"Peringatan Kakak Mayamu tentang kandasnya hubunganmu dengan Donny, ternyata benar to, Nduk?" lembut suara nenekku, sambil membelai rambutku saat kutertelungkup di pangkuannya. Aku hanya menggerak-gerakkan kepalaku tanda menyetujuinya.
"Begitu pun kata Tantemu, bahwa si Donny itu memang tak cocok buatmu. Kini terbukti kebenarannya, bukan?" kembali aku hanya bisa mengiyakannya.
"Tantemu memang telah menyakitimu, Nduk! Tapi menurutku, itu dilakukan sama sekali bukan untuk menghancurkanmu. Itu pasti terjadi karena kelemahannya. Yang tak bisa tegas menolak kegenitan Donny. Menurutku, Tantemu itu sebenernya hanyalah  korban dari kebrutalan tunanganmu sendiri, Kamu tahu sendiri kan, bahwa Tantemu itu seorang perempuan yang ayu dan menawan. Pasti banyak lelaki yang menginginkannya. Tak terkecuali, Donny pun pasti terobsesi untuk menaklukkan Asti." Â
Mendengar analisis Eyang Putriku tempo hari itu, seketika itu juga terjadilah semacam pencerahan di otak dan hatiku. Bahkan aku tiba-tiba menjadi sangat sadar, bahwa sejatinya aku sendiri ikut andil dalam perkara itu. Aku pun ikut bersalah dalam memberi ruang bagi terbentuknya kedekatan mereka.
Misalnya, ketika Tante Asti meminta tolong aku untuk mengantarnya ke toko atau belanja ke pasar. Hanya karena aku agak malas saja saat itu, aku justru meminta Donny untuk mengantarnya. Dan hal seperti itu, seingatku sudah beberapa kali terjadi.
Itu yang terjadi atas izin dan sepengetahuanku. Diluar sepengetahuanku, bisa jadi keberduaannya bisa lebih sering lagi terjadi. Karena sudah makin terbangun chemistry-nya. Dan dua-duanya juga telah sangat saling menikmati. Maka ketika mereka pergi berdua tanpa izinku pun, mereka akan melakukannya tanpa perasaan bersalah.
"Sesungguhnya, hubungan Tantemu dengan Donny itu sudah sejauh mana to, Nduk?" tanya nenekku tempo hari.
"Menurut pengakuan Tante, hubungan mereka sudah kelewat jauh, Eyang. Mereka sudah sampai beberapa kali melakukan hubungan suami istri...." Suaraku terhenti tercekat dalam kemuakan.
"Boleh jadi, jangan-jangan Tantemu itu sudah berbadan dua," terka nenekku, "karena itu, jika mereka memang akan menikah, ikhlaskan sajalah Nduk. Pertama, agar mereka tidak berlarut-larut terus dalam dosa. Kedua, kerelaanmu melepas Donny buat Tantemu, anggap saja sebagai balas budimu kepadanya....."
***
Duka laraku akibat pengkhianatan cinta itu kini berangsur-angsur kian menipis. Karena ketika aku mulai lebih banyak memakai akal sehatku ketimbang perasaan wanitaku, berangsur-angsur juga aku menjadi gadis yang kian kuat. Apalagi ketika kini aku sudah merasa bisa ikut membahagiakan malaikatku. Hari-hari menjelang pernikahannya dengan Donny, kulihat Tanteku makin banyak mengembangkan senyum kebahagiaannya. Sungguh, itu amat membahagiakanku juga.