Mohon tunggu...
Dee Daveenaar
Dee Daveenaar Mohon Tunggu... Administrasi - Digital Mom - Online Shop, Blogger, Financial Planner

Tuhan yang kami sebut dengan berbagai nama, dan kami sembah dengan berbagai cara, jauhkanlah kami dari sifat saling melecehkan. Amin.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tragedi Mei 98, yang Lain Lari, Aku Malah Masuk Gelanggang

16 Mei 2019   08:42 Diperbarui: 16 Mei 2019   08:48 352
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
peringatan mei98 oleh mahasiswa trisakti (doc:pribadi)

Bulan Februari 1998 merupakan saat bersejarah untuk karirku karena hanya satu tahun melewati masa kerja sebagai seorang Account Officer di suatu bank swasta,  aku diangkat jadi Sub Branch Manager Kebayoran Lama. Kebanggaan berubah menjadi kecut saat mengunjungi kantorku...melewati rel kereta api di kolong jembatan Kebayoran Lama, kita pasti langsung tercebur pada wilayah macet-cet Pasar Kebayoran Lama. Berjalan kaki akan lebih cepat sampai tujuan daripada naik mobil. 

Tambah shock waktu lihat Neraca dan Financial Reportnya...alamak 5 tahun berdiri belum pernah untung. Asset cuman Rp.2 Milyar, ini mah sama dengan BPR. Perut langsung mules...Oo eM Ge ( My God) what should I do?

Pada akhirnya emang blazer harus diganti dengan kemeja katun, rambut terurai panjang langsung diikat keatas, sepatu diganti selop namun tetap diusahakan tampak professional. 

Mulailah perjalanan ketok pintu kanan kiri, depan belakang. Pasar Kebayoran Lama terkenal sebagai pusat perkulakan sayur dan buah-buahan tetapi penjelajahanku ke kanan kiri depan belakang menguak suatu fakta mengejutkan. 

Banyak sekali warga keturunan Cina yang tinggal di situ dan banyak diantara mereka yang merupakan produsen grosir: entah baju yang dipasok ke jaringan department store ternama, pemasok daging impor untuk rangkaian restoran ternama, bandar emas, pemasok kebutuhan bakeri, perancang busana ternama, rumah produksi, produsen mebeliur, ekportir batik, pemasok pakaian di Mangga Dua, pemasok tekstil Tanah Abang dan seorang CEO Televisi swasta pokoknya pemain besar.

Kekhawatiran Ibu bahwa aku akan mengalami kesulitan berinteraksi dengan warga keturunan tidak terbukti. Tiap kunjunganku selalu diterima dengan baik dan mereka tidak keberatan untuk buka account di tempatku. Perlahan asset cabangku merayap naik, demikian pula persahabatanku dengan para nasabah. Sampai suatu hari aku mendapat limpahan calon debitur dari temanku di divisi retail.

Sebenarnya lokasi usaha calon debitur itu di jalan Hasyim Ashari berhubung aku saat itu lagi rindu order maka kuambil juga klien itu. Tidak membutuhkan waktu lama untuk mendapatkan approval atas pinjamannya yang masih dalam nominal ratusan juta.

 Si Engkoh berterus terang dia senang dengan treatment-ku karena aku tidak banyak bertanya apalagi pertanyaan yang melecehkan menurutnya. 

Dia rupanya tersinggung karena petugas sebelumnya yang handle menanyakan mobil apa yang dimiliki klienku itu. Memang aku tidak menanyakan hal itu karena di depan tokonya sudah terlihat beberapa mobil boks berlabel nama tokonya, jadi bikin kesimpulan bahwa mobil itu adalah mobilnya.

Untuk menunjukkan rasa terimakasihnya, dia memperkenalkanku ke kakaknya yang tinggal Jln. Industri -- Gunung Sahari. Gubrak, begitu aku berkenalan dengan kakaknya, tanpa berpanjang kata beliau langsung menempatkan dana yang buesar ke kantorku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun