Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Kemarau di Kepala Orang-orang

2 Juli 2019   15:18 Diperbarui: 2 Juli 2019   15:35 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kemarau bertumbuhan seperti bintang di langit malam yang bersih dari awan dan sekaligus juga kehilangan rembulan. Di kepala orang-orang yang kehabisan mata air karena terus-terusan mengunggah air mata. Di tempat-tempat yang berlini masa. Atau tempat lainnya yang dianggap merdeka untuk saling cerca dan dihasut saling memangsa.

Dunia bukan lagi belantara atau padang tundra. Namun sudah dinobatkan menjadi ladang savana. Perburuan sunyi dan kematian hati lazim terjadi di sana.

Orang-orang sekarang lebih menguasai cuaca dibandingkan siklon, muson dan pasat. Memutar balik siklusnya sesuai dengan peredaran kesumat. Badai akan dibungkus sebagai hadiah pertemanan. Misai digunakan sebagai pengendus segala macam kesempatan. Dunia menjadi begitu kecil dan mampat. Penghuninya terengah-engah kehabisan tempat.

Dalam satu tahun kalender berjalan. Kemarau di kepala tumbuh sesubur hutan ilalang. Melukai lengan dan betis kaki. Lalu membakarnya seketika tanpa menunggu api. Dengan cara membiarkan segala perihal patah hati.

Manakala kemarau terus saja dijadikan mahkota tanpa ada kesempatan untuk dikudeta, maka musim hujan yang datang hanya akan menjadi perayaan diam-diam tanpa sedikitpun terbersit kegembiraan.

Jakarta, 2 Juli 2019

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun