Luana? Itu kamu? Saya menitipkan surat ini ke rerumputan di taman kota. Hari ini orang-orang di sini mempertanyakan genangan cairan berwarna biru muda di bawah pohon besar taman kota. Mereka enggan berteduh di bawah pohon itu karena warna biru biasanya beracun. Biar begitu, saya tahu itu karena kamu, dan kamu tidak beracun.
Luana, kemarin kamu berbisik dari bawah pohon besar sambil menepuk-nepuk rumput, "di sini." Saya hampir tidak mengenalimu, rupanya kamu mengecat seluruh tubuhmu serupa Angkasa.
"Mereka bilang, duduk di atas bayangan-bayangan pohon mengurangi terik," ujarmu lagi. Cat di bagian bawah matamu luntur. Kamu kepanasan atau diam-diam berlinang? Tanda hitam di bawah matamu lebih banyak berbicara.
Kamu biasanya cukup beratapkan Angkasa sebilang hari. Bahkan, terkadang kamu bercanda dengan Matahari.
"Apa yang salah dengan terik, Luana?" saya bertanya.
"Suhunya melelehkan cokelat,"jawabmu. Â Â
"Mengapa tak kamu suapi saja Matahari dengan air dingin?"
"Kemarin sudah, ia menolak, saya paksa. Ia muntahkan lagi sampai atap rumah saya basah."
"Dia pasti benci kamu sekarang, Luana."
"Jika Saja, bagaimana rasanya disukai semuanya? Matahari, Angkasa, bahkan bayangan-bayangan ini?"
"Begini."
Seketika matamu berbinar karena Matahari cukup rendah hati untuk menyembunyikan sedikit dirinya di balik awan-awan. Angkasa tiba-tiba tahu alasanmu mengecat seluruh tubuhmu. Perlahan-lahan ia menundukkan diri hendak menyapamu.
"Luana, mengapa tadi kamu tidak makan cokelat di dalam rumah saja?"
Sayangnya, kamu belum sempat menghabiskan cokelatmu ketika bayangan-bayangan hitam memeluk lantas melenyapkanmu.
Sayup-sayup saya mendengar seorang gadis kecil bertanya dalam keramaian, "kak, genangan biru muda di bawah pohon itu apa?"
"Sepertinya Angkasa meleleh sedikit,"
1 September 2017, Jika Saja
-
Merangkak | Minum | Menghilang | Menginap | Mengunyah | Melihat |Menghilangkan