Mohon tunggu...
Lilik Fatimah Azzahra
Lilik Fatimah Azzahra Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Seorang ibu yang suka membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Seblak Maut Tari Remo

26 September 2017   18:29 Diperbarui: 26 September 2017   18:33 3740
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar : Tari Remo ( Remo Dance)- Indonesia / www.nusantara-cultures.blogspot.com

Yudi mengangguk, menyimak dengan seksama setiap gerakan yang diperagakan oleh kakeknya. Dari cara kakek berdiri, merentang kedua tangan sampai pada gerak tangan turun ke pinggul, mengungkung. Saat kakek secara tiba-tiba mengibas sampur, Yudi terkesima. Kakek baru saja  melakukan gerak seblak sedemikian menawan dan sangat sempurna.

Sejak itu Yudi semakin ingin terus belajar. Tentu saja kakeknya merasa sangat gembira.

Kini Kakek sudah tiada. Tapi ingatan Yudi tentang lelaki sepuh itu tak akan pernah hilang. Bahkan semakin bertambah manakala ia berada di atas panggung. Ia merasa seolah Kakek berada di sampingnya, menemaninya menari hingga pertunjukan usai.

Yudi mengakhiri tari Remo dengan tangan terbuka dan gedhik kepala ke arah samping. Musik gamelan pun berhenti. Gelang krincing di kakinya pun tak lagi bergemerincing.

Pagelaran tari Remo malam itu berakhir memuaskan. Tepuk tangan masih terdengar riuh saat ia turun dari panggung. Di balik panggung langkahnya terhenti sejenak. Ia harus menyeka peluh yang  berjatuhan, yang meleleh membasahi ujung hidung dan dagunya.

***

"Kau melakukannya lagi dengan bagus, Yud! Seblak maut," Firman, salah satu kru dekorasi panggung menepuk pundaknya. Yudi tidak menyahut. Buru-buru ia masuk ke dalam ruang ganti. Melepas semua atribut menari yang dikenakannya.

"Kita tunggu akan ada peristiwa apa lagi usai kau---" belum juga Firman menyelesaikan kalimatnya, terdengar suara ribut-ribut di luar. Ada jerit histeris dan entah apa lagi. Yudi gegas meninggalkan ruangan. Ia tak ingin melihat dan mendengar apa yang terjadi.

Ia mempercepat lagkah ingin segera sampai di rumah.

Di sepanjang perjalanan hati pemuda itu tak henti mengeluh, "Akung...sampai kapan seblak  maut ini akan membawa korban? Selalu, setiap kali usai menari, ada saja perempuan yang mati akibat berkelahi menggilaiku, memperebutkan diriku. Seperti yang pernah terjadi pada diri Akung---dulu saat masih menjadi penari Remo sepertiku."

***

Malang, 26 September 2017

Lilik Fatimah Azzahra

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun