Penambangan batu bara merupakan industri padat modal dan berjangka panjang yang melibatkan teknologi maju. Pembukaan lahan dan perubahan bentang alam, yang mungkin berdampak pada lingkungan serta aspek sosial dan ekonomi masyarakat, merupakan ciri-ciri penting dari industri pertambangan batubara. Menurut Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (2021), produksi batubara yang diperkirakan akan meningkat setiap tahunnya menempatkannya sebagai komoditas unggulan subsektor pertambangan umum dan menduduki posisi krusial sebagai salah satu sumber energi utama bagi dunia industri Indonesia.
Saat ini terdapat 8,26 miliar ton cadangan batu bara yang tercatat di Indonesia. Dengan produksi batubara sebesar 400 juta ton setiap tahunnya, maka akan terdapat cukup cadangan batubara dalam 20 tahun ke depan (finance.detik.com). Banyak perusahaan batu memiliki anggota yang tertarik pada penambangan atau eksploitasi di berbagai wilayah. serupa dengan wilayah Kalimantan Timur yang menghasilkan 112,7 juta ton batu bara. Bengkulu (22,7 juta ton), Sumatera Selatan (11,4 juta ton), dan Kalimantan Selatan (69,7 juta ton) berada di urutan berikutnya (www.viva.co.id).
Dengan kata lain, suatu kegiatan usaha pertambangan batubara tidak boleh menjadi penyebab “kerugian” bagi sebagian besar pihak atau pihak-pihak tertentu. Sebagaimana alam menjadi sumber bahan tambang, hal ini juga tidak boleh diganggu karena akan mengganggu keseimbangan ekosistem dan menimbulkan dampak ekologis yang merugikan kehidupan di alam (kerusakan lingkungan). Hal terburuk yang dapat menimpa manusia adalah menimbulkan bencana secara tidak langsung melalui kematian yang sudah “diprogram” dan dilakukan melalui kegiatan usaha, seperti eksploitasi batu bara. Masih banyak yang perlu diperbaiki, meskipun upaya telah dilakukan; oleh karena itu, upaya harus terus dilakukan.
Salah satu negara penghasil batubara terbanyak di dunia adalah Indonesia. Kalimantan Selatan merupakan salah satu wilayah Indonesia yang menghasilkan tambang batu bara terbanyak. Perusahaan pertambangan batubara terdapat di Kalimantan Selatan sendiri, tepatnya di Kecamatan Satui dan Batulicin di Kabupaten Tanah Bumbu, Pegaron, Kabupaten Banjar, Kabupaten Balangan, Jorong di Kabupaten Tanah Laut, Kabupaten Tapin, Kabupaten Kotabaru, dan Kabupaten Tabalong.
Jumlah perusahaan swasta yang melakukan eksplorasi dan penambangan batubara di wilayah Kalimantan Selatan semakin meningkat seiring dengan kemajuan pertambangan batubara. PT Adaro Indonesia, PT Arutmin Indonesia, PT Pillowa Coal Mining, dan perusahaan pertambangan lainnya di Kalimantan Selatan. Karena tidak diimbangi dengan pengelolaan tailing bekas tambang dan penggalian bekas tambang batu bara yang baik, berkembangnya industri ini justru berdampak buruk terhadap lingkungan. Akibatnya, rantai ekosistem lokal akan menderita. Catatan Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kalimantan Selatan menunjukkan bahwa ekspor pertambangan batu bara menyumbang sekitar US$1,5 miliar atau sekitar 60% dari nilai ekspor nonmigas Kalimantan Selatan. Kita hanya bisa membayangkan besarnya dampak buruk yang ditimbulkan oleh tambang batu bara di Kalimantan Selatan.
Berikut beberapa dampak pertambangan batubara terhadap lingkungan (Raden et al., 2010: Purwanto, 2015).
1.Pencemaran Air
Sebuah studi yang dilakukan oleh Greenpeace Indonesia menunjukkan bahwa sekitar 450 persen sungai di Kalimantan Selatan, atau sepanjang 3.000 kilometer, melewati wilayah pertambangan batu bara dan mungkin tercemar oleh limbah pertambangan batu bara yang berbahaya. Dari 29 sampel yang diperiksa Greenpeace, 22 sampel dari kolam tailing dan bekas lubang tambang dari lima konsesi pertambangan batu bara di Kalimantan Selatan memiliki tingkat pH yang sangat rendah—jauh di bawah standar yang ditetapkan pemerintah. Delapan belas sampel—semuanya berasal dari kolam penyimpanan tailing dan sumur ekstraksi—memiliki pH kurang dari empat, dan hampir semuanya memiliki konsentrasi logam yang tinggi.
Dampak yang dirasakan warga Desa Serongga, Kabupaten Kotabaru, salah satu contohnya adalah di Kabupaten Kalimantan Selatan; sungai yang tercemar limbah
pertambangan batu bara. Masyarakat di sana kesulitan bertahan hidup karena air sungai yang keruh dan hitam. Hal ini mengakibatkan menurunnya produksi pertanian karena wilayah tersebut banyak menghasilkan hasil laut dan pertanian. Sejak pukul 02.00 WIB, perusahaan tambang WITA dikabarkan membuang sampah ke hulu sungai, tempat masyarakat rutin mandi di sungai untuk beraktivitas sehari-hari.
2.Pencemaran Tanah
Proses pengupasan tanah bagian atas (top soil) dan tanah penutup (sub soil/overburden) berdampak pada menurunnya kesuburan tanah akibat aktivitas penambangan batubara. Penghilangan lapisan tanah atas dan tanah penutup akan mengubah sifat-sifat tanah, khususnya sifat fisik tanah tempat tanah tersebut dibuat. Setelah lahan dikupas, maka akan dipindahkan ke lokasi yang telah ditentukan dimana tanah penutup dan tanah bagian atas dipisahkan. Penimbunan kembali (backfilling) merupakan proses mengembalikan lapisan atas tanah dan lapisan penutup ke dalam lubang tambang setelah endapan batubara dibongkar.
Tergantung pada seberapa cepat proses penambangan berlangsung, waktu kembalinya tanah ke lubang tambang bervariasi. Kesuburan tanah, khususnya kesuburan kimia dan biologi, dapat sangat dipengaruhi oleh penimbunan atau pengembalian lapisan tanah atas dan tanah penutup pada lubang tambang. Sebab, lahan tersebut mengalami kerusakan saat proses pembongkaran untuk mengambil endapan batu bara di bawahnya. Curah hujan yang tinggi akan berpengaruh besar terhadap jumlah unsur hara yang dikandungnya karena akan terjadi pencucian. Akibatnya, tanah mungkin tidak memiliki unsur hara yang dibutuhkan tanaman saat dilakukan revegetasi tanaman.
Lubang besar dan dalam merupakan peninggalan tambang batu bara di Kalimantan Selatan sendiri. Karena lubang galian ini tidak dapat diisi lagi, hal ini merupakan salah satu jenis pencemaran tanah. Akibatnya, lubang-lubang tersebut menjadi danau buatan yang
berbahaya dengan tingkat keasaman yang sangat tinggi. Gas metana adalah produk sampingan lain dari tambang batu bara yang mungkin berkontribusi terhadap pemanasan global. Selain itu, dampak operasi penambangan batu bara terhadap erosi cukup besar karena proses tersebut mempercepat erosi tanah di muara sungai akibat penambangan. Selain merusak habitat dan ekosistem hewan, penambangan batu bara juga dapat merusak vegetasi lahan di lingkungan dengan merusak profil genetik tanah. Akibat penambangan ini, penggunaan lahan diubah menjadi area penambangan.
3.Pencemaran Udara
Selain dampaknya terhadap tanah dan air, penambangan batu bara juga dapat mencemari udara sekitar. Industri pertambangan, penggalian batu bara, dan pengangkutan produk batu bara melalui jalan umum sedang booming. dengan cara itu, banyak sekali debu yang dihasilkan, sehingga membahayakan masyarakat sekitar. Akan ada debu, terutama saat musim kemarau. Buruknya kualitas udara akibat penambangan batu baramenyebabkan infeksi saluran pernafasan.
Pembongkaran batubara dan pergerakan peralatan serta batubara di dalam dan luar lokasi penambangan menjadi penyebab utama penurunan kualitas udara. Menurut Viktor (2010), penggunaan batu bara sebagai bahan bakar pada unit pembangkit tenaga listrik, kebakaran lahan yang tidak terkendali, dan aktivitas penambangan batu bara menjadi penyebab utama kualitas udara paling buruk di dunia di provinsi Mpumalanga, Afrika Selatan. Insiden RTI meningkat karena tingginya kadar SO2, partikulat (PM10 dan PM2.5), NOx, O3, benzena, dan H2S. Zat beracun seperti karbon monoksida, karbon dioksida, metana, benzena, toluena, xilena, belerang, arsenik, merkuri, dan timbal dilepaskan ketika batu bara terbakar secara spontan.