"Ki Tunggal Jiwo, andika pasti masih ingat kisah ajaib di Ranu Kumbolo Saka yang lalu. Â Muridku adalah pewaris kitab Ranu Kumbolo yang sakti. Â Aku tahu pasti muridku sudah menamatkan isi kitab sihir sakti itu. Â Aku yakin dia bisa menahan dan menandingi sihir Datuk Rajo Bumi. Â Aku sudah menemukan tempat di mana dia berada. Â Tidak berapa jauh dari sini. Â Mengherankan apa yang dilakukannya sedekat ini dengan perbatasan Blambangan. Â Padahal dia bertempat tinggal jauh di kulon sana."
Dyah Puspita yang tadi masih menduga duga, sekarang bersinar sinar wajahnya dan berkata,
"Maksud Paman Biantara, murid paman itu gadis cantik jelita dari Tanah Sunda? Â Dewi Mulia Ratri kah namanya?"
Ki Biantara menoleh kepada Dyah Puspita dan mengangguk membenarkan. Â Dyah Puspita menyahuti lagi dengan cepat,
"Bolehkah aku saja yang mencarinya ayah? Paman? Â Tunjukkan dimana tempatnya. Â Aku pasti bisa membawanya kesini dengan cepat." Wajah cantik itu berseri seri penuh harap.
Ki Tunggal Jiwo bertatap mata dengan Ki Biantara kemudian mengedarkan pandangannya ke sekeliling.
"Aku adalah pengawas pengadilan atas kesalahan Dyah Puspita. Â Aku berhak memutuskan apa saja selama dia tidak melarikan diri dari hukuman yang sudah dijatuhkan. Â Aku percaya dia tidak akan melarikan diri jika diberi tugas penting ini. Â Tapi aku harus tahu bahwa kalian semua menjadi saksi atas keputusanku ini. Â Jika ada yang keberatan silahkan angkat tangan kalian."Â
Argani dan Aswangga mengangkat tangan mereka dengan cepat. Â Ki Tunggal Jiwo melanjutkan,
"Dua orang keberatan. Â Ada yang tidak keberatan dengan keputusanku ini? Â Silahkan angkat tangan kalian."
Semua tangan teracung ke atas kecuali Argani, Aswangga dan Dua Siluman Lembah Muria.
"jadi yang keberatan hanya dua orang. Â Yang lain akan menjadi saksiku nanti jika dua orang ini mencoba memutar balik fakta kelak. Â Baiklah...putriku berangkatlah sesuai petunjuk arah Biantara. Â Bawalah gadis itu kemari secepatnya. Â Aku takut perang akan terjadi tidak lama lagi."