Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Tetralogi Air dan Api, Lahirnya Air dan Api

21 Desember 2018   03:46 Diperbarui: 21 Desember 2018   04:17 693
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kisah Air dan Api-Satu Benang

Kita ini seperti diciptakan dari satu benang. Bergabung dalam satu tenunan, menerbangkan layang layang dalam satu gulungan. Serat yang menyusun pun berwarna sama terang. Dengan kekuatan tarik dan ulur yang sama seimbang.

Kita ini dilahirkan dari satu rahim alam. Bergumul dengan kumalnya sungai dan lautan. Menggurat langit dan bulan yang termenung kesepian. Membuat surat bernada cinta kepada geram dan kusam.

Kita ini dipertemukan oleh bibir kawah berapi dan puncak puncak awan. Mencari melati di antara bulu bulu jerami yang beterbangan. Menemukannya telah menjadi seikat kenangan. Bersumpah janji akan memberikan tanah petani, segunung kesuburan, sesamudera kebaikan, sesumur kebajikan.

"....bagus ya Ratri? Itu adalah sajak curahan hati..."

Dewi Mulia Ratri terlonjak kaget seperti tersengat kalajengking.  Suara itu begitu mengejutkan, begitu menenangkan, begitu menyenangkan, sekaligus juga menyebalkan karena telah berani menelanjangi harga dirinya. Ditariknya tangan yang tadi menggenggam erat tangan pemuda itu.  

Dilihatnya Arya Dahana sedang duduk dengan susah payah sambil tersenyum memandangi dirinya.  Dia siuman! Terimakasih Sanghyang Widhi! Kau kabulkan doaku yang penuh dengan rindu ini.  Dewi Mulia Ratri mengucap rasa syukur sedalam dalamnya dari lubuk hati. 

Namun yang keluar dari mulutnya yang manis itu,

"puisinya bagus Dahana.  Hanya sayang, si penulis puisi ini adalah orang paling menyebalkan yang pernah aku kenal..huh!" digulungnya daun lontar itu dengan kasar.  Dimasukkan kembali ke kantong bajunya dengan lagak seolah itu adalah barang yang tak berguna.

Arya Dahana gantian terperangah.  Gadis ini agak sombong rupanya.  Tadi jelas jelas dia menikmati membaca sajak itu dengan memegang erat tangannya.  Tapi begitu dia tersadar bahwa dirinya sudah siuman, cepat cepat ditutupinya kemesraan hati itu dengan kesombongan yang semena mena.  Namun pemuda itu adalah pemuda yang sedikit penggoda.  Diraihnya tangan halus gadis cantik itu sambil berkata dengan ringan.

"Bukankah tadi seperti ini Ratri...tanganmu ini membuatku tersadar dari pingsan...kalau kau lepaskan...aku takut pingsan itu kembali datang lagi...nantinya kamu akan repot mengurusiku lagi...." wajah kurus itu nyengir dengan sia sia karena yang diberi senyuman malah mendelik lalu melengos dengan sadis.  Anehnya, tangannya yang dipegang oleh Arya Dahana tidak berusaha untuk dilepaskannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
  18. 18
  19. 19
  20. 20
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun