Mohon tunggu...
Joko Ade Nursiyono
Joko Ade Nursiyono Mohon Tunggu... Penulis - Penulis 34 Buku

Tetap Kosongkan Isi Gelas

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Memotret Nasib Petani Tembakau Sumenep Madura

23 November 2019   10:51 Diperbarui: 24 November 2019   04:33 417
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tembakau rajangan Sumenep | Dokpri

Di Sumenep sih sebetulnya terdapat banyak pedagang, pengepul, maupun tengkulak tembakau. Hanya saja, permintaan yang begitu rendah menjadikan pedagang, pengepul, bahkan tengkulak sedikit menahan diri sehingga berton-ton tembakau tak laku dan berujung membusuk selama penyimpanan.

Di satu sisi, petani tembakau Sumenep sedikit beruntung dengan menjamurnya industri rumahan pembuatan bungkus tembakau rajangan. Bahannya terbuat dari daun siwalan. 

Untuk kebutuhan membungkus seikat tembakau rajang, biaya pengepakan dengan anyaman daun siwalan itu dihargai Rp. 15.000. Bisa dihitunglah jika petani tembakau terpaksa menyimpan tembakau rajangannya akibat tak laku, misalnya saja sebanyak 100 ikat, sudah butuh biaya Rp. 1,5 juta. 

Bila dari 100 ikat itu 10 persennya tak tahan lama, ya kerugian bertambah lagi. Padahal, laku pun seikat saja belum tentu mampu menutupi kerugian tersebut. Sulit memang mengusahakan komoditas satu ini. Kalau tak kuat iman ya gulung tikar, stress, bunuh diri, atau minimal gila.

Risiko kerugian juga terdeteksi selama pembibitan dan membesarkan tanaman tembakau. Di Sumenep sendiri, beberapa tahun yang lalu, ada program pemerintah setempat berupa subsidi pupuk dan bibit tembakau. Program ini memang sempat menghembuskan "angin segar" pada petani tembakau Sumenep. 

Mekanisme pencairannya pun terbilang mudah. Dengan membawa semacam kartu tani tembakau berwarna kuning pada petugas, petani dapat mengklaim jatah pupuk dan benih tembakau. 

Kendati begitu, program itu tak bertahan lama, sedikit demi sedikit petani tembakau mulai berpikir tentang kondisi usahanya yang ternyata terancam gagal.

Dalam praktiknya, petani tidak bisa menjalankan usahanya mengelola tembakau kalau soal pupuk dan benihnya masih dijatah. Menurut mereka, dalam bertani, apabila dalam perjalanannya kekurangan pupuk, maka harus menambah pupuk, jika kurang air, ya harus mencari air, ada semacam effort sebagai langkah antisipasi dalam proses mendewasakan tembakau hingga layak panen.

Pemikiran seperti itulah yang mendorong petani tembakau mengklaim subsidi pupuk dan benih dalam jumlah yang sama, namun di tempat lain. Apalagi, mereka yang punya lahan tembakau lebih dari satu atau dua tempat yang berbeda secara administrasi. 

Dampak negatifnya program kartu tani menimbulkan masalah baru hingga klimaksnya pemerintah Sumenep meniadakan program subsidi tersebut.

Inilah sebabnya mengapa petani tembakau Sumenep kembang-kempis dan selalu berada di ujung kerugian besar. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun