Mohon tunggu...
Demar Adi
Demar Adi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Suka menulis

Suka menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Lukisan di Ruang Tamu

14 Juli 2018   04:38 Diperbarui: 14 Juli 2018   04:48 1427
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto : J. Haryadi

Aku tahu, Inah. Kau sangat mencintai gubuk itu. Aku pun bahagia di sana. Setiap pagi, senyummu dan singkong goreng hangat buatanmu menemaniku menyeruput kopi. Itu bahagiaku. Sungguh awal yang indah untuk memulai hari. Perlahan menyeruput kopi, sambil terus memperhatikanmu menyapu dedaunan yang jatuh di halaman. Saat menyapu, kau terlihat sedang menari untukku. Aku berharap pohon yang menaungi gubuk itu, menjatuhkan daun banyak-banyak setiap paginya. Bukan aku jahat, namun aku suka melihatmu menari.

Masih ingatkah kau? Cemberutmu saat melihatku berlama-lama duduk memandangimu sambil menikmati kopi? 'Jangan melamun, mas. Ambilkan air untukku. Aku mau mencuci piring'. Rajukmu manja saat itu. Ketahuilah istriku, aku tidak sedang melamun. Aku hanya menikmati istriku yang sedang menari untukku. Ya, saat engkau menyapu dedaunan itu, kau bagai sedang menari. Aku sudah bilang itu, bukan?

Tapi tetap aku beranjak, mengusung air dari danau di depan gubuk kita. Memenuhi pintamu. Karena aku telah berjanji, akan memenuhi semua pintamu, sekecil apapun itu. Tapi aku gagal memenuhi janji itu, Inah. Maafkan aku. Kau memintaku membangun pelan-pelan gubuk itu. Namun aku malah membuat kita kehilangannya.

Seharusnya aku tak mengikuti ajakan Karjo untuk berjudi. Seharusnya aku menikmati saja hidup tenang di gubuk kita. Menikmati singkong goreng sambil melihatmu menari bersama dedaunan. Berlatar belakang kerlip air danau.

Tapi, aku kalah pada godaan Karjo. Aku tenggelam dalam judi yang menjeratku. Akhirnya kita kehilangan gubuk indah itu. Aku kehilangan janjiku padamu.

Maafkan aku...

Pedih melihatmu meringkuk di sudut kamar kos yang kita tinggali sekarang. Sakit karena kecewa, telah menghancurkanmu. Istriku tak lagi menari. Apa yang harus kulakukan untuk menebusnya? Menebus binar dalam hidupku yang telah pergi? Aku merindukan tarianmu. Anak kita merindukan Ibunya. Kami kehilangan kehangatanmu.

Bowo, anak kita, mulai membenciku. Hatiku semakin hancur. Aku rela melakukan apapun untuk melihat kalian tersenyum lagi padaku.

Itulah sebabnya aku pergi. Aku tak bisa memiliki kembali gubuk itu. Namun aku bisa membawanya pulang untukmu. Kau dan Bowo, tunggu saja. Kali ini aku akan tepati janjiku. Membawa gubuk itu pulang untuk kalian.

Berusahalah untuk sehat, Inah. Aku akan segera pulang.

Prasetyo, suamimu

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun