Menariknya si Silmy tuh jalan sama adeknya dan kelihatan deket banget sampe bikin vlog bareng. Bikin sirik. Ade saya mah boro-boro ga seru dia mah wwkkw....
Jreng...jreng, waktunya tiba untuk presentasi. Kita udah cas cis cus melatih diri dan saling mengoreksi. Jadi giliran kami siang sehabis istirahat di suatu kelas yang kondisinya tidak lebih bagus dari ruang kelas FIB UI dulu. Jadi di universitas ini walau disebut sebagai yang terbaik di Malaysia tetap saja fasilitasnya tua dan memprihatinkan termasuk laptop kelas yang rusak dan akhirnya malah pakai punya saya dong. Etdah...
Beruntung saya juga berhasil menjaga mood saya saat saya tahu, jadwal dari panitia pun berantakan dan penonton kita lenyap sudah. Hanya tersisa segelintir saja yang memang mahasiswa bener-bener niat belajar.
Seharusnya kami adalah giliran kelima atau keempat namun maju, menjadi yang pertama karena ketidakjelasan presenter sebelum kami. Ini tentu saja merugikan karena orang-orang yang memang niat menonton kami jadi gagal dan terlambat karena kami ternyata sudah selesai. Ini sungguh mengesalkan. Ini beneran terjadi. Pas kami selesai presentasi beberapa orang datang menanyakan soal presentasi kami yang ternyata maju jadwalnya hingga mereka tidak bisa nonton.
Beruntung beberapa penonton yang merupakan mahasiswa universitas Malaya ini tidak beranjak pergi. Padahal sebelum kami benar-benar buruk presentasinya hingga membuat penonton bubar. Ini juga mengesalkan.
Gimana gak! Mereka presentasi soal speech hate tapi judul sama analisis ga relevan. Menang judul clickbait tapi analisis mirip anak S1 semester 1 coy. Parah, malu saya lihatnya. Alhasil, si presenter ini sukses membuat orang-orang bubar sementara saya butuh didengarkan. "Hei! dont go, presentasi saya dijamin keren!" pengen rasanya teriak gitu. Tapi sudahlah ya.
Dengan kondisi carut marut seperti ini, saya tetap deg-degan karena saya masih punya penonton yang buka orang yang gampang dikadalin juga. Mereka mahasiswa yang siap mencatat dan memperhatikan semuanya. Kalau dianggap presentasi saya sampah siap-siap lihat muka mereka melengos.
Teman saya jadi orang pertama yang maju, bagai naik rollercoster kami membawa mereka mengenali terlebih dulu soal masalah 'kafir' yang kami bawa hingga akhirnya terusik dengan sensasi labeling kata itu di masyarakat melalui bahasa. Mata-mata mereka enggak lepas dari layar presentasi kami, lalu mulai mencatat.
Tangga menuju analisis kami yang matang membuat mereka manggu-manggut dan saya pun menjadi presenter kedua yang membawakan hasil analisis kami. Inilah puncak dari presentasi kami, sebuah kesimpulan yang membuat mereka gemas dan penasaran dengan fenomena sosial dalam bahasa ini. Bisa dikatakan kami sukses menyajikan masalah sosial yang terjadi melalui bahasa dengan analisis yang sungguh sistematis dan sederhana serta mudah dipahami.
Melihat mereka begitu antusias memperhatikan, saya pun terbawa emosi. Tangan saya tidak lagi dingin, tapi ada emosi yang tumpah. Kenapa? saya benci sebenarnya harus menyampaikan kejelekan sosial di Indonesia ini tapi kalau tak begini mereka mana tahu.