Mohon tunggu...
Sulistyo
Sulistyo Mohon Tunggu... Buruh - Buruh Dagang

Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menyoal Keahlian dalam Konteks Indonesia

14 September 2017   17:56 Diperbarui: 14 September 2017   18:48 671
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Harian Kompas, edisi 21 Agustus 2017, halaman 7 menurunkan Artikel berjudul: Akhir dari Keahlian, Benarkah?Tulisan berupa ulasan tersebut mengacu pada buku berjudul: The Death of Expertise(2017), oleh Tom Nichols, seorang profesor di USA .Buku ini selanjutnya memdapat respons dan sorotan di kalangan akademisi internasional.

Artikel atau ulasan yang dikirim Surjani Wonorahardjo (Dosen FMIPA, Universitas Negeri Malang) tersebut pada intinya mengemukakan bahwa para ahli justru gagal memahami gejala di luar bidang keahliannya dan memberikan dampak besar dari kekeliruannya di kemudian hari pada masyarakat awam. Ulasan yang cukup komprehensif, paparan berbagai sudut pandang menjadikan pembaca semakin bertambah wawasan.

Dicontohkan bahwa para ahli yang tadinya menjelaskan kolesterol dalam telur harus dihindari dan akhirnya masyarakat mengurangi telur serta dikuatkan dalam diet nasional. Sementara makanan pengganti yang "diperbolehkan" justru memberikan akibat samping yang lebih buruk dan dua pertga masyarakat Amerika Serikat kelebihan berat badan. Saat ini mulai disadari bahwa yang lebih berbahaya adalah gula dan garam dalam makanan serta akibatnya lebih cepat dan fatal.

Dalam ulasannya, Surjani Wonorahardjo menjelaskan adanya jarak epistemologi dan pentingnya etika. Menurut pemahaman penulis (sebagai orang awam) dan teman-teman diskusi (akademisi) terhadap persoalan yang menarik ini memang dapat dikatakan bahwa setiap ilmu pengetahuan (sains) di dalam memecahkan masalah yang diajukan -- bisa dilihat atau berangkat dari paradigma (cara pandang/pendekatan) masing-masing.

Pilihan paradigma akan menuntun ilmuwan dalam bermetode serta berteori sehingga membawa kesimpulan yang sesuai/konsisten dengan paradigmanya. Kebenaran ilmiahnya pun disini sangat terbuka untuk diuji dan dibuktikan oleh orang lain melalui paradigma yang sama tentunya. Kebenaran ataupun kesimpulan dari masing-masing paradigma dalam memecahkan masalah (terutama ilmu pengetahuan alam dan ilmu pengetahuan sosial)  apalagi berkaitan dengan gejala kehidupan manusia yang kompleks maka generalisasi tidaklah mungkin bisa dilakukan.

Apapun temuan para ahli di bidangnya masing-masing sangat patut kita hargai, namun demikian publikasi atas temuan tersebut selayaknya disampaikan (terlebih dahulu) melalui media terbatas, misalnya buletin dan jurnal-jurnal ilmiah, disini uji publik akan berlangsung sehingga bilamana muncul respons berupa antitesa dapat melengkapi kekurangan atau "kekeliruan"  yang kemungkinan terjadi. Ini sekaligus menunjukkan bahwa ilmu pengetahuan selalu tumbuh dan berkembang.

Etika publikasi temuan ilmiah (termasuk temuan para ahli) menjadi penting untuk diperhatikan, terlebih mengingat dampak atas publikasi jika disampaikan melalui media massa itu sendiri tanpa dicermati lebih dalam oleh khalayak pembaca (awam) bisa menjadikan salah pemahaman.

Secara umum, dalam konteks Indonesia, apa yang disuguhkan media massa akan diterima begitu saja oleh awam, termasuk temuan para ahli. Yang paling mengkhawatirkan bilamana temuan baru yang mungkin masih belum sempurna (masih perlu diuji dan dibuktikan kebenarannya), buru-buru dibagikan (di-share) melalui media sosial yang kini sedang digandrungi khalayak luas di Tanah Air  - maka "kekeliruan berlipat ganda" akan berlangsung tanpa batas. Masyarakat yang masih belum banyak melek media (dan melek paradigma keilmuan) menjadi semakin tidak cerdas dan tumpul wawasannya.

Bilamana fenomena demikian masih berlangsung, maka perkembangan ilmu pengetahuan belumlah sesuai dengan hakikatnya, tujuan hakiki dalam menunjang kehidupan manusia masih jauh dari harapan.

Belajar dari apa yang kita paparkan dalam tulisan ini, setidaknya dapat menggugah para awam (dan penulis) untuk selalu cermat dalam menerima, menyerap dan membagikan informasi atas temuan atau berita apapun, termasuk yang berasal/bersumber dari para ahli. Jangan telan mentah-mentah setiap pemberitaan sehingga kita tidak terjebak menerima berita yang belum jelas bahkan bisa menjurus hoaks dan yang tidak mencerdaskan.   

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun