Mohon tunggu...
Juni Wati Sri Rizki
Juni Wati Sri Rizki Mohon Tunggu... Dosen - Pembina Gerakan MULIA (Muslimah Peduli Alam)

Ibu rumah tangga yang gemar berimajinasi, berdiksi, dan menginspirasi; pencinta seni yang selalu merindukan harmoni dan senantiasa mengharapkan rida Ilahi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Mau Bilang Kampret? Silakan!

6 April 2019   22:49 Diperbarui: 6 April 2019   23:32 258
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Ini tidak akan mengurangi honor saya sebagai penulis, haha... Nah, lho. Saya tidak keberatan, apalagi sampai marah-marah, tidak akan! Asalkan bukan dengan maksud mengolok-olok (mengolok-olok saudara sebangsa itu tidak baik lho). Saya malah akan merasa tersanjung. Buat saya ini adalah pujian. 

Setidaknya ini saya anggap sebagai sebuah pengakuan atas stamina saya yang masih prima. Masih sanggup begadang di usia yang sudah tidak muda. Tapi, tolong, jangan dihubung-hubungkan dengan paslon 02. Jangan! Ini tidak ada hubungan sama sekali. Kalau di awal kalian sudah terlanjur berpikir demikian, maaf, kalian salah besar guys. Jujur, hingga detik ini saya belum menentukan pilihan, kok.

Jangan berprasangka dulu, saya ini bukan bermaksud golput, hanya saja saya tidak mau sembrono, gegabah menentukan pilihan sekarang. Kan, kampanye belum usai? Saya masih penasaran, di antara dua paslon, siapa yang paling jago memikat hati rakyat. Terus terang, sejauh ini perasaan saya masih pasang surut. Persis seperti gelombang di laut.

Jujur, saya kepincut bangat sama program-program yang ditawarkan Pak Sandi. Bukan kepincut sama wajahnya, yang konon katanya bikin banyak emak-emak klepek-klepek. Saya tidak termasuk! Saya fokus sama programnya!

Saya akui, beliau ini benar-benar keren visinya. Millenial banget. Antara langit dan bumi dengan programnya Pak Kiyai Ma'ruf. Mohon maaf buat pendukung Pak Kiyai Ma'ruf, bukan bermaksud merendahkan beliau. Tidak! Saya hanya tidak sepakat dengan segala macam program beliau yang kesannya sangat sentralistik. Itu bukan tipe saya.

Jelas, usai debat ketiga, pilihan saya mulai mengarah ke Paslon 02. Tapi, melihat akting Pak Wi-Wo (ini gara-gara Pak Kiyai nyebut-nyebut DUDI, saya jadi ikut-ikutan) di panggung debat ke empat, saya malah jadi bimbang menentukan pilihan.

Kadang saya gregetan lihat Pak Wi, eh...kadang saya malah takut sama Pak Wo... saat beliau ngomongin soal perang, merinding bulu kuduk saya. Wong, ngomongin pisau cutter aja udel saya ngilu, apalagi membahas alutsista...waaah... hampir ngompol betulan saya.

Saya juga tidak sedang menunggu serangan fajar, kok. Ngapain? Gak penting! Kalo hanya sekadar amplop berisi uang lima ratus ribu, honor saya sebagai nara sumber lebih dari itu. Hehe... Atau kalaupun ditambah dua bungkus minyak goreng kemasan, itu juga tak sepadan dengan penghasilan dari artikel saya yang diterbitkan. Sombong? Ah, nggak juga. 

Saya cuma mau menegaskan, bahwa saya bukan pemilih bayaran. Saya tidak mau sembarangan terjebak dalam permainan peran. Loh, kok? Lah, iya. Pemilu ini kan panggung politik, berarti ada pertunjukan peran. Banyak orang yang sedang bermain peran. Termasuk Pak Wi-Wo.

Mereka itu sedang menjalankan skenario, ada penulis skrip dan ada sutradaranya. Nggak percaya? Konfirmasi saja sama Mbah Google. Tanyakan rekam jejak mereka, pasti kalian akan paham.

Jangan kalian kira Pak Wi-Wo itu musuh bebuyutan. Tidak! Mereka itu hanya sedang terikat kesepakatan. Kesepakatan untuk berkompetisi. Tampil sebagai oposisi. Dari dulu sampai sekarang mereka itu berteman. Sama-sama dekat dengan Bu Mega.

Saya tidak mengada-ada. Mungkin kalian yang lupa. 2009 itu Bu Mega itu pasangannya Pak Wo, hanya saja tidak berjodoh jadi presiden dan wakil presiden. Kalah saing sama pesonanya Pak SBY-JK. Ngomong-ngomong soal Pak JK, nah, Pak JK sendiri juga pindah ke lain hati. Awalnya rival PDIP, di tahun 2014 malah mesra sama PDIP. Bahkan diusung sama PDIP jadi cawapres. Menang pula.

Jadi, benar kan? Ini Cuma permainan peran. Masih belum yakin? Ah, coba deh ingat-ingat gimana mesranya Pak Wi-Wo setiap usai debat, berjabat tangan, berpelukan kayak teletubbis, cipika-cipiki. Adem kan lihatnya? Nah, mereka aja yang capres nyantai gitu, ngapain juga kalian malah hujat-hujatan.

 Saya ingat betul gimana akrabnya Pak Wi-Wo saat sama-sama menunggang kuda. Ya, layaknya dua orang bersahabat. Lagi pula, kalau kalian perhatiin gimana hormatnya Pak Wo saat bertanya atau menyanggah Pak Wi ketika debat, pasti kalian juga sadarlah, bahwa Pak Wi-Wo itu memang tidak bermusuhan.

Jadi, yang musuhan siapa? Ya pendukung mereka masing-masing. Aneh ya? (minjam gaya Pak Wo saat marahin pendukung kubu 01 di debat keempat). Lah, iya. Aneh! Makanya, saya nggak mau ikut-ikutan jadi orang aneh. Saya mah, santai...karena ku selow...aku selow...sangat selow...santai...santai (jadi nyanyi deh, hihi). Ntar aja tunjukin keberpihakannya dan mantapkan pilihannya di TPS. 17 April 2019, ramai-ramai kita nyoblos.

Eh, iya, kok malah bahas politik ya? Tadi kan saya bilang nggak ada hubungan sama Paslon 02. Lah, ini kok malah bahasannya lebih dari itu. Padahal saya cuma mau bilang, saya memang suka kerja malam. Seperti kampret, siang berimajinasi dan bermimpi, malam merangkai diksi.

JWS. Rizki

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun