Aku harus siaga.Â
Benar kan? Toro mulai celingukan sebelum mengambil benda yang sempat ditaruh di kursi saat bapak lewat. Â Dengan hati hati, dia letakan di pinggang.Â
Seperti kurang pas. Toro ambil lagi barang itu. Ditimang timang, dan...Â
Kakak kedua pulang. Dia memang selalu pulang nyaris pagi. Sudah bekerja tapi serabutan. Di kota. Lumayan jauh, tapi dia memakai motor kreditan yang entah kapan bisa lunas. Walaupun motor kreditan nya juga motor bekas. Dari tiga kakakku, dia yang paling rajin.Â
Kakakku hanya melihat sebentar ke arah Toro. Â Seperti biasa. Selalu tak peduli dengan Toro. Mungkin sudah menganggap antara ada dan tiada.Â
Wajah Toro agak pias. Tapi kemudian normal kembali setelah tahu kakaknya tak peduli.Â
Ketika keadaan senyap. Mungkin kakak sudah ngorok, karena dia p aling cepat ngorok. Â Toro kembali mengambil sesuatu dari bawah meja.Â
Benda itu diletakkan di atas meja. Dan benda itu ternyata sebuah pisau. Bukan pisau milik ibu. Karena ibu tak pernah punya pisau semengkilap itu.Â
Toro membolak balik pisau itu dan...Â
Toro meletakkan pisau itu dilehernya. Nyaris aku berteriak. Untung segera kututup mulutku dengan kedua tangan.Â
"Kreeeek! "