Mohon tunggu...
Ayu Diahastuti
Ayu Diahastuti Mohon Tunggu... Lainnya - an ordinary people

ordinary people

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Represifme Rezim dan Dunia Pendidikan Indonesia

24 September 2019   08:23 Diperbarui: 25 September 2019   11:57 156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi : pixabay.com

Suara vokalnya yang mengkritisi kebijakan kampus tentang pelarangan pemakaian cadar di sebuah kampus sebesar IAIN dianggap sebagai sebuah afiliasi dengan aliran sesat dan faham radikalisme.

Tuduhan yang menurut berbagai pihak merupakan tindakan represif elit kampus yang telah mengebiri kemampuan seorang generasi muda untuk bersikap kritis terhadap lingkungannya. Menyampaikan aspirasi adalah hak bagi setiap insan warga negara yang mendiami negri Indonesia. 

Pemberhentian sepihak ini pun mendadak viral, karena dinilai sangat tidak mendidik generasi bangsa, dengan mematikan aspirasi generasi muda bagi tumbuhnya asas demokrasi bangsa.

Satu hal yang terbayang dalam benak saya saat pertama kali membaca berita ini adalah bak seorang siswa yang indisipliner lalu diminta keluar ruangan kelas, dan tidak diperbolehkan mengikuti pelajaran. Hak untuk mendapatkan pengajaran yang layak bagi setiap warga negara telah dikebiri, bukan?

Apakah tindakan yang sedemikian ini merupakan langkah bijak dari pelaku dan praktisi pendidikan di Indonesia? Akan menjadi apakah wajah pendidikan Indonesia bila peristiwa rezim orde baru yang membatasi hak warga negara untuk menyampaikan pendapatnya terulang kembali?

Ya, tentu saja. Kampus sebagai tempat mengolah ide dan kreatifitas generasi muda seakan kembali dimatikan fungsinya. Citra sebagai civitas akademika yang mampu berpijak pada prinsip ilmu dan kaum terpelajar sebagai penggerak roda kemajuan bangsa pun akan semakin pupus, bukankah seperti itu?

Kemudian, bagaimana dengan dasar tuduhan yang dipakai? Sebagai penganut paham radikalisme? Wow...sangat dalam.

Lantas dengan demikian masih pantaskah ranah kampus disebut sebagai ranah penikmat pengetahuan? Habitat tumbuhnya postulat kebenaran? 

Dengan apatah lagi biji postulat kebenaran itu mampu teruji pasti kualitasnya, jika hanya demi menghilangkan keraguan dan keburaman ketidakbenaran di dalamnya, sikap kritis pun digilas habis oleh sebuah santun represif pembuatnya?Demi apakah kebenaran itu harus kembali menjadi samar kemurniannya?

Hikma Sanggala hanyalah sebuah kasus kelam dalam dimensi edukasi negeri ini. Mungkin masih banyak rezim represifisme lain yang tak pernah terkuak, menjadikan luka bagi nurani kita.

Tuntutan bagi pembatalan Keputusan Tata Usaha Negara dalam hal ini Surat Edaran Putusan Rektorat Kampus IAIN Kendari, yang mengesahkan penonaktifan Hikma Sanggala sebagai seorang mahasiswa dalam kampus tersebut semakin menggema.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun