tidak ada yang lebih paham tentang rembulan, selain malam, yang memangku tubuhnya dengan kelembutan seorang ibu, lalu menyusuinya dengan cahaya yang bertetesan satu demi satu. Membesarkan gelap yang paripurna, menjadi purnama yang sempurna.
tidak ada yang lebih mengerti mengenai matahari, selain terangnya hari, yang menyediakan tempat bagi kehangatan terbaik, maupun panas terik. Mulai fajar terbuka, hingga petang mementaskan panggungnya.
tidak ada yang lebih tahu apa itu rindu, selain aku, yang menulisi dinding kamar dengan kerasnya sifat batu, maupun dinginnya tumpukan salju. Bagi musim yang bergantian menawarkan, sebuah rindu yang mendendamkan keyakinan, ataupun dendam rindu yang menghujamkan keraguan.
tidak ada yang lebih percaya terhadap rembulan dan matahari yang saling merindu, kecuali buku-buku. Pada banyak halamannya, tertuliskan rima dan irama. Ketika rembulan menyatakan cintanya pada matahari, karena telah berbelas kasih dan berbagi. Juga saat matahari menenggelamkan dirinya, pada sebuah telaga kegelapan yang berpintu gerbang senja, untuk memberi kesempatan rembulan beranjak dewasa. Â
Itulah rindu yang sebenar-benarnya. Tanpa hiruk-pikuk amarah atau gelisah, yang mengada-ada.
Jakarta, 7 Agustus 2019