Mohon tunggu...
Murni KemalaDewi
Murni KemalaDewi Mohon Tunggu... Novelis - Lazy Writer

Looking for place to write

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Pemberontakan Cinderella

20 Mei 2019   09:39 Diperbarui: 21 Mei 2019   06:33 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

DURI LANDAK I

Di sebuah masa, hiduplah seorang gadis yang bernama Aya. Aya hidup bersama ayah dan adiknya yang bernama Shiro. Mereka tinggal di sebuah rumah kecil yang tak layak disebut rumah. Tapi bagi Aya, Ayahnya dan Shiro, rumah kecil itu merupakan pusat kebahagiaan mereka. Mereka hidup sangat miskin tapi mereka bahagia, karena mereka saling menyayangi. Aya sangat mencintai Ayah dan adiknya. 

Dan kisah dongeng indah inipun dimulai.....

Jam weker  yang ada di atas meja berbunyi. Jam itu lalu dilempar dengan bantal. Aya membuka matanya. Untuk sesaat ia terdiam, mencoba untuk mengembalikan kesadarannya dan bersiap untuk bangun. Aya akhirnya bangun sambil meregangkan otot-ototnya. Setelah itu ia berdiri dan berjalan menuju jendela dan membuka tirai,

"Ohayoo!" sapanya dalam hati "Namaku Ayamari Azayaka. Mungkin kalian akan berfikir kalau namaku aneh dan seperti nama Jepang. Memang. Nama itu diambil dari beberapa kata dalam bahasa Jepang. Tapi aku bukanlah orang Jepang dan MUNGKIN tak seorangpun dalam keluargaku yang memiliki darah Jepang. "

Wajah Aya berubah menjadi muram,

 "Ibuku yang memberi nama itu. Dia guru kursus bahasa Jepang ketika masih hidup. Setelah melahirkan adikku Masshiro, ia meninggal dunia. Sayangnya dia tak pernah punya kesempatan untuk mengajariku bahasa Jepang."

Aya menjauh dari jendela mendekati rak buku. Ia mulai membereskan buku-bukunya dan memasukan ke dalam tas.

"Umurku sekarang 17 tahun dan duduk di kelas 2 disalah satu SMU terpandang di negara ini. Bukan karena di sana sekolah orang-orang kaya, melainkan karena sekolahku merupakan sekolah percontohan bagi semua SMU yang ada di negara ini. Bahkan kabarnya negara tetangga juga mencontoh metode pengajaran di sekolah ini. Sekolahku terkenal dengan prestasinya. Sekolah yang tak segan memberi beasiswa bagi murid-murid tidak mampu asal berprestasi dan mengeluarkan murid-murid kaya yang tidak memberikan sumbangsih apa-apa pada sekolah selain mencoba menyogok para guru untuk memberikan nilai tinggi." Aya tersenyum "Aku sangat senang sekolah di tempat ini. Walaupun gajiku bekerja paro waktu di mini market Koh Ahong tidak begitu besar, tapi aku masih bisa membiayai sekolahku karena aku mendapatkan diskon 50% uang sekolah akibat prestasi yang sering kuraih untuk sekolah. Bukannya aku sombong, tapi walaupun aku miskin, aku adalah gadis yang cukup pintar."

 Aya menyusun seragamnya di atas tempat tidur.

"Mungkin ada yang bertanya, apa yang dilakukan oleh ayahku sehingga membiarkan anak sekolah sepertiku untuk mencari uang? Maka jawabanku adalah BANYAK! Pemberian ayah tak akan pernah bisa ku balas walau dengan uang bermilyar-milyar. Ayahku adalah pahlawan dan idolaku. Walaupun banyak yang menganggap ayahku adalah orang bodoh dan cacat mental, tapi bagiku hati ayah sangat besar, melebihi besarnya dunia ini. Aku menyayangi beliau dan juga adikku Shiro, yang memiliki kekurangan yang sama dengan ayahku. Bagiku, mereka adalah harta paling berharga dan tak tergantikan. Ayahku sangat menyayangiku... walaupun aku bukan putri kandungnya."

Ekspresi Aya terlihat kosong. Tak lama ia tersadar. Kemudian ia mengambil handuk dan pakaiannya yang ada di atas tempat tidur dan keluar kamar.

@@@

Tak berapa lama Aya keluar dari kamar mandi memakai seragam sekolahnya. Aya mendekati adiknya yang tidur di kursi.

"Shiro. Shiro. Bangun" kata Aya menggoyang-goyangkan badan Shiro." Udah jam berapa nih, Dek. Ayo bangun" desaknya.

Shiro mengucek-ngucek matanya,

"Jam berapa Kak Aya?" tanyanya.

"Jam setengah enam. Ayo mandi, trus sholat. Air baknya sudah Kak Aya isi. Ntar kalo udah habis, bantu Kak Aya ngisi lagi yaa?"

Shiro menganggukan kepalanya. Masih sedikit mengantuk, ia pun menuju kamar mandi.

Aya lalu berjalan ke sebuah kamar dan mengetuk pintu kamar itu,

"Yah! Ayah sudah bangun?"

"Sudah" jawab Pak Maman dari dalam kamar.

Aya kemudian berjalan menuju dapur.

"Ya. Aku bukanlah putri kandung ayahku. Aku bahkan tidak tahu siapa ayahku dan tidak tertarik untuk mencari tahu. Menurut kalian, apakah anak hasil perkosaan mau mencari tahu siapa bajingan yang telah memperkosa ibunya?" wajah Aya yang sedang memasak air terlihat marah." Aku berharap pria itu mati saja, atau membusuk di neraka. Ibuku menerima banyak hinaan karenanya. AKU menerima banyak cemoohan karena ulahnya. Ibuku yang tak tahan akhirnya lari dari keluarganya dan mencoba bunuh diri. Untungnya ayahku yang sekarang, Pak Maman, menolongnya. Beliau menyelamatkan nyawa dan perasaan ibuku. Melihat kebodohan yang polos dari ayahku, membuat hati ibu luluh dan memilih untuk menikah dengannya. Semenjak aku dilahirkan, ayah selalu ada di sisiku. Ayah yang aku cintai dan banggakan"

"Berasnya sudah habis" kata Pak Maman memotong lamunan Aya.

Aya menatap ayahnya sambil tersenyum menenangkan.

"Memang tinggal sedikit. Tapi masih cukup kok, Yah."

"Bu guru Shiro kemaren menanyakan uang sekolah Shiro" kata Pak Maman lagi dengan wajah sedih.

Gerakan Aya yang hendak membereskan meja makan terhenti untuk sesaat. Tapi kemudian ia kembali melanjutkan pekerjaannya,

"Ayah jangan khawatir. Uang tabungan Aya masih ada. Nanti bisa di pakai untuk uang sekolahnya Shiro. Sedangkan masalah beras..." Aya menghela nafas, "Aya akan coba pinjam uang dari teman di sekolah. "

"Tapi tabungan Aya kan untuk bayar uang sekolah Aya" kata Pak Maman, bingung.

Aya tersenyum menatap ayahnya,

"Tidak apa-apa, Yah. Buat Shiro dulu. Aya masih bisa minta dispensasi dari sekolah"

Pak Maman terlihat bertambah bingung,

"Minta dis... dis.. apa?"

"Dispensasi, Yah. Artinya minta waktu buat bayar" jelas Aya dengan nada sayang.

"Ooo...jadi Aya bisa minta dis itu"

Aya mengangguk dengan semangat,

"Iya. Jadi ayah jangan khawatir." katanya menenangkan Pak Maman, "Sekarang kita makan saja" sambung Aya lagi.

Pak Maman mengangguk penuh semangat. Aya tersenyum sayang menatap ayahnya. Lalu ia menatap kamar mandi dan berteriak,

"Shirooo...ayo makan!"

Shiro keluar dari kamar mandi dengan ekspresi bingung,

"Kak Aya. Kok baju Shiro ndak mau rapi yaa?" tanyanya.

Aya memeriksa baju Shiro.

"Adekkuu sayaaannng, gimana bajunya mau rapi kalo kancingnya salah lobang" jelas Aya seraya membetulkan kancing baju adiknya itu.

"Oo...gitu. Pantes baju Shiro ndak mau rapi. Padahal Shiro sudah tarik-tarik loh, Kak" jawab Shiro menggaruk kepalanya.

"Dasar Shiro bingung" tegur Pak Maman.

Aya tertawa mendengar candaan Pak Maman.

"Nah...sudah" Aya lalu berdiri dan mengusap kepala Shiro,"Sekarang makan yuk. Nanti terlambat sekolahnya" katanya lagi.

Shiro mengangguk.

Mereka lalu duduk mengitari meja makan.

"Selamat makan..." pimpin Aya.

"Selamat makaan..." jawab Pak Maman dan Shiro bersemangat.

Mereka lalu menyantap makannya dengan lahap.

@@@

Tuanku Yang Mulia Paduka Raja Rama Adisucipta Suryadinigrat Sultan Anusadewa ke II sedang mengenakan jas resminya dibantu Puanku Yang Mulia Paduka Ratu Seruni di depan cermin di kamar mereka.

"Putra Mahkota akan kembali hari inikan?" tanya Raja.

"Benar, Yang Mulia. Putra Mahkota akan kembali siang nanti." jawab Ratu merapikan jas yang dikenakan raja." Saya sudah menugaskan Kepala Dayang kerajaan untuk mengatur penjemputan Putra Mahkota." sambungnya lagi.

Raja menganggukan kepalanya. Tak lama ia pun berjalan menjauh dari cermin dan duduk.

"Sudah 2 tahun lamanya Putra Mahkota berdiam di Inggris. Seharusnya kita tetap membiarkannya berkosentrasi dengan studynya" Raja membersihkan kacamata yang dikenakannya dan kembali memakainya, "Kalian malah memintanya kembali. Padahal sebentar lagi akan selesai" Raja menghela nafas, "Sangat disayangkan"

Ratu berjalan mendekati raja dan duduk di sebelahnya,

"Putra Mahkota harus kembali untuk membantu Yang Mulia" jelas Ratu sambil menyeduh teh. "Kesehatan Tuanku Yang Mulia akhir-akhir ini kurang begitu baik. Saya berharap kehadiran Putra Mahkota bisa sedikit mengurangi beban Tuanku Yang Mulia dalam menjalankan tugas negara" sambung Ratu menyerahkan cangkir teh pada Raja.

Raja tersenyum menerima cangkir itu dan meminumnya. Tak lama ia pun menyerahkan kembali cangkir itu pada Ratu,

"Beban apa. Tidak ada satupun tugas negara yang membuatku merasa terbebani. Tugas yang ku emban tidaklah seberat tugas yang diemban oleh Kepala Pemerintahan kita. Jangan menganggap aku lemah. Penyakit yang kuderita ini tidak seberapa.".

Ratu meletakan kembali cangkir itu di atas meja dengan wajah terlihat sedih. Ratu menunduk hormat pada raja,

"Maafkan kelancangan saya, Yang Mulia. Saya sama sekali tidak menganggap Yang Mulia lemah. Saya tahu kalau Tuanku Yang Mulia tidak pernah sekalipun merasa terbebani dengan semua tugas negara yang telah Yang Mulia jalankan. Tapi..." Ratu mengangkat kepalanya dan menatap raja dengan wajah penuh kesedihan dan kecemasan, "Sebagai seorang istri, apakah saya tidak boleh khawatir terhadap kesehatan Yang Mulia?" tanya Ratu.

Raja menatap Ratu dengan ekspresi penuh kasih. Perlahan ia meraih kedua tangan Ratu dan menggenggamnya dengan lembut,

"Maafkan kanda. Tentu saja dinda boleh mengkhawatirkan kanda. Kanda berterima kasih atas perhatian dan kekhawatiran dinda. Kanda merasa bersalah, karena membuat dinda harus melalui hal ini."

Ratu tersenyum haru menatap Raja,

"Yang Mulia..."

Raja tersenyum sebelum perlahan melepaskan tangan Ratu dan tampak menerawang,

"Kanda hanya merasa kalau Putra Mahkota belum siap untuk memikul tanggung jawab ini. Dia masih muda. Kanda ingin memberinya waktu lebih banyak" Raja menatap Ratu dan tersenyum " Selain itu, kanda tahu sebenarnya bukan hanya karena khawatir akan kesehatan kanda saja kan, yang membuat dinda meminta Putra Mahkota untuk kembali" goda Raja.

Ratu tersenyum malu,

"Saya memang tidak bisa menutupi dari Yang Mulia" ujar Ratu membenarkan,"Sejujurnya sebagai seorang ibu, dinda juga sangat merindukan Putra Mahkota. Selama 2 tahun ini, dinda lebih banyak mendengarkan suara Putra Mahkota melalui telepon. Putra Mahkota begitu menikmati hidup di negeri orang, sehingga lupa dengan ibu yang merindukannya di sini" keluh Ratu.

Raja tertawa kecil,

"Yah, kita juga tidak bisa menyalahkan Putra Mahkota bila dia jauh lebih kerasan berada di negara orang. Privasinya di sana jauh lebih terjaga dibandingkan bila dia berada di sini. Bahkan jumlah pengawalnya pun dikurangi" Raja menatap Ratu "Dinda pasti tahu... Putra Mahkota tidak suka dikelilingi oleh banyak pengawal"

Raja kemudian berdiri sambil merapikan jas yang dikenakannya,

"Sudahlah. Bagaimanapun kanda juga sangat rindu pada Putra Mahkota" kata Raja tersenyum pada Ratu.

Ratu balas tersenyum lembut pada Raja.

@@@

Di sekolah Aya ada gedung dua lantai yang terbengkalai. Di sana terlihat seorang pemuda bernama Erick, sedang tiduran sambil menikmati teh kotak, di sebuah bangku di lantai dua. Topi yang dikenakannya menutupi wajahnya. Ia terlihat santai menikmati waktu. Tiba-tiba terdengar suara tangisan dari arah tangga. Erick melepaskan topi dari wajahnya dan matanya pun terbuka.

"Sudahlah, Aya. Jangan nangis terus. Pasti ada jalan keluarnya kok. Yang penting lo tenang dulu" bujuk Riska pada Aya yang sedang menangis tersedu-sedu.

"Gimana gue bisa tenang, Ris! Hiks. Bu Intan hanya memberikan aku waktu... hiks ... 2 hari untuk melunasi uang sekolahku. Aku harus cari kemana...hiks. Mana uang buku dan uang kas aku juga belom bayar lagi...huaaaaa" jawab Aya menangis semakin keras.

Riska mengusap punggung sahabatnya dengan wajah prihatin,

"Masalah uang buku ama uang kas jangan lo pikirin. Aku bisa bantu. Tapi kalau masalah uang sekolah, takutnya aku harus ngomong dulu ama mamaku, Ay"

Aya memegang tangan Riska dan menatapnya dengan air mata berlinang,

"Sudah, Ris. Nggak apa-apa. Lo udah baik banget nawarin gue buat bayar uang buku ama uang kas. Hiks... aku selama ini terus aja membebani lo, Ris. Aku jadi nggak enak."

"Lo nggak usah pikirin hal itu, Ay" jawab Riska

Aya berusaha mengusap air matanya,

"Sebenarnya aku udah nyisihin uang buat bayar uang sekolah. Tapi tadi pagi ayah bilang kalo ibu guru Shiro juga menanyakan masalah uang sekolah Shiro. Aku ndak tega membuat Shiro kebingungan di sekolah kalau sampai di panggil sama gurunya mengenai masalah uang sekolah. Hiks....uang itu juga aku pake sebagian untuk beli beras, Ris"

Riska terdiam menatap Aya. Dia tahu betapa Aya sanggup berkorban apa saja demi ayah dan adiknya. Riska merasa salut selama ini pada sahabatnya itu. Usianya baru 17 tahun, tapi dia sudah menjadi tulang punggung keluarganya. 

"Trus rencana loe selanjutnya apa, Ay?" tanya Riska khawatir.

Aya menggeleng lemah

"Aku nggak tahu, Ris. Hanya bisa pasrah. Jalan satu-satunya... berhenti sekolah" keluhnya.

"Tidak boleh gitu dong, Ay" tolak Riska kaget." Sayang banget kalo loe berhenti cuma gara-gara nunggak SPP 3 bulan"

Aya menunduk lemah,

"Aku bingung, Ris. Aku bingung mesti nyari uang kemana"

Riska seperti teringat sesuatu,

"Kalau Mbak Memey gimana?" tanyanya.

Aya menggeleng lemah,

"Nggak mau, Ris. Aku sudah banyak hutang budi sama Mbak Memey."

Aya tampak termenung. Riska menatap sahabatnya dengan wajah sedih. Tiba-tiba Riska berdiri dan mulai berteriak marah,

"Iii... Bu Intan tega amat sihh! Masak ndak bisa ngasih dispensasi buat lo! Padahal selama ini udah berapa banyak coba, piala yang udah lo sumbangin buat sekolah ini. Lo termasuk murid berprestasi yang ikut andil mengangkat nama sekolah ini. Siapa sih yang tidak kenal dengan Ayamari Azayaka, juara lomba Matematika antar SMU, juara lomba debat, lomba pidato dan masih banyak lagi! Pokoknya sumbangan lo  buat sekolah ini sudah tidak terhitung lagi!! Eeehh, sekolah bukannya terima kasih kok malah ngancam mau ngeluarin lo! Ini tidak adil ! Habis manis sampah dibuang" cerocos Riska tanpa henti.

"Habis manis sepah dibuang kali, Ris" ralat Aya.

"Eh..ya..itu lah pokoknya!" jawab Riska.

Mau tidak mau Aya tersenyum kecil melihat sahabatnya yang setia membela dirinya. Aya meraih tangan Riska dan menariknya duduk,

"Tenang, Ris. Aku nggak nyalahin sekolah. Karena prestasi yang lo bilang tadI, aku dapat keringanan membayar uang sekolah hanya setengah. Sekolah tidak pernah sewenang-wenang kok, Ris." jelas Aya.

"Yah... nggak bisa cuman korting 50 % donk, Ay! Seharusnya lo mesti dapat beasiswa PENUH!" tegas Riska.

Aya menghela nafas,

"Aku juga pengennya begitu, Ris. Tapi lo kan tahu sendiri kalau beasiswa penuh itu hanya diberikan atas dasar rekomendasi. Siapa yang bisa ngasih aku rekomendasi?"

"Kalau Kepala Sekolah?! Lo udah pernah nanyain belom?" tanya Riska.

Aya menggeleng,

"Belom"

"Ya sudah, tanyain dulu sama Pak Kepsek. Mudah-mudahan bisa dapat" desak Riska.

Aya tersenyum lemah,

"Tapi butuh proses, Ris. Siswa tak mampu yang berprestasi di sekolah ini, bukan aku saja." Aya menatap Riska "Kalau semuanya minta beasiswa, sekolah ini bisa bangkrut" jelas Aya.

Riska terdiam. Mau tidak mau penjelasan Aya masuk akal. Sekolah ini termasuk sekolah yang punya peraturan tegas. Tidak pernah membeda-bedakan satu murid dan yang lainnya. Malah dengan keringanan membayar uang sekolah hanya setengah harga untuk Aya, sudah menunjukan betapa sekolah ini menghargai sahabatnya itu. Namun untuk mendapatkan beasiswa penuh yang terkadang diberikan sekolah, memang tidak mudah. Seperti yang Aya katakan, di sekolah ini hampir semua murid punya keunikan dan prestasi di bidangnya masing-masing. Sekolah pasti butuh pertimbangan serius dalam memberikan beasiswa penuh pada siswanya.

"Mudah-mudahan kita bisa mencari jalan keluarnya ya, Ay" hibur Riska pasrah.

Aya tersenyum miris sambil menunduk diam.

"Sudah, Ay. Jangan bersedih terus. Masih banyak jalan ke Tanah Abang. Bukan hanya satu!" kata Riska memberikan semangat. "Sekarang yang penting kita berdoa saja. Mudah-mudahan ada keajaiban"

"Amien.." jawab Aya lemah.

 Riska menepuk pundak sahabatnya dengan keras,

"Sudah! Masuk dulu yuk. Jamnya Prof. Snape loh. Ntar kalo telat, bisa mampus kita dilaporin ama Pak Disiplin" kata Riska mengingatkan.

Aya tersenyum lemah. Ia kemudian berusaha berdiri dengan dibantu oleh Riska. Mereka pun meninggalkan tempat itu.

Erick yang sedari tadi menyimak pembicaraan antara Aya dan Riska, perlahan duduk. Ia menghabiskan minumannya dan meremukan kotak minuman itu lalu melemparkan kotak itu ke dalam keranjang sampah yang jaraknya cukup jauh sambil bergumam,

 "Ayamari Azayaka. Kesalahan... indah. Kesalahan yang indah?"

  Kotak itu berhasil masuk ke dalam tong sampah.

@@@

Iring-iringan kendaraan yang membawa Putra Mahkota Pangeran Ivan Prasetya Adinegara Suryadininggrat, melewati sebuah jalan yang cukup sepi.

"Aku lupa betapa panasnya ibu kota" keluh Ivan menatap ke luar jendela.

"Maaf Yang Mulia, tapi Yang Mulia berkata apa?" tanya Pengawalnya yang duduk di depan bersama Sopir Istana, seraya memalingkan wajahnya menatap Ivan.

Ivan tersenyum kecil menggelengkan kepalanya,

"Aku tidak bilang apa-apa" jawabnya. 

Pengawalnya menatapnya bingung.

"Apa jadwal untukku hari ini" tanya Ivan merubah pembicaraan.

"Menurut Sekretaris Kerajaan, hari ini Yang Mulia Putra Mahkota tidak memiliki jadwal khusus. Kami hanya diminta oleh Kepala Dayang Istana untuk menjemput Yang Mulia dan mengantar anda menemui Tuanku Yang Mulia Paduka Raja" jawab Pengawalnya penuh hormat.

"Sekretarisku masih Pak Harun kan?" tanya Ivan mengeluarkan Ipod dari sakunya.

"Benar, Yang Mulia."

Ivan menganggukan kepalanya dan memasang headset. Ia kembali menatap keluar jendela sambil mendengarkan musik.

Tiba-tiba saja mobil yang ditumpangi Ivan mengerem mendadak. Pengawalnya lansung menatap Ivan, khawatir,

"Anda baik-baik saja, Yang Mulia?" tanyanya pucat.

Ivan mengibaskan tangannya,

"Jangan khawatir. Aku hanya kaget. Tapi aku baik-baik saja"  jawabnya, "Ada apa?" tanya Ivan pada Sopir Kerajaan.

"Maafkan saya, Yang Mulia. Tapi sepertinya saya menabrak seseorang. Tiba-tiba dia melompat ke depan mobil" jawab Sopir Kerajaan panik.

"Wartawan?" tanya Ivan melongokan kepalanya penuh rasa ingin tahu.

"Saya akan memeriksanya, Yang Mulia" jawab pengawalnya.

Ivan menganggukan kepalanya.

Pengawal Ivan lalu turun dari mobil dan mendekati bagian depan mobil. Sementara pengawal-pengawal kerajaan lainnya yang mengiringi mobil Ivan, lansung keluar dari mobil mereka dan bersiaga di sekeliling mobil yang membawa Ivan.

Tak lama Pengawal Ivan kembali mendekati Ivan. Ivan menurunkan kaca mobilnya.

"Ada apa?"

Wajah Pengawalnya tampak bingung,

"Saya sendiri tidak begitu yakin, Yang Mulia. Tapi di depan ada seorang anak laki-laki. Sepertinya dia tidak apa-apa. Tapi... keadaannya juga sepertinya tidak begitu baik" jelas Pengawalnya ragu.

Ivan mengernyitkan dahi mendengar jawaban Pengawalnya itu,

"Sebenarnya ada apa?" tanyanya penasaran keluar dari mobil.

Ivan lalu menuju ke arah depan mobil. Di sana ia menemukan Shiro, yang menggigil ketakutan dan menatap ke sekelilingnya dengan mata liar. Ivan kemudian berjongkok di depan Shiro,

"Kamu tidak apa-apa?" tanyanya ramah.

Tapi Shiro bukannya menjawab pertanyaan Ivan, malah ekspresi wajahnya bertambah ketakutan dan matanya menatap semakin liar ke sekelilingnya. Dari mulut Shiro terdengar tangisan takut. Tiba-tiba Shiro berteriak sekuat tenaganya,

"KAK AYAAAAAA....!!!!"

Aya yang kebetulan berada tidak begitu jauh dari lokasi kejadian, tampak kebingungan melihat ke kiri dan ke kanan mencari sumber suara. Kemudian dari jauh ia melihat Shiro, yang dalam bayangannya, sedang di kepung oleh Mafia.

Sementara itu Ivan kembali berdiri dan menatap Shiro dengan wajah kasihan,

"Dia tidak apa-apa." jelas Ivan pada Pengawalnya.

"Maaf, Yang Mulia. Tapi kalau dia tidak apa-apa, kenapa dia menangis ketakutan seperti itu?"tanya Pengawalnya bingung.

Ivan tersenyum kecil,

"Mungkin dia kaget."

"Tapi tidak perlu seperti ini kan. Lagi pula kelihatannya umurnya juga sudah tidak kecil lagi. Tapi ulahnya malah seperti anak usia 5 tahun" ujar Pengawalnya bingung mengamati Shiro. "Dek, kamu tidak apa-apa?" tanya Pengawal itu lagi pada Shiro.

Pertanyaan Pengawal Ivan dijawab Shiro dengan tangisan yang semakin keras. Pengawal Ivan tampak kaget.

"Jangan khawatir. Biarkan saja. Besarnya badan tidak menentukan segalanya. Berapa usia seseorang, juga tidak menjamin kedewasaan. Menurut pengamatanku, anak ini mungkin sedikit tidak normal. Ada kemungkinan besar dia memiliki penyakit kejiwaan" jelas Ivan pada Pengawalnya.

Pengawal Ivan mengangguk-anggukan kepala mendengarkan penjelasan Ivan.

"Hei kau! Jaga bicaramu!" teriak Aya yang muncul tiba-tiba dengan berkacak pinggang. Wajahnya tampak marah besar.

Ivan dan pengawal-pengawalnya, spontan menatap Aya.

"Kau pikir kau siapa HAH! Seenak perutmu menghina orang!" teriak Aya pada Ivan.

Pengawal- pengawal Ivan spontan begerak maju untuk melindungi Ivan. Namun dengan halus Ivan menyuruh mereka minggir. Pengawal Ivan tampak ragu namun akhirnya mundur.

"Kenapa memangnya kalau adikku itu tidak normal HAH!" kata Aya lagi menatap Ivan dan pengawal-pengawalnya, yang bersiaga, satu persatu dengan  wajah galak, "Menurutku kalianlah yang sarap alias tidak normal alias gila bin berpenyakit jiwa. Beraninya sama anak kecil! Main keroyokan lagi! WOOI...! Dasar orang gila!" teriak Aya marah pada Ivan.

Pengawal-pengawal Ivan bergerak maju, bermaksud menangkap Aya.

"Berhenti!" perintah Ivan pada mereka.

Pengawal-pengawal Ivan tampak ragu, namun mereka akhirnya mundur sambil tetap bersiaga.

Dengan wajah tenang, Ivan balas menatap Aya,

"Kalau begitu, saya minta maaf, Nona. Saya sama sekali tidak memiliki maksud ataupun tujuan untuk menghina atau merendahkan adik anda. Tapi kalau boleh saya menyarankan, sebaiknya anda belajar menjaga adik anda dengan baik. Kebiasaannya yang tiba-tiba melompat di depan mobil yang sedang berjalan, suatu hari nanti pasti akan membahayakan nyawanya sendiri."

Setelah mengucapkan kalimat itu, Ivan membalikan badannya dengan angkuh dan berjalan menuju pintu mobil.

"Lanjutkan perjalanan" perintahnya dingin pada Pengawalnya.

"Baik, Yang Mulia" jawab Pengawalnya.

Pengawal-pengawal Ivan pun bergegas memasuki mobil masing-masing.

"Hei kau brengsek ! Tunggu!" panggil Aya pada Ivan.

Ivan spontan menghentikan langkahnya dan berpaling. Ia mengernyitkan dahinya menatap Aya dengan wajah tidak suka,

"Kau bilang apa?" tanyanya dingin.

Aya terlihat mengambil kuda-kuda. Ia menatap Ivan dengan wajah penuh kemarahan,

"Aku paling benci pada orang kaya yang sombong dan belagu seperti kau ini..."

Aya tiba-tiba berlari mendekati Ivan,  yang menatap Aya kebingungan, dan kemudian tanpa basa-basi Aya memukul wajah Ivan dengan keras sambil berteriak,

"... SAMA BENCINYA PADA ORANG YANG MENGHINA KELUARGAKU!"

Pukulan Aya membuat Ivan, yang sama sekali tidak siap, terjatuh. Pengawal-pengawal Ivan spontan berlari mendekati Ivan,

"Yang Mulia Pangeran! Anda tidak apa-apa?" teriak mereka panik.

Aya memanfaatkan situasi tersebut dan lansung menarik tangan Shiro,

"LARII !" teriaknya.

Aya lalu berlari dengan sekuat tenaga sambil menarik adiknya. Sementara itu Pengawal Ivan menatap kearah perginya Aya,

"Kejar mereka. Jangan sampai lepas !" perintahnya marah.

Maka terjadilah kejar-kejaran antara Aya dan para pengawal Ivan. Namun beruntun,  Aya jauh lebih mengenal daerah di sekitar itu sehingga dia bisa dengan mudah menyelamatkan diri.

Tak lama kemudian, para pengawal Ivan yang gagal menangkap Aya, kembali menghadap Ivan,

"Maafkan kami, Yang Mulia Pangeran. Kami gagal menangkap gadis itu" lapor salah seorang pengawalnya dengan wajah menunduk pucat.

Dari dalam mobil, Ivan mengusap bibirnya yang berdarah dengan sapu tangan,

"Sudah ! Tidak perlu mengejarnya lagi. Lanjutkan saja perjalanan!" perintahnya dingin.

Pengawal Ivan tampak ragu,

"Tapi Yang Mulia..."

"Ini perintah ! Lanjutkan perjalanan !" potong Ivan marah dan kemudian menutup kaca mobilnya.

Pengawal Ivan menatap kawan-kawannya. Akhirnya mereka pun kembali ke dalam mobil mereka masing-masing dengan wajah khawatir. Iring-iringan mobil itu kembali meneruskan perjalanan mereka.

"Peristiwa ini jangan sampai ada yang tahu" perintah Ivan mengusap bibirnya.

"Tapi Yang Mulia, kita tidak bisa membiarkan gadis itu. Tindakan pemukulan terhadap anggota kerajaan, sama sekali tidak dibenarkan dan ada hukumannya." protes Pengawalnya.

Ivan menatap Pengawalnya dengan wajah dingin,

"Apa kau ingin aku kehilangan mukaku? 'PANGERAN IVAN DI PUKUL JATUH SEORANG GADIS' itu pasti headline yang sangat menarik bagi media. Apa kau ingin berita memalukan seperti itu yang menghiasi kedatanganku kembali ke negara ini?"

Pengawalnya hanya bisa menundukan kepalanya menerima kemarahan Ivan.

Ivan menatap pengawalnya yang tampak pucat dan khawatir. Akhirnya ia menghela nafas panjang dan berkata dengan nada suara yang jauh lebih tenang,

"Jangan sampai peristiwa ini bocor. Bila nanti Tuanku Yang Mulia dan Puanku Yang Mulia bertanya mengenai hal ini, biar aku yang menjawabnya. Tugasmu adalah memastikan teman-temanmu yang lain menjaga mulut mereka."

Pengawalnya menganggukan kepalanya tanda mengerti,

"Saya akan menjalankan titah Yang Mulia Putra Mahkota"

Ivan kembali memasang headset dan menatap keluar jendela. Wajahnya tampak dingin sambil mengusap bibirnya yang mulai bengkak.

@@@

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
  18. 18
  19. 19
  20. 20
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun