Mohon tunggu...
Khusnul Zaini
Khusnul Zaini Mohon Tunggu... Pengacara - Libero Zona Mista

Menulis Semata Mencerahkan dan Melawan ....!!!

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Tafsir Magis Trisula Politik: Jokowi-Megawati-Mahkamah Konstitusi

19 April 2024   06:49 Diperbarui: 20 April 2024   02:30 694
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Konsekwensi politisnya, potret berbagai karya pembangunan yang ada saat ini, wajar jika ada pro-kontra terkait nilai kepuasan publik dalam apresiasinya mengenai proses hingga pilihan strategi pencapaiannya. Karena sistem domokrasi mengatur soal pembagian kekuasaan, dan perwakilan masing-masing kelembagaan negara terlibat bersama selama proses perumusan hingga pengambilan keputusannya, maka penilaian soal berhasil atau gagal itu sebagai produk politik kolektifitas. Melibatkan seluruh instrumen politik yang merepresentasikan wakil dari pihak Eksekutif, Legislatif, dan Yudikatif. Dan memang inilah konsekwensi dari praktik sistem demokrasi representatif.  

Apabila proses dan mekanisme secara kolektif ada pihak yang tidak setuju dengan keputusan politik yang ada, semuanya sebagai konsekwensi dari sistem demokrasi. Mayoritas mengalahkan minoritas. Jika polarisasi para elite politik yang sedang mempertontonkan dialektika politik yang saling menegasikan, justru gestur politik para politisi Parpol tersebut sedang mempertontontan aib politiknya dengan praktik kongkalikong politik dengan Presiden yang sama-sama terpilih melalui Pemilu Pilleg dan Pilpres secara langsung.

Jika kemudian pada akhirnya benar dan terbukti bersalah secara politik, meskipun indikator kesalahan presiden ini hanya bisa dibuktikan dengan pelengseran secara konstitusional sebagaimana Gus Dur dalam sidang istimewa MPR, atau Soeharto melalui gerakan reformasi secara masif tahun 1998, maka sama halnya dengan era Presiden Soeharto yang tidak bisa diadili karena semua tindakan dan kebijakan politiknya dijalankan berdasarkan peraturan perundangan yang ada dan berlaku saat itu.

Megawati Ketua Umum PDIP

Tulisan ulasan berita di Harian Kompas, Senin 8 April 2024 berjudul "Megawati tugaskan puan jalin komunikasi dengan Prabowo" itu, setidaknya bisa dijadikan radar politis soal "keseriusan dan kesungguhan politis Megawati" menulis artikel opini dengan judul "Kenegarawan Hakim Mahkamah Konstitusi" pada hari dan tanggal yang sama.

Analogi opera sabun yang dideskripsikan dengan suatu genre serial drama televisi dan radio yang dicirikan dengan ceritanya yang berbelit-belit dan sentimental itu, sepertinya layak disematkan dalam konflik internal PDIP dengan aktor utama Megawati dan Joko Widodo. Kedua tulisan di Harian Kompas meski berbeda kolom bahasannya itu, sudah cukup menjadi bukti adanya fenomena politik opera sabun, meskipun perselisihan yang dipertontonkan kepada public bermuara pada sengketa pemilu Pilpres di Mahkamah Konstitusi.

Simpulan dalam pertunjukan politik opera sabun itu, pada akhirnya bisa diprediksi ending ceritanya dengan dua simpulan, yaitu (1) hasil pemilu Pilpres 2024 dinyatakan sah dengan beberapa catatan dan perbaikan untuk penyelenggaraan pemilu Pilpres di masa-masa mendatang, dan (2) Megawati dan PDIP menerima kekalahan sesuai putusan MK dan ingin berkoalisi dengan jatah menteri secara proporsional sebagai pemenang pemilu.

Kedua simpulan di atas harus diputuskan hakim MK dengan berbagai pertimbangan politik dalam negeri untuk menghadapi tantangan ekonomi global yang bisa berpengaruh dampak pada masalah ekonomi bagi bangsa dan rakyat Indonesia. Prediksi ini setidaknya relevan dengan pernyataan dalam paragraf 4 pada tulisan ulasan berita harian Kompas Senin 8 April 2024 berjudul "Megawati tugaskan puan jalin komunikasi dengan Prabowo" yang menyebutkan bahwa "...Megawati pun berulang mengingatkan soal tantangan berat geopolitik lima tahun ke depan. Setiap negara saat ini sibuk memperkuat diri. Rantai pasokan global juga tidak sempurna karena tidak terciptanya keseimbangan baru ....".

Tafsirnya bisa berarti bahwa latar belakang penulisan artikel itu, semata menegaskan kembali bahwa memang ada konflik internal PDIP soal perseteruan secara personal antara Megawati dengan Jakowi. Subyek masalah utamanya berkisar soal siapa yang layak sebagai kandidat Capres-Cawapres kontestasi Pilpres 2024. Secara politik, Jokowi telah memenangkan perseteruan yang ada. Menjadi tidak etis kemudian, ketika Megawati berupaya mempengaruhi rakyat dan mempengaruhi Hakim Mahkamah Konstitusi untuk meraih keadilan secara hukum-politik.

Setidaknya bobot dan pengaruh artikel opini Megawati di harian Kompas itu tidak seperti artikel opini biasa. Siapa penulisnya dan apa pesan politis yang disampaikan dengan pilihan narasi secara presisi itu, tentu akan/bisa berpengaruh dampak bagi subyek yang disasarnya. Jika tidak tanggap dan jeli memaknai apa yang dimaksudkan penyampai pesan, maka ada konsekwensi politis yang harus ditanggung bagi subyek tertentu atau seluruh warga bangsa.

Keberadaan para Menteri Kabinet Indonesia Maju periode 2019-2024 yang beberapa posisinya ditempati kader PDIP, ternyata hingga kini belum diperintahkan mengundurkan diri oleh Ketua Umum PDIP itu, secara politik bisa ditafsirkan sebagai sikap inkonsisten Megawati dengan berbagai statemen politiknya yang bisa dinilai menyudutkan posisi dan eksistensi Presiden Jokowi secara pribadi maupun sebagai Kepala Negara.

Tidak ada makan siang gratis dalam dunia politik. Semua pihak memiliki kepentingan, dikemas atas nama kemuliaan dan penuh pengabdian, meski politik sesuai konvensinya tidak pernah transparan. Begitulah gesture realitas politik paska pesta demokrasi Pilleg dan Pilpres 2024. Dibalik tontonan sandiwara politik yang kelihatan saling menegasikan, tetapi pada ghalibnya saling membutuhkan dalam negosiasinya.

Pada akhirnya, sandiwara politik yang dipertontonkan dengan gesture melodrama dan seolah-olah serius yang berdampak kehancuran demokrasi dan runtuhnya keadilan di Indonesia itu, hanya sandiwara politik berkenaan dengan perebutan kekuasaan atau saling berbagi kekuasaan. Jika benar ingin memperjuangkan demokrasi dan menegakkan keadilan, harusnya memiliki idiologi dan garis perjuangan yang jelas, tidak cuma retorika alias politik opera sabun.

Perseteruan antara Megawati dengan Jokowi ini setidaknya relevan dengan perkataan Franklin D Roosevelt bahwa "In politics, nothing happens by accident. If it happens, you can bet it was planned that way". Meskipun statemen itu diucapkan puluhan tahun yang lalu, tetapi masih relevan dan terjadi lagi dalam sistem demokrasi. Benar adanya bahwa "Dalam politik, tidak ada sesuatu yang terjadi secara kebetulan. Jika itu terjadi, bisa dipastikan memang direncanakan seperti itu".

Representasi masa sekarang dalam filosofi Trisula ini, bisa diartikan dengan fenomena perseteruan Megawati dengan Jokowi yang berakhir dengan kondisi "pisah ranjang politik" karena perbedaan strategi pendekatan politik dalam kontek perebutan kekuasaan. Meskipun ada kemungkinan skenario pisah ranjang politik ini sebagai bagian dari strategi politik dua kaki yang sedang dimainkan PDIP. Status Jokowi masih tetap sebagai anggota kader PDIP merupakan kartu truf yang bisa menjadi bukti pembenaran kelak pada masanya.

Mahkamah Konstitusi

Posisi Mahkamah Konstitusi dalam sengketa pemilu Pilpres 2024 sedang dalam situasi tersandra secara politik. Stigmatisasi publik terhadap MK yang tidak lagi independen, diduga berpihak untuk kepentingan Presiden dan Parpol tertentu meloloskan Gibran Rakabuming Raka sebagai Cawapres melalui Putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023 Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, hingga karena kebetulan Ketua MK ada hubungan keluarga dengan Presiden Jokowi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun