Mohon tunggu...
Zuni Sukandar
Zuni Sukandar Mohon Tunggu... Guru - Seorang guru SLB

Lahir di Magelang, 20 Mei 1971, SD-SMP di kota yang sama, S-1 di Jogjakarta, saat ini mengajar di SLB Maarif Muntilan sebagai guru tunanetra.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Hujan dan Harapan

20 April 2021   23:02 Diperbarui: 20 April 2021   23:19 199
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

 "Ya Allah, Mas, gimana ini?"

Aku hanya mondar-mandir karena kebingungan dan tidak tahu harus berbuat apa. Rasanya panik sekali.

Berbagai perasaan muncul begitu saja. Takut, ngeri, kasihan, dan bingung campur menjadi satu saat menyaksikan suamiku kesakitan. Sementara itu, di rumah juga tidak ada siapa pun,  hanya aku berdua dengan suami. Sempat terlintas aku minta bantuan ke tetangga, tapi semua rumah terlihat sepi.

Beruntung sekali, ada tetangga yang baru lewat, dan baik hati mengantarkan Mas Tarjo berobat saat itu juga dengan mobil pribadinya. Bersama hujan yang mulai deras, dan Guntur menggelegar, aku  mendampingi Mas Tarjo ke rumah sakit. Tidak kuasa aku mendengar keluhan sakitnya. Bulir bening menetes dari sudut netraku.

Hampir setengah bulan di rumah sakit, aku pun mulai berpikir, bagaimana melunasi biaya pengobatan di rumah sakit. Namun aku optimis, pasti ada biaya, entah bagaimana cara mendapatkannya.

Akhirnya Mas Tarjo pun harus kembali ke rumah. Aku berusaha untuk mencari pengobatan alternatif saja  karena banyak pertimbangan. Semua benda yang kumiliki sudah habis untuk biaya pengobatannya. Perhiasanku pun terpaksa aku jual untuk menyambung hidup dan pengobatan suamiku.

Kini, Mas Tarjo masih menggunakan kursi roda, tetapi belum mampu beraktivitas seperti biasa. Butuh waktu cukup lama untuk penyembuhannya. Satu yang aku perhatikan, akhir-akhir ini Mas Tarjo terlihat lebih banyak murung dan wajahnya tampak lebih tua. Warna perak di kepalanya makin merata.

Aku maklum, mungkin dirinya merasa kurang berharga di mata keluarga, karena sekarang menjadi lelaki yang lemah dan tidak berguna. Saat dia duduk sendiri di atas kursi rodanya kudekati dengan perlahan. Aku sebenarnya hanya ingin menghiburnya agar tetap tabah dan sabar mendapat cobaan berupa sakit. Namun apa yang kudapatkan? Dirinya seperti kerasukan setan. Tiba-tiba marah dan mengucapkan kata-kata kotor yang  tidak terkendali. Sempat kuingatkan dirinya agar beristigfar, tapi malah makin memuncak kemarahannya.

Aku menjadi takut saat berada di dekatnya. Mungkinkah dirinya depresi karena beban sakitnya? Psikologisnya sedikit terluka karena terlalu lama terbaring sakit tidak mampu menjadi kepala rumah tangga selayaknya?

Aku berlari ke kamar, dan menumpahkan segala resah di hati. Hanya kepada-Nya aku mampu mengeluhkan segala beban yang menghimpit. Satu yang aku yakin, Allah tidak mungkin menguji hamba-Nya melebihi kemampuannya. Kini, peran Mas Tarjo kuambil alih. Semampuku, tetap berdiri tegak demi masa depan anak-anak dan keluarga kecilku.

****

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun