Mohon tunggu...
Lugas Wicaksono
Lugas Wicaksono Mohon Tunggu... Swasta -

Remah-remah roti

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Hai Ibu Puan, Apa Kabar Revolusi Mental?

13 Agustus 2017   08:32 Diperbarui: 13 Agustus 2017   14:33 2360
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kompas.com: Puan Maharani

Sementara salah satu upaya melaksanakan program Nawacita adalah dengan gerakan revolusi mental. Gerakan ini menjadi tanggungjawab Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Puan Maharani. Ia pernah menyatakan revolusi mental dibutuhkan sebagai strategi pembangunan budaya dan pembentukan manusia Indonesia yang berkarakter.

Menurut Puan, revolusi mental dahulu digagas kakeknya, Presiden RI Soekarno tahun 1957. Gerakan ini kini kembali dihidupkan karena dinilai masih relevan dengan situasi dan kondisi kebangsaan Indonesia saat ini. Ia menambahkan revolusi mental dibutuhkan karena pudarnya semangat, gaya berpikir yang meniru penjajah dan penyelewengan di lapangan politik, ekonomi, dan kebudayaan. Ada tiga nilai revolusi mental yaitu integritas, etos kerja, dan gotong royong. Tiga nilai itu akan menjadi budaya baru keseharian masyarakat.

"Kita dapat mulai gerakan ini (Gerakan Nasional Revolusi Mental) dengan mengubah cara pikir, cara kerja, dan cara hidup. Lalu dilanjutkan dengan membangun karakter yang penuh integritas, etos kerja, dan gotong royong," ujar Puan dilansir dari Kompas.com

"Kemenko PMK, sebagai kementerian yang saya pimpin, sejauh ini sudah memulainya dengan gencar mengkampanyekan gerakan Indonesia Melayani, Indonesia Bersih, Indonesia Tertib, Indonesia Mandiri, dan Indonesia Bersatu," tambahnya.

Keseriusannya dengan gerakan revolusi mental dia buktikan dengan membuat website www.revolusimental.go.id.yang menghabiskan biaya hingga Rp 149 miliar. "Melalui website masyarakat bisa melihat program ini akan disosialisasikan dengan baik. Mulai dari masalah perangkat hukum, model-model keteladanan, hingga pendapat dari tokoh nasional. Tujuannya untuk merevolusi mental karakter bangsa Indonesia. Melalui website ini kami juga akan memonitor pelaksanaan gerakan revolusi mental di semua kementerian dan lembaga negara," kata Puan dilansir dari Antara.com

Namun diawal kemunculannya, website ini sempat tidak bisa diakses. Sejumlah pihak, terutama penggiat teknologi menilai bahwa pembuatan website ini adalah salah satu bentuk pemborosan. Mereka mempertanyakan besarnya dana yang dikeluarkan untuk membuat website pendukung program Gerakan Nasional Revolusi Mental tersebut.

Website itu saat dibuka memang tidak begitu jelas maksud dan tujuannya. Hanya berisi beberapa konten saja tentang maksud revolusi mental yang salah satunya menjelaskan kegiatan FGD (kelompok diskusi terfokus) di Jakarta, Aceh, dan Papua yang dilakukan oleh Kelompok Kerja Revolusi Mental Rumah Transisi.

Dari FGD yang melibatkan 300 orang budayawan, seniman, perempuan, netizen, kaum muda, pengusaha, birokrat, tokoh agama/adat, akademisi dan LSM disimpulkan tiga gejala, di antaranya krisis nilai dan karakter, krisis pemerintahan dalam hal ini pemerintah ada tapi tidak hadir, masyarakat menjadi obyek pembangunan, dan ketiga krisis relasi sosial yakni gejala intoleransi.

Namun semangat gerakan revolusi mental tidak terlihat dibarengi tindakan nyata untuk mengejewantahkan yang dimaksud revolusi mental itu sendiri dalam praktik nyata. Kini seakan gerakan itu hanya sebatas wacana belaka. Puan sebagai Menko tentu saja dapat bekerjasama dengan menteri terkait untuk mempraktikkan gerakannya, seperti menteri yang paling strategis di antaranya Menteri Pendidikan Muhajir Effendi, Menteri Ristek dan Dikti Muhammad Natsir dan Menteri Sosial Kofifah Indar Parawansa.

Para menteri tersebut justru terkesan berjalan sendiri-sendiri. Natsir menyikapi pembubaran ormas agama beberapa waktu lalu dengan berencana akan memecat dosen perguruan tinggi negeri (PTN) yang terindikasi terlibat dalam ormas terlarang tersebut. Namun itu hanyalah sebatas wacana yang tidak jelas kapan terealisasi. Sementara Muhajir justru sibuk dengan wacana full day school yang menuai polemik. Mereka mungkin belum sempat terpikir mempraktikkan program Nawacita nomor delapan.

Entah itu sudah dilakukan Puan atau saya kurang update, yang jelas kini belum terlihat keberadaan gerakan revolusi mental. Padahal gerakan ini telah menghabiskan dana sampai ratusan miliar dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) yang bersumber dari setoran pajak masyarakat. Jangankan menilai berhasil tidaknya, keberadaan gerakan revolusi mental kini juga tidak jelas. Bahkan sebagai awam kita belum melihat hasil kerja Puan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun