Berbicara tentang seorang ibu, dia adalah sosok yang derajatnya paling tinggi, dia adalag si penuh cinta, kasih sayang dan harapan besar bagi anak-anaknya.
Dia sosok yang hebat meski segala keterbatasannya. Sungguh indah posisimu ibu.
Namun aku tidak pernah tahu jika tenyata  cinta ini menyakitkan bagimu, kasih sayang ini merepotkan, serta harapan-harapanmu ternyata satu persatu adalah luka. Maafkan aku, maafkan aku yang tidak  bisa membahagiakanmu. Maafkan aku yang selama ini merepotkanmu dan menyakitimu atas kehadiran ku.
Ada hari-hari yang ku habiskan menatap langit untuk menangis. Ada banyak hari yang ku lalui dengan mencoret lembar-lembar buku  untuk menuangkan emosi-emosi tidak jelasku. Dan tahukah? Setiap tingkah yang ibu sebut bodoh itu kulakukan hanya untuk tertawa, agar bisa kembali bersemangat dihari-hari berikutnya.
Sebab bagaimana mungkin aku  mematahkan cinta, kasih sayang, dan harapan besar mu, hanya karena itu menyakitiku, menyiksa ku, dan menekan ku.Â
Hingga aku menemukan bahwa ternyata itu salah. Ternyata aku sedang menghancurkan diriku secara nyata.Â
Perasaan yang selama ini kusembunyikan perlahan menujukkan dirinya beruapa kegelapan dan bau tak sedap. Tanpa kusadari aku banyak menyakiti orang-orang  terutama orang yang mencintaiku,aku tidak tau cinta itu apa, aku tida tau cara mencintai. Orang-orang menjauihi ku dan meremehkan ku karena tingkah bodohku. Lelah rasanya, entah apa yang salah, tapi ini memang salah.
Aku memutuskan untuk tidak lagi diam, yang kamu sebut cinta, kasih sayang, dan harapan sepertinya salah. Menurutku cinta itu buknlah sesuatu yang menyakitkan ibu, menurutku kasih sayang itu bukan hal yang merepotkan, harapan itu sebenarnya doa bukan tuntutan dan tekanan, kenapa kemarin ibu merasa seperti itu? Kenapa ibu melakukan itu padaku?
Aku mengambil keputusan bahwa aku akan mencintai mu dengan caraku, menyayangi mu dengan caraku, dan terus melangitkan harapan indah untukmu. Aku memutuskan menutup mata terhadap luka yang membekas ini selamanya. Bagaimanapun posisi itu insyaAllah akan kupijak juga jika berumur panjang Aamiin.
Tapi ternyata jadi semakin kacau. Aku tidak bisa menutupi rasa sakit luka itu, ternyata rasanya memang sakit. Aku mendapati diriku sangat lemah, bodoh, tidak berdaya. Batin ku serasa menjerit meminta tolong, "ini sakit" histerisnya. Sadar tidak sadar banyak jiwa yang mendengarnya bahkan dirimu juga yang mulia. Meski begitu, lantas apa? Tidak ada yang berubah.
Didalam kekalutan itu aku merengek pada tuhan ku "Allah sakit, Allah rasanya aku tidak kuat lagi. Allah allah allah" hanya itu.