"Kakak pengangin, Kak"
Ayah memberi titah
"Zulva ga berani pegang ayam"
"Aa sama Dede aja ayam digendong-gendong. Masa kakaknya ga berani"
Ya, kegiatan membanding-bandingkan dimulai. Bukan karena nilai atau prestasi. AYAM.
Saya mendekat, entah kenapa Saya merasa ayam linglung itu menatap Saya.Â
"Jangan berontak, ya, Jago"
Tangan Saya menggenggam sayap dan kakinya. Ayah mulai membaca do'a, golok sudah di urat nadi. Perlahan, menggesek, ada suara serak dari kerongkongan ayam. Jago mulai berontak, padahal kepalanya sudah setengah digorok. Saya tidak kuat menahan gagahnya tubuh jago, otot kakinya mengencang, jago lepas dari tangan Saya. Dia lari dengan kepala yang hampir putus.Â
"Bundaaaa ayamnya idup lagi!"
Sambil terisak Saya teriak. Ternyata permusuhan Saya dengan unggas tak kunjung kandas.Â