Hanya untaian doa yang selalu kuhadiahkan padanya setiap selesai salat lima waktu.
Hari ini, sudah memasuki bulan ketiga kehamilanku, tetapi kabar dari Kang Mursidi tidak ada titik terang. Kupaksakan berkunjung ke keluarganya sekadar mengetahui kabar suamiku.
"Kami juga tidak mengetahui kabarnya, Dik Yul. Sudah beberapa minggu ini tidak ada pesan maupun telpon darinya. Mungkin dia sangat sibuk, hingga belum sempat memberi kabar ke rumah," kata Mbak  Ponisih, kakak perempuan Kang Mursidi yang sering kuajak berkomunikasi selama ini.
Aku harus pulang dengan perasaan kecewa. Namun, rasa itu harus kupendam sendiri, berharap dalam waktu dekat ada kabar terbaik dari Kang Mursidi.
Dalam hening malam, kupanjatkan doa khusus untuk Kang Mursidi. Semoga dia selalu dalam lindungan-Nya.
Sudah hampir sembilan  purnama berlalu, kabar itu pun selalu setia kunanti. Secara tiba-tiba, ponselku meraung-raung saat aku memasak di dapur.
Aku sangat berharap  ada kabar dari Kang Mursidi. Namun, hanya kecewa yang kudapatkan.
Kuelus perutku yang makin membuncit. Untung saja, perkembangan janin cukup sehat dan baik. Tidak ada masalah dengan kandungan, itu sudah merupakan anugerah yang wajib disyukuri.
Nak, semoga bapakmu dalam keadaan sehat, dan tidak lupa sama kita, ya. Ibu berharap lahirmu nanti ditunggui Bapak. Aku nggak mau ditanya bidan terus karena tidak diantarkan suami saat periksa, batinku bergumam.
Memasuki masa melahirkan, kandungan pun terasa makin berat. Saat seperti inilah kehadiran Kang Mursidi sangat kunantikan. Pesan lewat aplikasi warna hijau atau telpon sekadar menanyakan kabarku tidak pernah kudapatkan. Segala upaya menghubunginya sudah kulakukan, tetapi belum ada hasil.
Haruskah aku merana sendiri  di sini, Kang, menantimu yang tidak jelas kabarnya?
Jangan biarkan aku dan anak kita  menangung rasa kangen yang hanya dapat kukirim lewat bisik angin malam!
***selesai***