjara seumur hidup ataupun denda yang lebih besar dari apa yang telah diambil oleh tersangka tersebut. 

Pernahkah kita berpikir bahwa pejabat yang telah tertangkap basah korupsi uang negara yang jumlahnya tidak sedikit itu benar-benar merugikan Negara Indonesia? Pernahkah kita berpikir bahwa pejabat-pejabat korupsi tersebut telah mencuri uang negara yang hanya digunakan untuk kepentingan pribadi mereka semata? Pernahkah kita berpikir bahwa koruptor tersebut telah mencuri hak rakyat, mereka mencuri kesejahteraan rakyat? Apakah koruptor tersebut tidak malu karena telah mencuri uang negara? Mereka merugikan Negara Indonesia, namun apa kenyataannya? Mereka hanya divonis penjara yang waktunya tidaklah sebanding dengan apa yang mereka curi, vonis denda mereka tidaklah sebanding dengan apa yang telah mereka perbuat dibandingkan seorang lansia yang mencuri 3 buah mangga. Perbuatan mereka tak sebanding dengan seorang lansia yang mencuri kayu.

Pernahkah kita berpikir, apabila koruptor tersebut mencuri uang puluhan miliar untuk kepentingan mereka, kemudian koruptor tersebut tertangkap basah oleh KPK dan terbukti melakukan korupsi. Kemudian ketika masa pengadilan mereka masih bisa tertawa, berjalan dengan gagahnya seolah-olah bangga bahwa mereka bisa melakukan korupsi besar-besaran. Mereka divonis dengan dipenjara yang tak sebandiang dengan perbuatanya. 

Mereka diberikan denda yang tak sebanding dengan apa yang telah dicurinya. Katakanlah sang koruptor ini telah mencuri uang negara sebanyak 79 miliar. kemudian mereka dijatuhkan denda pada Pasal 5 ayat (1) huruf (a) dan huruf (b) dan Pasal 13 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Katakanlah sebesar-besarnya denda yang mereka dapat, tak mungkin sampai melebihi apa yang telah mereka curi. Salah satu contoh, pasal 5 UU Nomor 31Tentang Tindak Pidana Korupsi mengatakan bahwa "Setiap orang yang melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 209 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (rima) tahun dan atau denda paling Sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah)." Apakah ini membuat kita berpikir? Ketika mereka telah lepas dari penjara, mereka masih memiliki uang hasil korupsinya, mereka masih bisa menikmati hasil curiannya, hasil mencuri uang Negara Indonesia.

Dibandingkan koruptor di luar sana, mereka malu karena tertangkap basah oleh pihak pemberantas korupsi. Bahkan diluar sana berani menjatuhkan hukum yang menurut mereka setimpal dengan apa yang telah diperbuatnya. Tetapi bagaimana dengan Indonesia? Para koruptor yang telah tertangkap basah masih bisa berdiri tegap seolah-olah mereka bangga dan tak menyesalinya, ketika telah terjatuh vonis ditahan mereka masih bisa mendapatkan penjara yang mewah, para koruptor masih bisa melakukan remisi, bahkan seburuk-buruknya koruptor tersebut masih bisa menikmati uang hasil curian mereka setelah lepas dari penjara. Kenapa terjadi perbedaan yang sangat jauh antara hukum di Indonesia dan diluar sana? Kenapa penegakan hukum di Indonesia tidaklah tegas? Sudahkah kita menanyakan pada diri kita apa yang bisa kita lakukan untuk Indonesia ini? Indonesia telah berada dalam keadaan kritis. 

Jika perubahan berada di tangan yang muda, maka sebaiknya kita benar-benar harus menegakkan hukum di Indonesia ini, kita benar-benar menegakkan keadilan di Indonesia ini. Kita generasi muda sebaiknya tidak melakukan korupsi. Generasi muda jujurlah semenjak kecil, karena dengan seperti itu bisa menjadikan suatu kebiasan yang baik dan dari hal yang kecil bisa merubah sesuatu yang besar. Untuk generasi tua sebaiknya janganlah mengajarkan generasi muda untuk belajar korupsi. Hentikan korupsi ini. Bayangkan apabila Indonesia ini tidak ada koruptor, Indonesia benar-benar bersih dari koruptor, tumbuhkan kesadaran Indonesia anti korupsi, tegakkan keadilan, tegakkan hukum di Indonesia ini. Kuatkan kembali tekad Pancasila kita. Bayangkan apabila Indonesia kuat seperti tersebut. Tumbuhkan semangat menjadi Indonesia yang rindu akan hukum yang kuat dan tegas ini.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun