Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Perjalanan Lahir Batin Prolet; Puasa Pertama Berbalada

27 Mei 2017   22:51 Diperbarui: 27 Mei 2017   22:58 214
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sehabis sahur.  Sambil menunggu adzan subuh di mesjid dekat kosnya, Prolet menyaksikan ekor bintang terjatuh di ujung langit.  Sudut mata Prolet mengikuti hingga sinarnya yang redup menghilang di lengkung bumi.  Prolet mengira ngira sejenak.  Memainkan skenario di otaknya.  Menggelar panggung tentang kehidupan yang penuh misteri.  Tak akan pernah terpecahkan selamanya.  Rahasia Tuhan adalah rahasia paling rahasia.  Tidak ada rumus atau teorema yang sanggup memecahkannya.  Meski Einstein dilipatkan tak terhingga jumlahnya.

Adzan Subuh menggema.  Menjalari udara dengan lengan lengannya yang hangat.  Merengkuh jiwa yang sedang tertegun maupun manyun.  Mendinginkan dengan percik percik kecil air wudlu.  Bertetesan pelan membasahi tempat sujud dengan sepenuhnya penyerahan.

Prolet mengambil tempat di shaf depan.  Gendang telinganya begitu damai disuguhi surat surat pendek yang dibacakan oleh Imam.  Dan terus terang, itu membuat otaknya dicegah dari didih saat siang nanti selalu saja siap menggantang. 

-----

Masuk kantor.  Prolet menyaksikan senyum bertebaran seperti musim bunga sakura tiba.  Prolet merasa dadanya menjadi taman seketika.  Hari ini sungguh berbeda.  Hari ini mungkin adalah hari bunga sedunia.

Prolet semakin merasakan perbedaan itu ketika Tuan Puteri memanggilnya.  Mengangsurkan sebuah buku kecil.  Judulnya; Bahagia itu Sederhana.  Prolet belum sempat membaca siapa pengarangnya.  Tidak sempat.  Hatinya seperti disiram oleh satu drum madu Apis Dorsata.Prolet takut berkata kata.  Pasti gagap dan terbata bata.  Hanya menganggukkan kepala.  Sambil mengirimkan senyum semanis manisnya.  Meski sebenarnya dia tidak yakin apakah Tuan Puteri menganggap itu manis atau cengiran gugup saja.

Sambil duduk di mejanya yang sedikit berantakan.  Prolet memperhatikan cover buku kecil itu.  Terbelalak seperti melihat sebuah kejutan.  Dan memang kejutan.  Penulisnya tertulis sungguh ayu.  Rara Ratri.  Nama asli Tuan Puteri!

Wah, ini sebuah kejutan yang tidak sederhana.  Tuan Puteri menulis sajak sajak begini indah.  Prolet seperti masuk ke dalam mekanika fisika yang rumit.  Menjadi rumus rumus gerak dan tata surya.  Hatinya bergerak secepat huruf huruf itu menari narikan matanya.  Rangkaian kalimat yang ditulis Tuan Puteri membawanya ke pusat sistem Galaxy Bima Sakti.  Jiwanya terlambung lambung. 

Mengorbit bersama bulan bulan kecil mengelilingi Jupiter.  Menjadi saksi sebuah peristiwa semesta.  Bahwa bahagia itu sederhana.

-----

Menjelang sore.  Prolet masih merasa dalam suasana yang tidak biasa.  Dia sadar harus mendaratkan hatinya dengan selamat.  Terlalu tinggi dia terbang.  Tidak ada turbulensi.  Mesin mendengung tanpa gangguan.  Dia harus secepatnya siuman.  Cerita pungguk sudah lama usang.  Dia tidak ingin memperbarui cerita itu.  Dia ingin sekali dia menjadi bulan.  Namun tidak perlu ada pungguk.  Itu menyakitkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun