Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Perpustakaan Hujan

19 Februari 2020   16:17 Diperbarui: 19 Februari 2020   16:16 508
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Seorang perempuan, saat dia jatuh cinta kepada hujan, akan menyerahkan gerimis di matanya, sebagai persediaan, ketika kemarau telah nampak di kejauhan. Agar bunga-bunga yang dia tanam tetap bisa tumbuh. Meski hatinya yang hanya sepotong perlahan mulai runtuh.

Seorang perempuan, yang membenci hujan karena sebab-sebab yang tidak beralasan, akan bersembunyi di balik daun pintu. Menunggu. Hujannya kehabisan waktu, atau waktunya tak punya lagi rindu.

Padahal, demi setempayan hujan, rawa yang mengering kembali tergenang, sungai yang mengecil kembali berjeram, dan hati yang kehilangan kembali bisa mengenang.

Bagi seorang perempuan, hujan adalah perpustakaan. Tempatnya menyimpan buku-buku catatan. Semenjak dia menjumpai matahari, menemui sesajian pelangi, terhalang mendung, dan menghadang semua kejadian murung, melalui senyum dan tawa. Terpaksa maupun apa adanya.

Begitu sederhana.

Dengan luka-luka di antaranya.

Jakarta, 19 Februari 2020

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun