Mohon tunggu...
Dedy Pratama
Dedy Pratama Mohon Tunggu... Jurnalis - Seorang yang akan terus belajar dari hikmah dan pengalaman kehidupan

Aku hanya bagian dari kisah serial puzzle kehidupan. Terus belajar dan berbagi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen | Kurnia, Perawat di Ujung Tanduk

12 April 2020   10:47 Diperbarui: 13 April 2020   19:49 1719
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Pixabay/Engin Akyurt

"Bu'e aku tak budal disek yo?"
"Bu, aku berangkat dulu ya?"

"Baru jam piro to nduk, kok nganti kesusu? Iku sarapane urung di maem."
"Baru jam berapa nak, kok terburu-buru? Itu sarapannya belum di makan."

"Inggih bu, mangke mawon. Aku engko tak mampir sarapan sek. Akeh pasien bu'e." Ujar Kurnia yang sedikit mengambil langkah terburu.
"Iya bu, nanti saja. Aku nanti mampir sarapan dulu. Banyak pasien bu."

Ia bergegas menuju bibir pintu. Duduk pada anak tangga. Kemudian memakai sepatu pantofel.

"Hati-hati yo nduk. Di jogo kesehatane. Jangan sampai kecapekan."
"Hati-hati ya nak. Dijaga kesehatannya. Jangan sampai capek."

Bersama ranselnya yang cukup besar. Kurnia berpamitan dengan ibunya.

"Doane ya bu."
"Doakan ya bu."

Ibunya merangkul erat tubuh Kurnia. Menyenderkan kepalanya. Tak terasa butiran air mata membasahi jilbab putih Kurnia. Kurnia mencium tangan ibunya lantas pergi.
*
Ibunya kemudian duduk di sudut. Melihat anaknya yang kini telah dewasa. Kurnia melangkah jauh, dan akhirnya hilang di sudut jalan.

Dahulu, ibunya tak pernah menyangka. Jika anaknya yang tomboy itu akan menjadi perawat. Bagaimana tidak, sepanjang hari, waktunya dihabiskan bermain dengan para lelaki. Sesekali sewaktu pulang ke rumah, ia mengeluh kakinya keseleo. Meski ibunya menahan amarah sebab tingkah anaknya. Namun rasa sedih melarutkannya.

"Kan wes ibu kandani nduk. Wong anak wedok iku, maine Karo bocah wedeok. Iki malah main bal-balan Karo cah lanang." Kata ibunya kala itu. Sembari mengurut pergelangan kakinya yang mulai membengkak.
"Kan sudah ibu kasih tau nak. Anak perempuan itu, main sama anak perempuan. Ini malah main sepak bola sama anak laki-laki."

"Aduuhhh, bu. Aduuhh, alon-alon to," jerit Kurnia.
"Aduuhhh, bu. Aduuhh. Pelan-pelan."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun