Mohon tunggu...
ISJET @iskandarjet
ISJET @iskandarjet Mohon Tunggu... Administrasi - Storyteller

Follow @iskandarjet on all social media platform. Learn how to write at www.iskandarjet.com. #katajet. #ayonulis. Anak Betawi. Alumni @PMGontor, @uinjkt dan @StateIVLP. Penjelajah kota-kota dunia: Makkah, Madinah, Tokyo, Hong Kong, Kuala Lumpur, Langkawi, Putrajaya, Washington DC, Alexandria (VA), New York City, Milwaukee, Salt Lake City, San Francisco, Phuket, Singapore, Rio de Janeiro, Sao Paulo, Dubai, Bangkok.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Dari Off The Record sampai Heboh Kicauan TNI AU, Potret Liar Informasi 5000 Senjata Ilegal

25 September 2017   21:59 Diperbarui: 26 September 2017   07:50 7278
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gatot Nurmantyo. Kompas.com

Sekarang, semua orang tahu bahwa ada institusi non-militer yang akan membeli 5000 pucuk senjata api. Padahal, menurut Pusat Penerangan (Puspen) TNI, pernyataan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo itu bukan untuk konsumsi publik.

Kapuspen Mabes TNI Mayor Jenderal Wuryanto menegaskan, informasi tersebut disampaikan dalam pembicaraan internal bersama para Purnawirawan TNI. Setelah acara berakhir, Wuryanto sudah meminta wartawan agar tidak memberitakan pernyataan Gatot tersebut alias off the record.  

"Ada teman-teman yang mungkin menyadap atau merekam mungkin pernyataan beliau. Padahal kan kita sudah sampaikan tidak boleh," ujar Wuryanto seperti dikutip Suara.com.

Sebelumnya, Panglima Gatot juga menekankan bahwa apa yang dia sampaikan hanya untuk purnawirawan yang hadir, bukan untuk disebarluaskan oleh media pers.

"Saya tidak pernah 'press release' (soal senjata), saya hanya menyampaikan kepada purnawirawan, namun berita itu keluar. Saya tidak akan menanggapi terkait itu (senjata ilegal)," kata Panglima TNI usai menutup Kejurnas Karate Piala Panglima TNI Tahun 2017, Minggu (24/9/2017) malam, seperti diberitakan Antaranews.com.

Baca juga: Media Sudah Melek Anda, Tapi Sudahkah Anda Melek Media?

Kode Etik Jurnalistik Pasal 7 yang dikeluarkan Dewan Pers tahun 2006 menyebutkan, Wartawan Indonesia menghargai ketentuan embargo (penundaan pemuatan berita), informasi latar belakang (informasi atau data yang disiarkan tanpa nara sumber) dan off the record (informasi atau data yang tidak boleh disiarkan atau diberitakan) sesuai dengan kesepakatan.

Artinya, saat narasumber bilang jangan diberitakan, maka wartawan tidak boleh memberitakannya.

Tapi pada hari yang sama, Radio Elshinta merilis berita itu di Twitter: "Panglima TNI menyebutkan ada institusi tertentu yang mencatut nama Presiden untuk mendatangkan 5 ribu senjata secara ilegal. (ros)".

Kicauan tanggal 22 September 2017 pukul 12.42 tersebut menyebar cepat. Tak lama setelah itu, rekaman siaran radio Elshinta yang berisi cerita 5000 senjata ilegal dari Jenderal Gatot tayang di akun Youtube Seputar TNI Jawa Timur (baca transkrip pidato Gatot di bagian bawah artikel).


Belakangan ini, bocornya informasi ke publik sudah kerap terjadi di era digital yang serba cepat. Jangankan informasi yang disampaikan di sebuah acara yang diliput oleh media massa. Percakapan dua orang lewat telepon atau WhatsApp pun bisa menyebar luas ke banyak orang lewat media sosial.

Saya sendiri masih menunggu tanggapan Elshinta terkait hal ini, apakah memang kejadian seperti itu. Boleh jadi, waktu berita itu dirilis, Kapuspen belum mengeluarkan ketentuan off the recordke awak media, atau larangan tersebut tidak sampai ke reporter Elshinta di lokasi acara. Namanya juga radio, semua informasi yang dianggap penting perlu segera disiarkan pada saat itu juga.

Sontak, kata kunci '5000 senjata ilegal' langsung menderas di pemberitaan media pers tanah air. Dan jadi polemik di kalangan masyarakat yang silih-berganti mengomentari sambil menyebarkan informasi ini lewat media sosial dan media percakapan digital.

Semua mata pun tertuju pada sambutan sang jenderal di acara Silaturahim Panglima TNI dengan Purnawirawan TNI yang digelar di Mabes TNI Cilangkap, Jumat (22/9) lalu.

Kicauan Heboh TNI AU

Sementara itu, masih di media Twitter, akun TNI Angkatan Udara (AU) menayangkan kicauan yang dalam waktu singkat menuai kontroversi di masyarakat.

"5 ribu pucuk itu banyak lho, gimana cara ''ngumpetinnya''? Dan apakah penyataan Panglima ini memang benar? Krn dari @Puspen_TNI blm ada ket," tulis admin @_TNIAU. Kicauan itu sudah dihapus, tapi jepretan-layarnya terlanjur menyebar ke mana-mana. Juga terlanjur menimbulkan reaksi negatif di mana-mana.

Siapapun yang membaca kicauan tadi akan mengartikan bahwa TNI AU mempertanyakan isi pernyataan Panglima TNI---meskipun maksudnya bukan begitu. Apalagi kicauan diawali dengan pernyataan sekaligus pertanyaan "5 ribu pucuk itu banyak lho, gimana cara ngumpetinnya?"

Kalau ingin mempertanyakan apakah yang ngomong itu benar-benar Panglima TNI, kalimat yang mudah dimengerti adalah: "Apakah pernyataan ini memang benar dari Panglima?", bukan "Apakah pernyataan Panglima ini benar?"

Bagaimana pun, Twitter adalah media yang sangat terbatas dan tidak bisa mengakomodir maksud utuh dari sebuah pernyataan. Bahkan kalau pun ada kicauan-bersambung (biasa disebut kultwit), orang bisa menyalahgunakannya, misalnya dengan hanya mengutip satu dari sekian kicauan, untuk kemudian dibumbui penafsiran yang menyesatkan. Jadi kalau ada informasi sensitif, sebaiknya disimpan dalam hati, atau ditulis panjang-lebar dalam bentuk artikel.

Tapi untunglah kemudian Dinas Penerangan TNI AU (Dispenau) mengambil tindakan tepat. TNI AU menyampaikan permohonan maaf kepada semua pihak, terkait kicauan Admin Twitter miliknya sehingga muncul berbagai interpretasi terhadap TNI AU, seperti diungkapkan Kadispenau Marsma Jemi Trisonjaya di website resmi TNI AU.

Dan, seperti saya duga dari awal, kicauan itu dimunculkan untuk merespon rekaman pernyataan Panglima TNI yang dibuat bukan untuk konsumsi publik.

"Sehubungan dengan beredarnya dugaan rekaman pernyataan Panglima TNI oleh radio Elshita, TNI AU tidak menyanggah kebenaan isi pernyataan Panglima TNI, selama hal itu benar pernyataanya dan sudah mendapat ijin dari pihak-pihak yang punya otoritas mengeluarkan berita TNI, yaitu Puspen TNI. Hal ini terkait dengan jalur komando organisasi TNI yang bersifat tegak lurus, sehingga masyarakat dihimbau untuk tidak menginterpretasikan lain atas cuitan admin Twiter TNI AU." Demikian pernyataan tertulis Dispenau.

Polemik Berkepanjangan

Acara silaturrahmi antara Panglima TNI dan para purnawirawan akhir minggu kemarin sedianya menjadi ajang pertemuan banyak mantan petinggi militer. Turut hadir Menko Polhukam Wiranto, mantan Wapres (Purn) Try Sutrisno, mantan Panglima TNI Laksamana TNI (Purn) Widodo AS, dan mantan Kopassus Letnan Jenderal TNI (Purn) Prabowo Subianto, serta sejumlah petinggi TNI lainnya. Tapi isu 5000 senjata lebih menarik perhatian khalayak.

Dalam siaran radionya yang berisi pernyataan lengkap orang nomor satu TNI, Elshinta memberitakan bahwa apa yang disampaikan Gatot baru rencana dan sudah digagalkan. Panglima TNI enggan menyebut nama institusi yang berusaha mendatangkan senjata secara ilegal ke Indonesia.

Pernyataan yang sebenarnya didengar langsung oleh Menko Polhukam Wiranto di lokasi acara itu pun segera ditanggapi oleh sang menteri---setelah terlanjur diketahui publik.

Wiranto mengaku sudah meluruskan polemik soal pembelian ribuan senjata itu. Dalam keterangan resminya, mantan Ketua Umum Partai Hanura ini menegaskan bahwa masalah muncul hanya karena adanya komunikasi yang belum tuntas, atau, dalam bahasa awam, ada miss-communication antar-institusi.

"Informasi dari Panglima TNI tentang adanya institusi di luar TNI dan Polri yang akan membeli 5000 pucuk senjata standard TNI, tidak pada tempatnya dihubungkan dengan eskalasi kondisi keamanan, karena ternyata hanya adanya komunikasi antar institusi yang belum tuntas," demikian Wiranto dalam keterangan tertulisnya.

Lebih lanjut, Wiranto menuturkan, "Setelah dikonfirmasikan kepada Panglima TNI, Kapolri, Kepala BIN dan instansi terkait, terdapat pengadaan 500 pucuk senjata laras pendek buatan PINDAD (bukan 5000 pucuk dan bukan standar TNI) oleh BIN untuk keperluan pendidikan Intelijen. Pengadaan seperti ini ijinnya bukan dari Mabes TNI tetapi cukup dari Mabes Polri. Dengan demikian prosedur pengadaannya tidak secara spesifik memerlukan kebijakan Presiden."

Tapi polemik tidak bisa berhenti walaupun pemerintah sudah menyebut nama BIN dan 500 senjata untuk latihan; dan sekalipun Menteri Wiranto meminta polemik ini tidak dilanjutkan.

Masyarakat dan para politisi sudah menyuarakan pendapat dan desakan mereka. Siapapun boleh berasumsi, jangan-jangan yang dimaksud Gatot berbeda dengan yang dijelaskan Wiranto. Apalagi sampai saat ini belum ada rilis identitas institusi yang dimaksud Panglima TNI.

Politisi PDIP Charles Honoris menilai ucapan Gatot ingin menyerbu instansi non-militer tidaklah etis. Wakil Sekjen Partai Demokrat Rachland Nashidik bahkan menuding Gatot sedang berpolitik. Dia menyayangkan informasi yang seharusnya disampaikan ke Presiden Jokowi dan DPR itu justru disampaikan di acara yang diliput luas media massa.

Tak ketinggalan, presiden turut didesak untuk segera memanggil Panglima TNI, dan DPR nampaknya bersiap meminta klarifikasi dari Jenderal Gatot. Wakil Ketua DPR Fadhli Zon juga berharap Gatot mengungkap nama institusi pemesan senjata tersebut.

Semoga kasus ini jadi pelajaran buat kita semua. Khususnya terkait bagaimana sebuah komunikasi dan informasi harus dikelola dengan baik. Ingat, saat ini media tidak lagi didominasi oleh media pers. Informasi menyebar lebih luas (dan liar) di dua platform media lainnya: media sosial dan media percakapan digital.

Salam Literasi Media.

Berikut transkrip pidato Panglima TNI seputar Upaya Pembelian 5000 pucuk Senjata ilegal oleh sebuah instansi non-militer yang menurut Puspen TNI bersifat off the record tapi terlanjur diberitakan ke publik:

Situasi yang sekarang ini yang sama-sama juga harus kita waspadai. Ada semacam etika politik yang tidak bermoral. Atau dikatakan pada saat ABRI yang dulu, itu terjadi sekarang ini, Pak. Sehingga suatu saat apabila kami-kami yang junior ini melakukan langkah yang di luar ketakutan para senior, itu hanya kami sebagai Bhayangkari.

Tapi datanya pasti kami akurat. Ada kelompok institusi yang akan membeli 5000 pucuk senjata. Bukan militer. Ada itu, Pak. Ada yang memaksa, ada yang mempidanakan. Untuk apa? Ada. Dan data-data kami, intelijen kami, akurat.

Kami masuk pada relung-relung intinya, Pak. Tapi hanya pada intinya saja, Pak itu. Ini untuk....

Karena kalau tidak ini, Pak. Kalau tidak. Bahkan TNI pun akan dibeli. Tidak semuanya di sini bersih, Pak. Jujur saya katakan. Tidak semuanya institusi bersih. Tidak. Ada yang sudah punya keinginan kdengancara yang amoral untuk meraih jabatan. Ada. Dan saya berjanji, mereka akan saya buat merintih, Pak, bukan hanya menangis. Mereka akan saya buat merintih, hanya bukan menangis. Biar pun itu jenderal.

Karena ini yang berbahaya, Pak. Kalau sudah TNI dibawa ditarik ke politik, semua dikuasai politik, selesai negara ini. Ujung-ujungnya nanti pasti, kita gak bisa berbuat apa-apa lagi, Pak. Undang-undang pidana militer masuk, semua masuk. Itulah awal dari perkelahian, dan itulah awal dari kehancuran negara. Maka apapun akan kami lakukan, makanya mohon doa restu saja, Pak.

Memakai nama presiden, seolah-olah itu dari presiden yang berbuat. Padahal saya yakin itu bukan dari presiden. Informasi yang saya dapat kalau tidak A1 saya tidak akan sampaikan di sini (tepuk tangan hadirin).

Ini yang... yang... yang....

Saya pikir, saya sebagai seorang manusia, sebagai seorang prajurit, saya dianugerahi Panglima TNI, sebagai seorang prajurit sudah puncaknya, Pak. Sebagai seorang orang tua, anak saya dua-duanya sudah menikah, sudah S2 dan sudah punya cucu, Pak. Ini sebagai manusia dan prajurit, sudah sampai level atas, sudah pas tinggal pengabdian saya, Pak. Itu yang harus kami lakukan.

Jadi, ini yang, ah mungkin Pak Wiranto tahu, mungkin Pak Wiranto... lebih soft lagi beliau, Pak. Tapi, itu yang terjadi, Pak. Sampai saya tolak. Bahkan saya katakan, kita ini terus... kalau itu ada akan kita serbu. Jadi kalau satu saat kami menyerbu, Pak. Itu karena tidak boleh di Negara Kesatuan Republik Indonesia ada institusi yang memiliki senjata selain TNI dan Polri (tepuk tangan).

Dan polisi pun, tidak boleh memiliki senjata yang bisa menembak tank, dan bisa menembak pesawat dan bisa menembak kapal. Saya serbu kalau ada. Ini ketentuan. Karena kalau kita mencoba dengan cara hukum sudah tidak bisa, Bhayangkari tidak akan muncul nanti, Pak.

Sumber rekaman

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun