Mohon tunggu...
Trie Yas
Trie Yas Mohon Tunggu... Jurnalis - Sehari-hari bekerja sebagai Graphic design, editing foto, editing video (motion graphic). Namun tetap menulis buat menyeimbangkan hidup.

Sehari-hari bekerja sebagai Graphic design, editing foto, editing video (motion graphic). Namun tetap menulis buat menyeimbangkan hidup.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

"Istirahatlah Kata-kata", Film yang Memanusiakan Wiji Thukul

20 Januari 2017   16:40 Diperbarui: 26 Januari 2017   16:49 1658
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Poster film Istirahatlah Kata-kata (sumber foto: Instagram @Istirahatlahkata-kata)

Puisi dalam media film telah mengantar 'Rangga' digandrungi remaja Indonesia. Hingga sekuel Ada Apa Dengan Cinta akhirnya tetap menyelipkan satu buku puisi yang juga tetap menjadi daya pikat. Puisi membantu memahami kemanusiaan, menginterpretasikan makna-makna sebuah perjuangan, dalam setiap peristiwa.

Wiji Thukul sangat lekat dengan puisi. Dialah puisi perlawanan pada kekuasaan yang semena-mena. Kemarin 19 Januari 2017 Wiji hadir ke bioskop melalui Istirahatlah Kata-kata. Ada dan berlipat ganda. Sebuah film sebagai penanda zaman.

Awal berangkat ke bioskop sempat pesimis, takut kosong atau hanya terisi 3 sampai 9 penonton. Sebab dari pengalaman nonton film Indonesia yang mengangkat tema beda dengan promo pas-pasan kurang dapat menarik penikmat film. Ternyata bioskop penuh. Dapat duduk paling depan. Lebih takjub lagi ketika film selesai diiringi tepuk tangan riuh, lampu menyala, wajah-wajah pemuda Indonesia dengan raut wajah puas. Senang melihat antusias untuk lebih mengenal Wiji Thukul. Melawan lupa akan kekejaman sejarah.

Pada premier film Istirahatlah Kata-kata, hari Senin (16/1) Pak Jokowi tidak bisa menghadiri undangan keluarga dan teman Wiji Thukul. Meski begitu, masih sangat berharap Bapak Presiden Kita, Jokowi menyempatkan datang ke bioskop bersama anak-anak muda lainnya. Film ini ada lucunya, sedihnya seperti film yang Pak Jokowi tonton kemarin, film Cek Toko Sebelah (CTS). Sekadar saran, lebih menarik jika ditonton bareng Pak Prabowo dan Pak Wiranto.

Selama ini nama Wiji Thukul adalah sebuah mitos, legenda, pahlawan. Namun juga sosok yang misterius oleh generasi sekarang, Tak dikenal secara utuh dan sering kali mengabaikan sisi kemanusiaan. Hanya diraba pada linimasa media sosial tiap Hari Buruh, Slogan yang tertempel di kaos-kaos dengan tulisan Hanya ada satu kata: lawan.

Istirahatlah Kata-Kata menawarkan rasa yang berbeda dari film biopik pada umumnya. Tidak seperti film Rudy Habibie, Soekarno, Soe Hok Gie yang merekam perjalanan dari kecil besar disajikan lewat peragaan laku inspirasional yang mengultuskan si protagonis. Film karya Anggin Noen ini mengambil latar waktu 1996, momen pelarian Wiji Thukul dari beberapa tempat di Pulau Jawa sampai menyeberang ke Pulau Kalimantan, Kota Pontianak, hingga kembali ke rumah beberapa hari.

Jika berharap film ini ada adegan turun ke jalan berteriak atau menggebu-gebu membaca sajak Peringatan mungkin akan kecewa. Puisi-puisi dibacakan dengan lirih sunyi dan menegangkan menjadi seorang buron. Seperti puisi yang bercerita tentang asal luka di sebelah mata Wiji Thukul. Film ini memanusiakan Thukul.

Film Istirahatlah Kata-kata lebih berfokus pada rasa kehilangan, pengorbanan. Tentang kesepian dan tentang kemerdekaan dan demokrasi yang datang tidak dengan tiba-tiba. Ditunjukkan dengan banyak permainan metafora dan manipulasi adegan simbol seperti semut yang mengerubungi segelas air putih. Ada emosi meledak-ledak yang tersimpan rapi dan menjalar ke relung hati penonton, misalnya adegan ketika pergi membeli baju bekas atau ketika mendengar suara anak menangis.

Sepertinya tidak akan ada yang bisa memerankan sosok Wiji Thukul selain Gunawan Maryanto. Pengalaman sebagai seorang penyair dan panggung teater menjadikannya aktor watak yang patut diperhitungkan.

Di layar seolah kita benar melihat seorang Thukul yang terlihat bingung, ketakutan, putus asa, sekaligus marah. Emosi yang mampu menyayat hati. Dalam membaca sajak-sajak Thukul maupun dalam berdialog, Gunawan tidak menghilangkan ciri khas Thukul, yakni terkenal sebagai penyair pelo atau cadel.

Tokoh lain yang tak kalah penting ialah Sipon, Istri Thukul diperankan oleh news anchor, Marissa Anita dengan ciamik berbahasa Jawa. Seorang istri yang menanggung pilu hati, kegelisahan, ketakutan, pasrah, marah dan rindu bercampur jadi satu. Sosok ibu yang penyanyang, tegar, dan tulus. Tokoh-tokoh lain pun bermain dengan baik sesuai porsinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun